Berita Jateng
Fakta Mengejutkan! Anak ASN Wonosobo Juga Ada Yang Kena Stunting, Diduga Salah Pola Asuh
Jumlah balita stunting turun drastis di Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Rabu (3/9/2025) siang.
Penulis: Raf | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN – Suasana ramai tampak di Balai Dusun Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Rabu (3/9/2025) siang.
Para ibu muda berdatangan sambil menggendong balita mereka.
Di sudut ruangan, seorang petugas sibuk mencatat hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi anak.
Baca juga: Wonosobo Ubah Strategi Baru Tangani Stunting, Perencanaan Dimulai dari Kecamatan
Di meja lain, aneka makanan sehat seperti rice bowl, puding, dan buah dibagikan kepada peserta posyandu.
Itulah wajah Posyandu Bulanan di Desa Lerep yang tampak sederhana, hangat, namun penuh makna.
Kegiatan rutin itu menjadi ujung tombak upaya penanggulangan stunting di Kabupaten Semarang.
Di desa yang dulunya memiliki 40 balita stunting dari 750 anak, kini angka itu berhasil ditekan menjadi 23 anak saja.
Sebuah pencapaian yang dinilai dihasilkan lewat sinergi antara tenaga kesehatan, kader, pemerintah desa, dan tentu saja masyarakatnya.
“Jadi bisa mengontrol tinggi badan anak setiap bulan, juga berat badannya.
Saya juga dapat edukasi tentang gizi dan anak-anak dapat makanan sehat,” kata Nia, satu di antara orangtua warga setempat yang datang ke posyandu.
Tak hanya sekadar menimbang dan memberi makanan tambahan, kegiatan itu juga menjadi ruang belajar bagi para ibu.
Edukasi tentang gizi seimbang, pemantauan tumbuh kembang anak, hingga pentingnya ASI eksklusif, menjadi bagian dari layanan.
Seorang bidan desa yang mendampingi kegiatan itu, Neni Ratna Setyawati, menyampaikan bahwa kesadaran warga terhadap isu stunting kini jauh lebih baik.
“Warga kami sekarang soal stunting sudah sangat terbuka dan keluarga-keluarga mau menerima informasi dan lebih aktif mengajak anak-anaknya ke posyandu.
Itu perubahan yang sangat berarti,” kata dia.
Kesadaran masyarakat itu bukan terjadi begitu saja.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPPPAKB) Kabupaten Semarang, Syaiful Noor Hidayat, menegaskan bahwa posyandu merupakan garda terdepan dalam mendeteksi dan mencegah stunting.
“Monitoring bulanan ini penting untuk deteksi awal.
Kalau ada anak yang berisiko, kita bisa segera ambil langkah-langkah intervensi,” kata Syaiful.
Angka stunting di Kabupaten Semarang tercatat menunjukkan tren penurunan tajam. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023, angka stunting di Kabupaten Semarang tercatat 18,01 persen.
Namun pada akhir 2024 lalu, angka itu melorot menjadi 4,35 persen.
Bahkan hingga Juni 2025, turun kembali menjadi hanya 3,4 persen.
Angka itu menempatkan Kabupaten Semarang sebagai daerah dengan kasus stunting terendah ketiga di Jawa Tengah.

Keluarga ASN Kena Stunting
Pengentasan stunting di terletak pada perubahan pola pikir masyarakat.
Sehingga tidak jaminan stunting hanya terjadi di keluarga prasejahtera perlu diluruskan.
“Hasil survei menunjukkan ternyata stunting itu tidak selalu berasal dari keluarga prasejahtera, bahkan ini ada yang ASN.
Artinya faktor utama tetap terletak pada pola asuh yang benar, supaya anak-anaknya tidak menjadi anak-anak yang stunting," jelas, Sekretaris Dinas PPKBPPPA Wonosobo, Aryati Prabandari.
Untuk menjawab tantangan tersebut, edukasi terus dilakukan secara berkelanjutan.
Salah satu inovasinya adalah layanan konseling keliling.
"Konseling keliling masih bersifat situasional sesuai kebutuhan lapangan. Karena ini baru, jadi masih by kebutuhan. Ada penanganan permasalahan di wilayah, baru kita turun,” jelasnya.
Upaya penanganan stunting di Kabupaten Wonosobo kini semakin difokuskan pada aspek pencegahan sejak usia dini.
