Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Purbalingga

Kisah Sulemi, Eks Cakrabirawa Asal Purbalingga: Dari Stigma G30S hingga Disegani Warga

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S/ PKI adalah sebuah peristiwa kelam yang didalangi

Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Farah Anis Rahmawati
ISTRI SULEMI - Sri Pangestuningsih, istri almarhum Sulemi saat menujukan foto nya bersama dengan almarhum suaminya, Selasa (30/9/2025). 


"Dulu sekitar tahun 1983, bapak sempat kerja di Tanjung Priok kurang lebih ada 1,5 tahunan. Tapi akhirnya pulang lagi kesini, setalah ada peristiwa Tanjung Priok di tahun 1984," tuturnya. 


Setelah kembali ke Purbalingga, Sulemi belum kembali mendapatkan pekerjaan. Menurutnya, sang suami masih kesusahan untuk mendapatkan kerja. 


Namun karena Sri sudah terbiasa berjualan sejak ia masih kecil, ia pun akhirnya memutuskan untuk berdagang. 


Dalam kehidupan sehari-hari, mereka saling membantu. Saat Sri berjualan di pasar, Sulemi membantu pekerjaan di rumah, mulai dari memasak hingga bersih-bersih. 


Selain itu, Sri juga menceritakan dalam aktivitas sehari-hari, Sulemi dikenal sebagai orang yang cukup aktif dalam kegiatan sosial dan sering mengurus musala. Sehingga lambat laun stigma negatif tentangnya pun mulai berkurang. 


Namun masalah akibat melekatnya nama Sulemi dengan peristiwa G30S/PKI sempat kembali datang saat putranya hendak mendaftar sebagai anggota polisi. 


"Saat itu, kami mendapatkan kiriman surat kaleng. Katanya anak kami tidak bisa jadi polisi karena anak bekas G30S. Terus bapak dipanggil untuk klarifikasi," katanya. 


Sri melanjutkan, setelah klarifikasi Sulemi sempat memberikan pembelaan dengan mengatakan tidak ada surat keputusan yang menyatakan bahwa anak G30S tidak boleh menjadi polisi. 


"Tapi karena perjuangan Gus Dur, saat itu, akhirnya anak saya boleh mendaftar dan akhirnya sekarang sudah jadi polisi. Sekarang anak saya mengabdi di Banjarnegara," ucapnya. 


Seiring waktu berjalan, Sulemi pun semakin disegani oleh masyarakat sekitar tempat mereka tinggal. Sulemi bahkan sempat diangkat sebagai ketua RT dalam waktu yang cukup lama. Bahkan saat Sulemi mengembuskan nafas terakhirnya, ia masih aktif menjabat sebagai ketua RW. 


"Sosok bapak bagi saya itu seperti tokoh, saya merasa bahagia mengenalnya. Alhamdulilah saat meninggal beliau juga dalam keadaan tersenyum, semoga beliau meninggal dalam keadaan khusnul khotimah," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved