Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tribun Jateng Hari Ini

Banyak Anak Tak Sadar Terseret Aksi Demonstrasi 

Ada yang ikut karena ajakan teman, ada pula yang dibujuk dengan dalih menonton konser musik atau pertandingan sepakbola.

Editor: Vito
Istimewa/Dok Divisi Humas Polri
BERI KETERANGAN - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi memberi keterangan usai mengikuti FGD yang digelar Polri, di Jakarta, Selasa (4/11). Sejumlah kasus menunjukkan anak-anak kerap terseret dalam aksi demonstrasi tanpa benar-benar memahami risikonya. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Sejumlah kasus menunjukkan anak-anak kerap terseret dalam aksi demonstrasi tanpa benar-benar memahami risikonya. 

Ada yang ikut karena ajakan teman, ada pula yang dibujuk dengan dalih menonton konser musik atau pertandingan sepakbola, namun justru diturunkan di lokasi aksi.

Fenomena itu menjadi sorotan utama dalam Forum Group Discussion (FGD) bertajuk 'Sinergi Antar Lembaga untuk Terlindunginya Hak-Hak Anak yang Berhadapan dengan Hukum', yang digelar Polri, di Jakarta, Selasa (4/11).

FGD itu menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga untuk mencegah keterlibatan anak dalam situasi berisiko, sekaligus menjamin pemenuhan hak-hak mereka.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi mengatakan, pendekatan berperspektif perlindungan anak harus menjadi prinsip utama dalam setiap proses hukum.

“Kami menemukan banyak anak yang tidak tahu bahwa demonstrasi yang mereka ikuti bisa berujung anarki. Mereka ikut karena rasa ingin tahu, ajakan teman, atau informasi di media sosial,” katanya.

Menurut dia, keterlibatan anak dalam aksi massa seringkali membuat orangtua terkejut dan khawatir ketika anak mereka harus berhadapan dengan proses hukum.

Meski demikian, Arifatul menyatakan, pemerintah bersama Polri dan lembaga terkait memastikan hak-hak anak tetap terpenuhi. Anak-anak yang tengah menjalani proses hukum dipastikan tetap bisa melanjutkan pendidikan secara daring.

“Tidak ada satu pun kementerian atau lembaga yang bisa berjalan sendiri. Semua harus berkolaborasi dan bersinergi. Hari ini kami melaksanakan semangat itu bersama,” ucap Arifatul.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Pol Nunung Syaifuddin menyampaikan, sebanyak 332 anak terlibat kasus unjuk rasa yang berujung kericuhan pada akhir Agustus 2025. Data itu dihimpun dari 11 polda di seluruh Indonesia.

"Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri hingga tanggal 3 November 2025 mencatat terdapat 332 anak yang terlibat dalam kasus kerusuhan pada aksi unjuk rasa di 11 polda di seluruh Indonesia," bebernya.

Ia menyebut, Polda Jawa Timur menempati posisi tertinggi anak yang terlibat kasus demo ricuh yakni 144 anak, disusul Jawa Tengah 77 anak, kemudian Jawa Barat 34 anak, Polda Metro Jaya 36 anak, dan sisanya tersebar di DIY, NTB, Lampung, Kalbar, Sulsel, Bali, dan Sumsel.

"Dari total 332 anak tersebut, 160 anak telah menjalani diversi, 37 anak ditangani dengan pendekatan restoratif justice, 28 anak berada pada berkas tahap 1, kemudian 73 anak berada pada tahap 2, sementara 34 anak sudah P21," jelasnya.

Nunung menyatakan, lebih dari 90 persen anak yang terlibat merupakan pelajar SMP hingga SMK, sementara sisanya masih mengikuti program kejar paket. 

Dia menambahkan, sebagian besar anak tersebut bukan pelaku kriminal murni, melainkan terseret karena ikut-ikutan, termobilisasi massa, atau tidak memahami konsekuensi hukum dari tindakannya.

"Ketika seorang anak terjerumus dalam kekerasan, kerusuhan, atau proses hukum lainnya, maka yang terguncang bukan hanya masa depannya, tetapi juga nurani dan peradaban kita sebagai bangsa," tukasnya.

Nunung mengungkapkan, ada empat langkah konkret yang disiapkan, di antaranya kebijakan lintas sektoral dalam penanganan anak bermasalah hukum yang terlibat dalam aksi sosial dan unjuk rasa, membuat SOP koordinasi antarlembaga, dan penerapan diversi serta restoratif justice.

"Selanjutnya, menyusun rencana aksi nasional, serta memperkuat edukasi dan literasi digital agar anak tidak mudah terprovokasi untuk terlibat dalam aksi berisiko hukum," jelasnya.

Ia menekankan, Bareskrim juga terus memperkuat Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO, meningkatkan kapasitas penyidik, membangun Ruang Pelayanan Khusus Ramah Anak (RPK) di seluruh wilayah.

Selain itu juga menggandeng Kemen PPA, Kemensos, Bapas, dan lembaga masyarakat untuk pendampingan anak. (Tribunnews/Reynas Abdila)

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved