Berita Kendal
Misteri Kematian Setianingsih di Boja Kendal, Menutup Diri Sejak Wabah Pandemi Covid-19
Aroma tak sedap masih menguar di dalam rumah Setianingsih, 3 hari selepas ia ditemukan meninggal membusuk di Dukuh Somopuro
Penulis: Agus Salim Irsyadullah | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Aroma tak sedap masih menguar di dalam rumah Setianingsih, 3 hari selepas ia ditemukan meninggal membusuk di Dukuh Somopuro, Desa Bebengan, Boja, Kendal, pada Sabtu (1/11/2025).
Di rumah dengan daun pintu yang selalu tertutup itu, menyimpan kisah pelik yang masih menjadi misteri.
Setianingsih yang dulu dikenal mudah bersosialisasi, perlahan menutup diri sejak wabah pandemi hingga akhir hayatnya.
Saat kami berkunjung pada Selasa (4/11/2025), rumah Setianingsih berada di gang sempit, dan saling berdekatan dengan rumah tetangga.
Akses masuk ke rumahnya, hanya cukup dilalui sepeda motor. Beberapa tetangga kemudian menyambut kedatangan kami.
"Tidak usah takut mas, mari masuk saya temani," kata seorang tetangga.
Di rumah seukuran kurang lebih 5x10 meter itu, kondisinya cukup berantakan. Kursi, kasur hingga springbed dibiarkan saling bertumpuk. Beberapa di antaranya ditaruh di depan rumah.
Baca juga: Mantap! Tim Sepak Bola Jateng Raih Medali Emas Popnas 2025
Di bagian belakang, terdapat sebuah kulkas dan perkakas dapur yang masih utuh.
Sementara, lokasi kamar ditemukannya Setianingsih meninggal membusuk telah dibersihkan, dan disemprot disinfektan oleh warga.
Tetangga sekitar, Joko menjadi satu di antara warga bersama polisi yang ikut mendobrak pintu rumah Setianingsih yang ditemukan tewas membusuk.
Upaya pendobrakan membutuhkan waktu sedikit lama, karena pintu terganjal kursi sofa berukuran besar.
Brakkk! Pintu seketika terbuka, aroma tak sedap langsung menguar hingga keluar rumah.
Tepat di belakang Sofa, anak sulung Setianingsih, Putri Setia Gita Pratiwi (23) seolah ketakutan.
Kedua tangannya berusaha menutup wajannya yang pucat pasi. Sedangkan adiknya, Intan Ayu Sulistyowati (17), sudah tak sadarkan diri.
Dalam kekalutan yang membuncah, Joko terus menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
Tapi mulut putri tertutup rapat, seolah menjaga amanah sang bunda agar tak memberitahu keadaan keluarga kepada tetangga.
"Saya ikut mendobrak karena tercium bau yang sudah menyengat. Terus saya lihat dua anaknya sudah lemas, yang 1 pingsan yang 1 lemas,"
"Pas waktu tak tanya di mana ibu, dia tidak menjawab. Dia malah seolah ketakutan." katanya.
Segera Joko langsung menuju sumber aroma busuk yang semakin pekat. Matanya terbelalak, kulitnya merinding begitu melihat Setianingsih terbujur kaku dengan aroma tak sedap. Jenazah lalu segera dievakuasi.
Sosok Setianingsih
Joko mengatakan Setianingsih bukan warga asli Somopuro. Bersama dua anaknya, Putri Setia Gita Pratiwi (23) dan Intan Ayu Sulistyowati (17), Setianingsih pindah dari Semarang ke desa tersebut pada 2019.
Intan memiliki sedikit gangguan psikis sehingga aktivitasnya terbatas. Kakaknya, Putri sempat menjadi penjaga toko kelontong di sekitar komplek perkampungan.
Namun pekerjaan itu ditinggalkan setelah Putri mengeluh lemas berkepanjangan. Sejak saat itu pula, Putri menjadi sosok pendiam.
Di tahun pertama, Setianingsih yang dipandang sebagai kalangan menengah, dikenal kerap membaur bersama warga. Dia aktif dalam berbagai kegiatan desa.
Tapi wabah pandemi 5 tahun silam, turut merubah nasibnya. Setianingsih cenderung menutup diri, dengan rumah yang selalu tertutup.