Hal ini disampaikan dalam kegiatan Bimtek Aksi Konvergensi Stunting yang digelar pada Selasa (26/8/2025) di Ruang Rapat Mangunkusumo, Setda Wonosobo.
Aryati menjelaskan bahwa pencegahan stunting sebenarnya bisa dimulai dari hulu, yaitu melalui edukasi kepada remaja.
"Kami sudah ada yang namanya konseling maupun komunikasi, informasi, edukasi (KIE). Edukasi ini dilakukan melalui Pusat Informasi dan Konseling (PIK). Di setiap desa kan sekarang sudah ada PIK remaja," ujarnya.
Edukasi ini juga dilakukan oleh kader remaja, termasuk anak-anak Genre. Mereka terjun langsung ke sekolah-sekolah maupun menjangkau remaja di desa.
Salah satu masalah utama yang dihadapi remaja adalah anemia. Menurut Aryati, anemia bisa dicegah jika remaja rutin mengonsumsi tablet tambah darah (TTD).
"Tetapi banyak yang menerima kemudian tidak meminum karena berbagai alasan, karena tidak tahu manfaatnya," katanya menyampaikan kendala.
Untuk mengatasi hal tersebut, edukasi diberikan bersamaan dengan distribusi tablet oleh Dinas Kesehatan, sedangkan Dinas PPKBPPPA hadir untuk memberikan edukasi.
Selain itu, digunakan juga alat bantu berupa rapor TTD untuk memantau kepatuhan remaja dalam mengonsumsi tablet tersebut.
Program ini telah menjangkau seluruh sekolah, bahkan hingga pondok pesantren di Kabupaten Wonosobo.
Data awal menunjukkan bahwa angka anemia di kalangan remaja cukup tinggi.
“Kalau data awalnya sih lebih dari 50 persen, sekitar 60 sekian persen remaja itu dulu anemia memang,” ungkapnya.
Namun, setelah adanya program edukasi dan kegiatan rutin seperti “Jumat Bersih”, angka tersebut mulai menunjukkan penurunan.
Selain edukasi untuk remaja, upaya pendekatan juga dilakukan terhadap calon pengantin (catin).
Dinas PPKBPPPA Wonosobo memiliki program konseling di setiap kecamatan yang bernama Satya Gatra.
Konseling ini dilakukan sebelum pasangan menikah. Materinya mencakup berbagai aspek penting dalam kehidupan rumah tangga.
"Pernikahan kan bukan hanya ketemu jodoh terus resepsi. Tapi yang penting itu justru perencanaan setelah menikah itu mau seperti apa," jelasnya.
Aryati menegaskan bahwa setiap calon pengantin yang mendaftar di KUA wajib mengikuti konseling ini.
“Saya yakin berarti 100 persen dari catin yang sudah mendaftarkan ke KUA ini pasti sudah terkena atau terimbas dari konseling kami,” lanjutnya.
Pendampingan juga diberikan kepada ibu hamil dan keluarga yang memiliki balita maupun baduta, melalui kader Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Para kader ini bertugas mencatat dan melaporkan perkembangan kondisi keluarga sasaran di lapangan.
“Kita punya 2.034 kader yang tersebar di 265 desa dan kelurahan,” kata Aryati.
Meski demikian, tantangan tidak hanya datang dari sisi teknis.
Baca juga: Dari Remaja Sampai Catin, Wonosobo Gerak Cepat Cegah Stunting Sejak Dini
Selain itu, pendekatan peer-to-peer juga dikembangkan melalui program Genre Tandang.
Cara ini dianggap lebih efektif karena remaja biasanya lebih nyaman berbicara dengan teman sebayanya. (ima/rez)
Tim Siber Polda Jateng Patroli TikTok hingga Sweeping Grup WA, Komen Seperti Ini yang Dicari |
![]() |
---|
Ini Daftar Lengkap Jumlah Orang yang Ditangkap di Masing-masing Polres di Jateng Saat Demo Rusuh |
![]() |
---|
Pemprov Jateng Salurkan Bantuan Keuangan ke Pemkot Pekalongan Sebesar Rp 61 Miliar |
![]() |
---|
Kunjungi Pemkot Pekalongan, Gubernur Ahmad Luthfi Pastikan Pelayanan Publik Tetap Normal |
![]() |
---|
Pemkot Pekalongan Terima Bantuan Keuangan dari Pemprov Jateng Senilai Rp 61 miliar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.