Tribunjateng Hari ini
Mariana Berharap Pasar Johar Semarang Bisa Ramai Kembali
Pedagang Pasar Johar berharap pasar tradisional tersebut bisa ramai lagi.
Penulis: Achiar M Permana | Editor: M Syofri Kurniawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Di salah satu sudut Pasar Johar Tengah Semarang, seorang perempuan paruh baya tampak duduk di balik kios kelontongnya.
Sesekali tangannya merapikan jajaran barang dagangan yang nyaris tak tersentuh pembeli.
Tatapannya gelisah, seakan menunggu siapa saja yang sudi singgah.
Baca juga: Kreativitas Tanpa Batas, Semarang Jadi Panggung Pembuka Customaxi 2025
Dialah Mariana (60), akrab dipanggil Ana, pedagang kelontong yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidup di pasar legendaris ini.

“Awit (sejak) remaja aku sudah jualan di sini. Umurku saiki 60, jadi wis 20 tahun lebih aku hidup dari Johar,” ucap Ana dengan suara pelan, beberapa waktu lalu.
Johar dulu merupakan denyut perdagangan Jawa Tengah.
Semua jenis pedagang pasti bermuara ke pasar ini.
Bahkan, Pasar Johar pernah mendapat predikat pasar terbesar dan termodern di Asia Tenggara pada masanya, yang ditandai dengan rancangan arsitek Belanda Ir Thomas Karsten pada tahun 1939.
Predikat ini diberikan karena luasnya bangunan, kapasitas pedagang yang besar, serta kualitas rancangannya yang efisien dan peka terhadap iklim tropis.
Tinggal cerita
Akan tetapi masa kejayaan itu kini hanya tinggal cerita.
Sejak kebakaran besar di Pasar Johar, pada 2015, ditambah pandemi Covid-19, jumlah pengunjung ke pasar tersebut kian merosot.
“Waktu direlokasi ke Masjid Agung (kawasan Masjid Agung Jawa Tengah/MAJT—Red), pedagang sempat ada peningkatan, tapi setelah balik lagi ke sini ya seperti ini. Sepi,” tutur Ana, sambil sesekali melirik jalan setapak depan kios yang lengang.
“Kadang ramai kalau ada kunjungan wisata atau kegiatan. Tapi habis itu ya sepi lagi,” sambungnya.
Baginya, pesaing utama kini bukan lagi mall, melainkan toko online.
“Pedagang di sini rata-rata sudah sepuh, jadi kurang bisa mainan hp. Kalau online kan sekarang semua ada, harganya murah-murah. Orang lebih milih itu,” ujarnya.
Ana bercerita, pada beberapa waktu lalu, pada akhir Agustus, Pasar Johar kembali ramai.
Dia menduga keramaian itu dikarenakan seusai tutupnya fasilitas live dari media sosial Tiktok.
“Pernah ramai sebentar waktu live Tiktok sempat diblokir karena orang-orang online enggak bisa jualan. Jadi pembeli sempat datang lagi ke pasar. Tapi setelah (live Tiktok) dibuka lagi, ya (pasar) kembali sepi,” tuturnya.
Meski begitu, Ana masih menyimpan harapan.
Ia ingin Pasar Johar kembali bergeliat seperti dulu, menjadi pusat kulakan utama yang tak tergantikan.
“Pinginnya pasar bisa rame lagi, kayak dulu. Johar itu kan pusatnya. Cuma ya bingung, mulainya dari mana,” ucapnya pelan, seraya mengusap meja kayu kiosnya yang mulai kusam.
Kian memprihatinkan
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Paguyuban Pedagang Johar dan Perdagangan (PPJP) Rayon Pasar Johar, Surachman, menyebut kondisi Pasar Johar kian memprihatinkan.
Di tengah bangunan pasar yang megah usai direvitalisasi, sejumlah kios kini terlihat kosong dan tak lagi beroperasi.
Banyak pedagang yang menyerah karena tidak sanggup menanggung biaya operasional.
“Ada banyak tempat kios akhirnya ditutup atau digadaikan. Pedagang sudah tidak kuat bertahan karena omzet terus menurun,” ujar Surachman, Kamis (18/9/2025).
Menurut Surachman, penurunan tajam terjadi sejak kebakaran 2015 hingga pandemi Covid-19.
Saat ini, omzet rata-rata pedagang tinggal 30-40 persen dibandingkan sebelum bencana itu terjadi.
“Turunnya pengunjung itu bisa sampai 60-70 persen. Banyak yang gulung tikar karena modal habis, akhirnya kios dibiarkan kosong,” imbuhnya.
Perdagangan daring
Surachman menambahkan, faktor terbesar penyebab turunnya penjualan adalah maraknya perdagangan daring.
“Kalau mal, pengaruhnya tidak terlalu besar karena segmennya berbeda. Tapi (toko) online itu semua barang ada, harganya murah, masyarakat lebih memilih itu,” katanya.
Kosongnya sejumlah kios membuat suasana pasar semakin lengang.
Hanya di momen tertentu, seperti seminggu jelang Lebaran, terlihat ada sedikit peningkatan pengunjung.
Namun hal itu tidak cukup menutup kerugian pedagang.
“Kondisi ini jelas berpengaruh pada retribusi pasar juga. Kalau kios kosong, otomatis pemasukan dari situ berkurang. Padahal Johar dulu pusat perdagangan, sekarang malah makin ditinggalkan,” terang Surachman.
Dia berharap, ada langkah nyata dari pemerintah, tidak hanya solusi parsial.
“Minimal ada perhatian serius untuk menjaga agar pedagang tetap bertahan. Kalau tidak, kios-kios kosong ini akan semakin banyak, dan Pasar Johar bisa kehilangan rohnya sebagai pasar tradisional terbesar di Jawa Tengah,” tandasnya. (Rezanda Akbar D)
Baca juga: Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Siapkan Skema Konektivitas Kawasan Heritage Semarang Lama
Kreativitas Tanpa Batas, Semarang Jadi Panggung Pembuka Customaxi 2025 |
![]() |
---|
Jenazah Korban Longsor Tambang Bawah Tanah Freeport Dimakamkan di Cilacap |
![]() |
---|
Tangan Abdullah Terjepit saat Atap Teras Kantor Pemerintahan Terpadu Brebes Ambruk |
![]() |
---|
Eprisa Merasa Terbantu Fasilitas Ramah Disabilitas di UMP Purwokerto |
![]() |
---|
3.065 Atlet Mahasiswa dari 36 Provinsi Ikuti Pomnas di Semarang dan Solo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.