"Dulunya ya pas awal-awal di sini aktif. Tapi semenjak covid-19 sampai kemarin sebelum meninggal itu jarang keluar,"
Tak ada yang tahu persis alasan Setianingsih menutup diri. Berbekal empati, Joko berniat silaturahmi dengan membawa makanan, namun anak sulung Setianingsih membatasi interaksi.
"Saya pernah ngasih berkat ada selametan itu, tapi anaknya tidak mendekat. Hanya nunggu di samping pagar," imbuhnya.
Tahun demi tahun berlalu, aktivitas di rumah Setianingsih masih sama. Warga juga tak menaruh curiga meski Setianingsih mulai jarang keluar rumah, hingga ditemukan tak bernyawa.
"Lampu rumahnya itu selalu hidup pas magrib, kemudian dimatikan setelah jam 9-10 malam," tuturnya.
Hingga kini, tabir kematian Setianingsih masih misteri. Di desa yang ia tinggali sejak 2019 itu, ia hidup tanpa sanak saudara.
Beredar kabar, sanak saudara Setianingsih masih menetap di Semarang. Namun hubungan keduanya dikabarkan tak akur.
Diduga Frustasi
Kepala Desa Bebengan, Wastoni menuturkan Setianingsih tak memiliki riwayat penyakit semasa hidupnya. Ia menduga, Setianingsih mengalami frustasi sebelum akhir hidupnya.
Dugaan itu diperkuat oleh kegiatan ekonomis Setianingsih yang kerap berbelanja dengan jumlah banyak. Barang kebutuhan pokok itu diantar menggunakan becak motor setiap bulan sekali.
Ia tak tahu persis kapan terakhir kali Setianingsih belanja dalam jumlah besar. Namun pada Sabtu (4/10/2025), anak sulung Setianingsih membeli roti di warung terdekat sejumlah Rp 100 ribu.
Informasi yang ia peroleh dari tetangganya, roti itu bakal ia konsumsi bersama adik dan ibunya yang menolak makan nasi.
"Itu sempat beli roti katanya mau buat persiapan makan selama beberapa hari. Karena ibunya sudah tidak mau makan nasi lagi," ujarnya.
Wastoni menerangkan, Setianingsih diduga meninggal dunia karena rasa frustasi amat dalam yang dirasakan.
Sewaktu tinggal di desanya, Setianingsih kerap belanja dalam jumlah besar selama sebulan sekali. Kabar yang beredar, suami Setianingsih memiliki usaha di daerah Kalimantan.
Setelah suami Setianingsih meninggal sekitar 2017, menurut Wastoni, keluarga Setianingsih mendapat pesangon maupun bantuan CSR dari perusahaan mendiang suaminya.
Lanjut Wastoni, pesangon itu yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga Setianingsih.
"Informasinya kan suaminya kerja di Kalimantan, setelah meninggal 2017 lalu, kemungkinan Setianingsih dapat kiriman uang dari sana," imbuhnya.
Semakin tahun kebutuhan semakin bertambah, namun kondisi keuangan dan tabungan Setianingsih diduga mulai berkurang, hingga akhirnya habis tak tersisa tanpa diimbangi pemasukan yang sepadan.
Hal itu kemudian diduga menjadi penyebab Setianingsih mengalami frustasi dan meninggal tanpa jejak.
"Mungkin karena terbatas ekonominya dan merasa berat kehidupan akhirnya diduga frustasi terus sakit," tandasnya. (ags)
eksklusif
saksikata
multiangle
tribunjateng.com
mati kelaparan di Kendal
ibu dan anak kelaparan di Kendal
Muh Radlis
Agus Salim Irsyadullah
| Terkendala Rumah-Rumah, Normalisasi Sungai Kendal Hanya Dilakukan di Sisi Utara |
|
|---|
| Kaget! Baru Bangun Tidur, Pria Asal Pemalang Sudah Ditunggu Petugas BNN di Depan Kamar Penginapan |
|
|---|
| Pengerjaan Tanggul Darurat Kali Bodri Kendal Dilanjutkan, Pemasangan Terkendala Struktur Bebatuan |
|
|---|
| Birahi Perangkat Desa di Kendal 5 Bulan Lalu: Sekali tapi Langsung Hamil |
|
|---|
| Alasan Ali Aniaya ODGJ Lansia Hingga Tewas di Kendal, Karena Sering Buang Hajat di Depan Rumah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251103_JENGUK-KELUARGA-Bupati-Kendal-Dyah-Kartika-Permanasari.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.