Tribunjateng Hari ini
Korban Tewas Ponpes Ambruk di Sidoarjo Bertambah Jadi 16 Orang
Korban meninggal dunia akibat reruntuhan musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, Jawa Timur, bertambah dua orang.
Penulis: Achiar M Permana | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, SIDOARJO - Korban meninggal dunia akibat reruntuhan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny Sidoarjo, Jawa Timur, bertambah dua orang.
Tim SAR gabungan masih melanjutkan proses evakuasi korban reruntuhan Ponpes Buduran, demikian Ponpes Al Khoziny biasa disebut, dengan menggunakan sejumlah alat berat seperti crane dan ekskavator.
Alat berat untuk membuka akses ruang yang ditimpa puing-puing bangunan. Tujuannya ialah agar posisi-posisi korban dapat terlihat.
Memasuki hari keenam evakuasi, Sabtu (4/10/2025), korban meninggal dunia yang ditemukan tim SAR gabungan terus bertambah.
Hingga Sabtu pukul 16.15, dua korban ditemukan.
"Total terdapat dua korban berhasil diekstrikasi pada hari keenam di sektor A2," kata Direktur Operasi BNPB, Laksamana TNI Yudhi Bramantyo, Sabtu.
Korban meninggal dunia yang ditemukan pada pukul 14.35 dan 16.15.
Namun, identitasnya belum diketahui dan jenazah korban langsung dibawa ke RS Bhayangkara Polda Jatim untuk proses identifikasi.
"Proses evakuasi masih terus berlangsung. Pembersihan puing difokuskan ke sisi utara pada bagian yang tidak terintegrasi dengan struktur utama," terang Bramantyo.
Dengan begitu, korban runtuhan musala Ponpes Buduran hingga kini berjumlah 120 orang, 29 di antaranya berhasil dievakuasi petugas, sementara sisanya evakuasi mandiri.
Sebanyak 16 orang dinyatakan meninggal dunia dan 104 orang selamat. Namun, 47 orang lainnya masih dalam proses pencarian.
Diketahui, bangunan yang difungsikan sebagai mushala tiga lantai di area asrama putra Ponpes Al Khoziny Sidoarjo ambruk dan menimpa para santri saat sedang melakukan salat asar berjemaah sekitar pukul 15.00, Senin (29/9/2025) lalu.
Berdasarkan analisis tim SAR gabungan, penyebab ambruknya bangunan mushala Ponpes Al Khoziny adalah kegagalan konstruksi akibat ketidakmampuan menahan beban dari kapasitas seharusnya.
Sulit teridentifikasi
Di sisi lain, korban meninggal dunia akibat runtuhan musala Ponpes Buduran sulit teridentifikasi.
Sebanyak sembilan jenazah yang ditemukan petugas SAR gabungan, pada Jumat (9/10/2025), belum diketahui identitasnya.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jatim masih melakukan identifikasi.
Namun, tim DVI mengalami sejumlah kendala karena jenazah yang ditemukan di dalam runtuhan Ponpes Al Khoziny tersebut sulit teridentifikasi.
Kepala DVI Polda Jatim, Kombes Pol Wahyu Hidajati, mengatakan, jenazah yang ditemukan beberapa hari setelah kematian akan mengalami beberapa fase sebelum akhirnya pembusukan.
"Kondisinya jauh berbeda dibanding hari pertama karena ada proses sehingga ini tidak mudah dikenali. Harus ada ilmu tambahan agar jenazahnya tidak tertukar," kata Wahyu, Sabtu.
Kendala pertama, sering kali santri saling berbagi atau meminjam barang satu sama lain sehingga, bermodal pakaian, sarung, dan sebagainya tidak cukup.
Kedua, sidik jari.
Identifikasi melalui sidik jari akan lebih mudah apabila kondisi tubuh jenazah masih segar.
Selain itu, para santri yang menjadi korban mayoritas belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sehingga sulit terdeteksi.
"Ketiga, dari gigi, supaya gampang ketemu, giginya harus unik, misal gingsul atau tonggos, bogang, tambalan. Kalau bagus semua, susah," bebernya.
Keempat, dari DNA korban.
Tim DVI Polda Jatim telah mengumpulkan DNA keluarga melalui air liur, darah, dan rambut, sejak Kamis (2/10/2025) lalu, sebanyak 59 sampel.
"Kemarin sudah ambil DNA, tapi juga butuh waktu. Semakin jelek kualitas sampelnya, semakin susah, sel-selnya kalau sudah busuk," katanya.
Setelah pengambilan sampel DNA, tim DVI akan mengirimkan ke Jakarta untuk proses pencocokan.
Setidaknya, butuh waktu minimal tiga hari dan maksimal dua minggu hasilnya akan keluar.
"Enggak bisa dipercepat lagi, minimal tiga hari, maksimal dua minggu. Kalau ada jenazah baru, kami ikutkan gelombang kedua dan kami kirim lagi," ucapnya.
Tim DVI meminta agar keluarga yang memiliki foto para korban dapat dikirim ke petugas untuk mendukung proses pencocokan.
Namun, hal itu juga tidak mudah.
Sebab, kondisi tubuh manusia yang sudah mengalami fase kematian 1 x2 4 jam akan membengkak.
Kemudian, 2 x 24 jam akan mulai menghitam dan kulit mengelupas.
Keluarga korban sempat meminta agar dapat diizinkan melihat langsung jenazah yang sudah ditemukan dengan tujuan mengidentifikasi melalui pengamatan mata telanjang.
Namun, permintaan tersebut belum dapat dipenuhi oleh tim DVI Polda Jatim karena kondisi jenazah yang mulai berubah bentuk akan menimbulkan perasaan emosional tinggi.
"Ketika jenazah dijejerkan, umumnya sudah mulai berubah bentuk. Kekalutan itu muncul, jadi pengen segera bertemu, padahal belum tentu yang menurut keluarga itu anaknya, tetapi ternyata bukan," tuturnya. (Kompas.com)
IDH Urban 2025 Seri 2, Lintasan High Speed Tegalsari Semarang Panaskan Adu Cepat Downhiller |
![]() |
---|
Toyota Corolla Supriyadi Tiba-tiba Terbakar saat Melaju di Tol Kendal |
![]() |
---|
Anak-anak Muda Hidupkan Malam di Pekojan lewat Street Coffee |
![]() |
---|
Korban Kasus Penipuan Koperasi BLN Menanti Gerak Cepat Polisi, Banyak Nasabah Berlatar Pensiunan |
![]() |
---|
Bahtiar Keluhkan Truk Putar Arah di Mranggen Bikin Macet Parah Jalan Semarang-Demak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.