Berita Nasional
Pameran 'Jangka' di Bentara Budaya Yogyakarta: Seni Rupa Menafsirkan Ramalan dan Harapan
Bentara Budaya menghadirkan beragam kegiatan seni, pameran, diskusi, pertunjukan, dan literasi untuk memperkaya wacana budaya bangsa.
TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA – Bentara Budaya senantiasa menghadirkan beragam kegiatan seni, pameran, diskusi, pertunjukan, dan literasi untuk memperkaya wacana budaya bangsa.
Bentara Budaya Yogyakarta kembali menghadirkan pameran seni rupa dengan tajuk “JANGKA”, yang resmi dibuka pada Senin, 15 September 2025 pukul 19.00 WIB di ruang pamer Bentara Budaya Yogyakarta, Jl. Suroto No. 2, Kotabaru.
Acara pembukaan turut dimeriahkan oleh kelompok musik Jazz Mben Senen, dan dihadiri para seniman peserta, serta masyarakat umum.
Pameran ini menghadirkan karya-karya yang mengolah tradisi tafsir, ramalan, dan simbol magis ke dalam medium seni rupa kontemporer.
Menafsirkan kata Jangka sebagai ramalan, wirayat, nujum, atau tanda-tanda masa depan yang hidup dalam tradisi dan kebudayaan masyarakat.
Para kontributor pameran antara lain: Athonk Sapto Raharjo, Bambang Toko, Budi Ubrux, Deidra Mesayu, Hadi Wiratmo Kliwon, Hermanu, Noel (Pak Well), Sindhunata, Subandi Giyanto, dan Subiyanto.
Tafsir atas Ramalan, Harapan, dan Tanda Zaman
Kurator sekaligus perupa Hermanu dalam pengantar kuratorialnya menjelaskan, ramalan bukan semata prediksi, melainkan cermin harapan, doa, bahkan kegelisahan manusia.
Sejarah Nusantara menyimpan kisah besar tentang ramalan: mulai dari Ramalan Jayabaya, kisah para Wali, hingga pranata mangsa yang digunakan petani membaca musim.
Dalam tradisi lain, dikenal pula tarot, Ciam Si, atau astrologi yang berkelindan dengan mitos, religi, maupun ilmu pengetahuan.
Baca juga: Bentara Budaya Jakarta Hidupkan Suara Rakyat Lewat Pameran Moelyono dan Seni Rupa Ludrukan Desa
Menurut Hermanu, ramalan hidup di wilayah abu-abu: antara keyakinan dan keraguan, antara takhayul dan ilmu, antara hiburan dan tuntunan.
Di situlah “jangka” berfungsi, menghadirkan rasa aman di tengah ketidakpastian.
“Orang percaya pada ramalan karena ingin merasa tenang menghadapi masa depan. Meski ia sadar, ramalan bisa benar bisa juga meleset,” ujarnya.
Lebih jauh, Hermanu menyebut bahwa ramalan sering kali bekerja sebagai bahasa simbolis.
Ia tidak hanya meramalkan sesuatu, tetapi sekaligus memberi arah moral dan sosial.
Ramalan Jayabaya, misalnya, bukan sekadar nubuat politik, tetapi juga teguran agar manusia tidak terjebak dalam kerakusan kekuasaan.
Tarot dan Ciam Si pun bukan hanya permainan, melainkan cara menyelami batin, mencari keseimbangan, dan merawat keyakinan diri.
Seni sebagai Tafsir Baru atas Ramalan
Melalui pameran ini, para seniman mencoba menafsirkan kembali dunia ramalan ke dalam bahasa rupa.
Karya-karya yang ditampilkan merefleksikan bagaimana manusia menakar masa depan: ada yang menanggapi dengan satire, ada yang dengan religiusitas, ada pula yang dengan humor.
Semua menghadirkan “Jangka” sebagai tafsir kontemporer yang tetap bersumber dari akar tradisi.
Baca juga: Bentara Budaya Yogyakarta Rayakan Jejak Kompas Gramedia Lewat Pameran Kriwikan Dadi Grojogan
Dengan demikian, JANGKA bukan sekadar pameran seni rupa, tetapi juga ruang dialog antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Ia mengingatkan kita bahwa manusia selalu butuh cerita dan simbol untuk menjaga harapan.
Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, ramalan justru menjadi medium untuk merawat optimisme.
Waktu dan Tempat Pameran
Pameran JANGKA berlangsung pada 16–22 September 2025, pukul 10.00–21.00 WIB setiap hari, di Bentara Budaya Yogyakarta, Jl. Suroto No. 2, Kotabaru. Acara ini gratis dan terbuka untuk umum.
Masyarakat diajak untuk hadir, menyimak karya, dan turut merenungkan bagaimana “Jangka” atau ramalan ternyata selalu hadir dalam kebudayaan manusia sebagai refleksi, doa, dan pengharapan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.