Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

Kampus: Wahana Kaderisasi Pemimpin Bangsa

Berikut opini Adib Achmadi, M.Pd, Direktur Kemahasiswaan dan Pengembangan Karir Universitas Harkat Negeri Tegal.

Penulis: Laili Shofiyah | Editor: M Zainal Arifin
Istimewa
Adib Achmadi, M.Pd, Direktur Kemahasiswaan dan Pengembangan Karir Universitas Harkat Negeri. (Dok) 

Oleh: Adib Achmadi, M.Pd, Direktur Kemahasiswaan dan Pengembangan Karir Universitas Harkat Negeri

PARA pendiri bangsa kita lahir dari rahim kaum terpelajar. Di antara mereka terdapat nama-nama besar seperti Ir. Soekarno (lulusan Technische Hoogeschool te Bandoeng, kini ITB), Dr. Mohammad Hatta (lulusan Handels Hogeschool Rotterdam), Sutan Syahrir (lulusan Universitas Amsterdam), H. Agus Salim (lulusan Europeesche Lagere School dan seorang otodidak yang menguasai banyak bahasa asing), serta Ki Hajar Dewantara (lulusan Europeesche Lagere School dan STOVIA, pelopor pendidikan nasional).

Mereka bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan sosial. Wawasan serta kemampuan berpikir kritis mereka sangat mengagumkan sehingga diakui dunia. Semangat nasionalisme yang menyala membuat mereka rela menanggalkan kepentingan pribadi demi kemerdekaan bangsanya. Di tengah rakyat yang miskin dan buta huruf, mereka berhasil menyalakan api kesadaran untuk berdirinya  bangsa dan negara merdeka.

Dari ruang diskusi sederhana hingga forum internasional, para pendiri bangsa menunjukkan bahwa kaum terpelajar memiliki kekuatan besar untuk menentukan arah sejarah. Berkat perjuangan mereka, Indonesia tidak hanya berdiri sebagai negara berdaulat, tetapi juga menjadi inspirasi bagi bangsa-bangsa lain di Asia dan Afrika untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Kini, setelah lebih dari delapan dekade merdeka, jumlah kaum terpelajar di negeri ini meningkat pesat. Perguruan tinggi tumbuh di hampir setiap daerah, melahirkan jutaan sarjana. Secara logis, kehadiran mereka seharusnya memperkuat posisi Indonesia di pentas dunia. Pada kenyataannya, banyaknya orang berpendidikan belum berbanding lurus dengan kemajuan bangsa.

Ironisnya, sebagian kalangan terpelajar justru terlibat dalam praktik yang merusak moral dan kehidupan bernegara. Korupsi, yang menjadi penyakit kronis bangsa, banyak dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi. Bahkan tak jarang, kampus sebagai bagian benteng moral bangsa turut terlibat didalamnya.

Lebih menyedihkan lagi, sejumlah pemimpin yang lahir dari kalangan terpelajar kehilangan jiwa kepemimpinan sejati layaknya para pendiri bangsa yang dihormati karena integritas dan keteladanan. Banyak para pemimpin yang notabene terpelajar bersikap pragmatis, berpikir jangka pendek dan menggadaikan idealisme.

Baca juga: Prodi S1 Akuntansi Harkat Negeri Gelar Workshop SAK Entitas Privat dan Penyusunan Laporan Keuangan

Kondisi ini mengantar kita pada pertanyaan penting: di manakah peran kampus? 

Sebagai pusat ilmu dan peradaban, kampus sejatinya tempat menimba pengetahuan dan keterampilan sekaligus pembentukan karakter pemimpin. Kampus adalah laboratorium kepemimpinan tempat mahasiswa belajar berpikir kritis, berempati, dan bertindak untuk kepentingan publik.

Untuk mengembalikan peran luhur kampus sebagai wahana kaderisasi pemimpin bangsa, pembenahan perguruan tinggi perlu diarahkan pada dua hal penting.

Pertama, penataan kurikulum dan budaya akademik. Melalui penataan ini Pendidikan tinggi diorientasikan membangun kemampuan berpikir kritis dan berwawasan luas sebagaimana kecakapan intelektual yang dimiliki para pendiri bangsa. Budaya akademik harus menjadi nyawa yang mendorong kebebasan berpikir yang bertanggung jawab, menghargai perbedaan pendapat, serta menumbuhkan semangat riset dan etos ilmiah. Kampus yang sehat  juga membuka ruang dialog gagasan, tempat mahasiswa ditempa menjadi pribadi berpikiran terbuka dan berkomitmen pada nilai-nilai kebangsaan.

Kedua, penguatan jiwa kepemimpinan melalui ekosistem kepemimpinan mahasiswa. Kepemimpinan tidak tumbuh dari ruang kuliah semata, melainkan dari pengalaman nyata: berorganisasi, bekerja dalam tim, dan melayani masyarakat. Dalam proses ini, mahasiswa belajar mengalami mengelola orang, bekerja sama, menyusun rencana,  mengambil keputusan, mengelola konflik, serta memimpin dengan penuh tanggung jawab.

Kedua hal tersebut, yakni menata kurikulum yang membangun kapasitas intelektual dan membangun ekosistem yang menumbuhkan kepemimpinan, akan menjadikan kampus kembali pada jati dirinya: sebagai  kawah candradimuka tempat lahirnya pemimpin berilmu, berintegritas, dan berjiwa kebangsaan.

Patut dicatat, kemerdekaan yang diraih dengan darah dan air mata para pendiri bangsa harus dimaknai sebagai tanggung jawab melahirkan generasi penerus yang tangguh: generasi yang cerdas, berkarakter dan berkomitmen pada nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Semangat itu harus menjadi elan berdirinya perguruan tinggi.

Jika para pendiri bangsa dahulu mampu menggerakkan rakyat di tengah keterbatasan, maka generasi terpelajar hari ini, dengan segala kemudahan dan kemajuan teknologi, seharusnya mampu menjadi kader-kader bangsa yang lahir dari kampus, menyalakan kembali semangat yang sama, semangat untuk berjuang, melayani, dan memimpin dengan nurani serta menjadikan bangsa ini maju dan disegani di pentas dunia. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved