Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

7 Pernyataan RDA Soal Pelecehan Kepala SPPG, dari Duduk Mepet hingga Kepo Galeri Saat Kerja

Pelecehan Kepala SPPG Bekasi ke bawahan.. korban berinisial RDA (28) mengaku tindakan tak pantas itu pertama kali dialaminya ketika menjalani wawancar

Penulis: Puspita Dewi | Editor: galih permadi
TikTok
DUGAAN PELECEHAN KEPALA SPPG-Kevin Pradana (MKP) adalah kepala SPPG Bekasi. Ia diduga melakukan pelecehan terhadap korban. 

7 Pernyataan RDA Soal Pelecehan Kepala SPPG, dari Duduk Mepet hingga Kepo Galeri Saat Kerja

TRIBUNJATENG.COM – Kasus dugaan pelecehan yang dilakukan oleh seorang Kepala SPPG Bekasi, Muhammad Kevin Pradana (MKP), terhadap bawahannya berinisial RDA (28), masih menjadi perbincangan hangat publik.


Rekaman CCTV yang diunggah akun TikTok @feegramindo memperlihatkan interaksi antara keduanya di dalam kantor, dan dengan cepat viral di media sosial. Dalam video tersebut tampak pelaku berdiri terlalu dekat dengan korban hingga membuat banyak netizen geram.

Video yang berdurasi kurang dari satu menit itu kini telah ditonton lebih dari 500 ribu kali dan dibanjiri komentar bernada marah.

“Namanya Muhammad Kevin Pradana. Gue bongkar ya rekaman CCTV-nya, gue nggak takut,” kata korban dalam unggahan yang kini tersebar di berbagai platform.

Di tengah ramainya reaksi publik, RDA akhirnya membeberkan secara terbuka bagaimana perlakuan MKP sejak hari pertama ia melamar kerja hingga mengalami dugaan kekerasan fisik.
Berikut tujuh pernyataan lengkap RDA yang menggambarkan rangkaian kejadian yang dialaminya.

1. “Sejak Interview Kerja Sudah Duduk Dekat-dekat”

RDA mengaku bahwa rasa tidak nyaman sudah muncul sejak 3 Oktober 2025, ketika dirinya menjalani wawancara kerja di kantor SPPG Bekasi.
Menurutnya, MKP tidak menjaga jarak dan cenderung bersikap terlalu akrab untuk ukuran wawancara profesional.

“Baru pertama kali ketemu saja sudah tidak nyaman. Dia duduk mepet banget, bahkan wajahnya hampir menyentuh saya,” ujarnya.

 

RDA mengatakan bahwa cara MKP menatap dan mendekat seolah bukan sikap seorang atasan yang sedang melakukan rekrutmen, melainkan upaya untuk membuatnya tertekan secara psikologis.
Ia mengaku sempat ingin mengakhiri sesi wawancara lebih cepat, tetapi terpaksa bertahan karena membutuhkan pekerjaan.

 

2. “Dia Buka Galeri dan Tas Saya Tanpa Izin”

Masih dalam sesi wawancara, RDA mengungkap bahwa MKP sempat mengambil ponselnya dan membuka galeri foto tanpa izin.

“Dia buka HP saya, lihat-lihat foto, terus buka tas saya katanya ingin tahu apa isinya. Saya kaget dan merasa dilecehkan,” katanya.

 

Menurut RDA, tindakan itu membuatnya bingung dan takut. Ia tidak berani menegur karena situasinya masih dalam proses seleksi kerja.

“Saya pikir kalau saya melawan, saya enggak bakal diterima kerja. Jadi saya diam saja, tapi di dalam hati saya benar-benar ketakutan,” ucapnya lirih.

 

 

3. “Disuruh Datang Tanpa Kerudung”

Beberapa hari setelah wawancara, RDA mengaku menerima pesan pribadi dari MKP yang sangat tidak pantas.
Dalam pesan tersebut, pelaku meminta agar dirinya datang ke kantor tanpa mengenakan kerudung.

“Dia bilang, boleh enggak kalau nanti enggak usah pakai kerudung. Saya langsung matikan HP dan nangis,” tuturnya.

 

Bagi RDA, permintaan itu bukan hanya melecehkan secara pribadi, tetapi juga menunjukkan sikap tidak menghormati identitas dan keyakinannya.

“Saya merasa dia sengaja uji reaksi saya, seperti menganggap perempuan enggak punya batasan,” katanya.

 

 

4. “Dia Bentak Saya di Depan Semua Orang”

Setelah resmi diterima bekerja di SPPG Bekasi, RDA mengatakan bahwa MKP menunjukkan sikap yang semakin kasar.
Insiden paling memalukan terjadi pada 6 Oktober 2025, ketika dirinya meminta berkas administrasi namun justru dimarahi di depan banyak orang.

“Dia tiba-tiba marah besar, ngomel sambil membentak saya di depan semua orang. Alasannya sepele, cuma karena saya tanya dokumen kerja,” jelasnya.

 

Menurut RDA, bentakan itu disertai nada intimidatif dan ekspresi yang menakutkan. Rekan-rekan kerjanya disebut hanya bisa diam karena MKP dikenal galak dan mudah marah.

“Saya hampir menangis di tempat. Tapi saya tahan karena takut malah makin dimarahi,” tambahnya.

 

 

5. “Sering Dipojokkan dan Didekati Secara Fisik”

Setelah insiden marah-marah itu, MKP justru berusaha ‘mendekati’ korban lagi. Namun kali ini dengan cara yang lebih agresif.
RDA menyebut pelaku sering mencari kesempatan untuk berbicara empat mata di ruangan tertutup, bahkan sampai memojokkan dirinya secara fisik.

“Dia sering memojokkan saya ke tembok, berdiri sangat dekat sampai saya enggak bisa bergerak. Saat saya teriak, orang kira saya bercanda,” ceritanya.

 

Perilaku tersebut membuat RDA mengalami tekanan psikologis berat. Ia mulai takut datang ke kantor, dan setiap kali melihat MKP, tubuhnya gemetar.

“Saya tidak bisa kerja dengan tenang. Rasanya seperti dijebak setiap hari,” ungkapnya.

 

 

6. “Saya Dipukul Sampai Bibir Berdarah”

Puncak kejadian terjadi pada 15 Oktober 2025, ketika RDA mengalami dugaan kekerasan fisik di dalam ruangan kerja.
Menurut pengakuannya, MKP mendorong dan memukul bibirnya hingga berdarah.

“Dia dorong dan pukul bibir saya. Sakit sekali sampai berdarah sedikit,” ujarnya dengan suara bergetar.

 

Setelah insiden itu, RDA mengaku tidak sanggup lagi bertahan di kantor. Ia memutuskan untuk meninggalkan tempat kerja tanpa berpamitan.
Namun pelaku masih berusaha menghubungi dan mengintimidasi lewat pesan, membuat korban semakin ketakutan.

 

7. “Saya Hanya Ingin Kerja Tanpa Takut”

Merasa tidak aman, RDA akhirnya melapor ke Polres Metro Bekasi Kota pada 20 Oktober 2025.
Laporan itu teregistrasi dengan nomor LP/2652/K/X/SPKT/2025/Restro Bekasi Kota.
Dalam laporannya, RDA menegaskan bahwa ia tidak mencari sensasi, melainkan ingin menegakkan keadilan.

“Saya hanya ingin kerja tanpa takut, tanpa pelecehan, tanpa ancaman. Saya enggak mau ada perempuan lain yang ngalamin hal sama,” katanya.

 

 

Kasus ini kini tengah dalam penyelidikan pihak kepolisian. Namun di sisi lain, publik terus mendesak agar SPPG Bekasi dan lembaga terkait segera menonaktifkan MKP selama proses hukum berlangsung.
Tagar #JusticeForRDA juga mulai ramai di media sosial, dengan banyak warganet yang memberikan dukungan moral kepada korban.

Psikolog dari Pusat Pendampingan Korban Kekerasan, Ria Anindita, menilai kasus ini mencerminkan masih lemahnya perlindungan bagi perempuan di tempat kerja.

“Sering kali pelecehan verbal dan fisik dibungkus dalam relasi kekuasaan antara atasan dan bawahan. Korban biasanya takut bersuara karena khawatir kehilangan pekerjaan,” ujarnya.

 

RDA sendiri kini didampingi oleh tim kuasa hukum dan lembaga pendamping perempuan untuk menempuh proses hukum lebih lanjut.
Publik menanti langkah tegas kepolisian, sekaligus berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lingkungan kerja menjadi tempat yang aman dan bebas dari pelecehan.

(*)

 

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved