Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Keracunan MBG

Keracunan MBG Lagi, Kali Ini Gara-gara Siswa dan Guru Disuguhi Menu Ikan Hiu Goreng

Menu ikan hiu goreng dinilai tidak lazim untuk anak-anak dan berpotensi mengandung zat berbahaya seperti merkuri

Editor: muslimah
Tribun-Pontianak.co.id/Istimewa
IKAN HIU - Menu MBG yang disajikan SDN 12 Benua Kayong, Ketapang yang membuat sejumlah siswa keracunan. Ada ikan hiu filet saus tomat, tahu goreng, oseng kol dan wortel, serta buah melon. Keracunan Menu MBG Ikan Hiu Goreng, Ini Kondisi 24Siswa dan Guru  SDN 12 Benua Kayong Ketapang 

TRIBUNJATENG.COM - Para siswa mengalami keracunan setelah disuguhi Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan menu  Ikan Hiu Goreng.

Peristiwa ini terjadi di SDN 12 Benua Kayong Ketapang, Kalbar, Selasa 23 September 2025.

Sebanyak 24 siswa dan 1 guru mengalami gejala keracunan seperti mual, muntah, dan sakit perut.

8 orang sempat dirawat di RSUD dr. Agoesdjam, total korban yang ditangani mencapai 25 orang. 22 orang telah dipulangkan, 3 masih dirawat.

Baca juga: 70 Siswa SD di Banyumas Keracunan MBG, Sempat Ditutupi: Disdik Baru Tahu

Insiden keracunan massal terjadi di SDN 12 Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Awal mula keracunan karena penyajian ikan hiu goreng sebagai menu makan siang dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Menu ini disiapkan oleh dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mulia Kerta, yang bertugas menyediakan makanan untuk siswa.

Peristiwa itu terjadi pada Selasa 23 September 2025.

Sebanyak 24 siswa dan 1 guru mengalami gejala keracunan seperti mual, muntah, dan sakit perut.

8 orang sempat dirawat di RSUD dr. Agoesdjam, total korban yang ditangani mencapai 25 orang. 22 orang telah dipulangkan, 3 masih dirawat.

“Total yang ditangani menjadi 25 orang,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Ketapang, Feria Kowira. 

Menu ikan hiu goreng dinilai tidak lazim untuk anak-anak dan berpotensi mengandung zat berbahaya seperti merkuri.

Kepala Regional MBG Kalbar, Agus Kurniawi, menyebut insiden ini sebagai kelalaian dapur SPPG, yang tidak teliti dalam memilih bahan makanan.

“Soal menu ikan hiu, itu murni kesalahan dan keteledoran dari SPPG kami. Mereka tidak teliti memilih menu. Ikan hiu itu dibeli dari TPI Rangga Sentap, produk lokal,” ujarnya.

Ikan hiu tersebut dibeli dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Rangga Sentap sebagai produk lokal, namun tidak melalui uji kelayakan konsumsi anak sekolah.

“Harusnya menu yang dipilih itu yang digemari siswa. Anak-anak jarang sekali mengonsumsi ikan hiu. Bisa saja ikan hiu ini memiliki kandungan merkuri. Itu yang sangat saya sesalkan,” tambahnya.

Sebagai tindak lanjut, Sampel makanan telah dikirim ke BPOM Kalbar untuk diuji laboratorium. 

Dapur SPPG Mitra Mandiri 2 ditutup sementara. Pemerintah daerah menanggung seluruh biaya perawatan korban dan berjanji memperketat pengawasan dapur penyedia MBG.

Insiden ini menimbulkan keresahan di kalangan wali murid.

Banyak orang tua kini melarang anak-anak mereka menyantap menu MBG di sekolah.

Ratna (36), warga Benua Kayong, memilih mengemas bekal dari rumah.

Susilo (53), wali murid lain, juga mengaku trauma.

“Hari ini lebih banyak siswa tidak berani makan MBG. Kami juga melarang anak kami. Risikonya lebih besar daripada manfaatnya,” katanya.

“Daripada berisiko, lebih baik anak saya bawa bekal dari rumah,” ujarnya.

Bawa bekal dari rumah berarti anak membawa makanan dan minuman yang disiapkan oleh orang tua dari rumah untuk dikonsumsi di sekolah. Bekal ini bisa berupa nasi, lauk, buah, camilan sehat, atau minuman yang sesuai dengan kebutuhan gizi anak.

Orang tua bisa memastikan kandungan gizi sesuai kebutuhan anak. Terhindar dari makanan tinggi MSG, pewarna, atau pengawet yang sering ada di jajanan.

Risiko keracunan makanan lebih kecil karena bahan dan proses masak diketahui. Tidak tergantung pada makanan dari luar yang belum tentu higienis.

Bekal dari rumah lebih ekonomis dibanding jajan setiap hari. Anak belajar menghargai makanan dan tidak boros. Anak terbiasa makan makanan rumahan yang sehat. Bisa mengurangi kebiasaan konsumsi junk food atau makanan instan.

Banyak jajanan di sekolah yang tidak lolos uji BPOM atau dijual tanpa izin. Bekal dari rumah menghindarkan anak dari risiko makanan berbahaya. Bekal buatan orang tua bisa jadi bentuk kasih sayang yang dirasakan anak. Anak merasa diperhatikan dan disayang.

Konsumsi MBG menurun drastis

Kepala Sekolah SD Santa Monica Ketapang, Yohanes Aliman menambahkan, konsumsi MBG menurun drastis.

“Biasanya habis, tapi hari ini banyak makanan masih utuh, bahkan tidak dibuka dari wadahnya,” jelasnya.

Selain faktor keamanan, para orang tua juga menyoroti persoalan makanan yang mubazir.

Sari (31) menilai distribusi MBG harus dievaluasi menyeluruh.

“Kalau tidak ada perubahan serius, program ini bisa membahayakan nyawa anak-anak. Lebih baik anggarannya dialihkan untuk yang benar-benar membutuhkan,” ucapnya.

Rumor mengenai penggunaan wadah makan berlapis minyak babi di program MBG di daerah lain semakin memperkuat kekhawatiran publik, meski belum terbukti di Ketapang.

“Kalau soal kebersihan saja masih dipertanyakan, apalagi ada isu bahan berbahaya di wadahnya. Nyawa anak-anak jadi taruhannya,” kata Deki, warga lainnya.

Sampel makanan diuji BPOM

Sampel makanan, termasuk ikan hiu goreng, telah dikirim ke BPOM Kalbar untuk diuji laboratorium. 

Hasilnya masih ditunggu.

Pemerintah daerah berjanji akan memperketat pengawasan terhadap dapur penyedia agar insiden serupa tidak terulang.

Kepala Sekolah SDN 12 Benua Kayong, Dewi Hardina Febriani, berharap ada perbaikan sistem.

“Awalnya hanya beberapa anak yang sakit perut lalu muntah. Tapi makin lama makin banyak. Puskesmas datang ke sekolah, kemudian anak-anak dirujuk ke RSUD Agoesdjam,” tuturnya. (BanjarmasinPost.co.id)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved