Berita Semarang
Anak Muda Bikin Hidup Pekojan Semarang di Malam Hari, Dari Jalan Sepi Jadi Street Coffee Skena
Ridwan mengaku nongkrong di pinggir jalan dengan pemandangan ruko yang tutup membuat kesan yang berbeda
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Dini (26), warga berdomisili di Kecamatan Boja, Kendal, tampak heran ketika pertama kali nongkrong di kawasan Pekojan, Semarang.
Kawasan yang selama bertahun-tahun dikenal “mati” selepas senja, kini justru riuh ramai oleh anak-anak muda yang duduk berderet di kursi kecil, menyeruput kopi dengan obrolan hangat.
“Saya aslinya kan Semarang Barat, setahu saya ini daerah sepi, cuman jalan tembus aja. Saya kesini bareng sama suami, suami taunya dari medsos terus kepo main kesini,” ujarnya, Jumat (03/10/2025) malam.
Selayang pandang di tempat ngopi ini hanyalah ruko-ruko dengan arsitektur lawas yang tertutup rapat sepanjang jalan, menjadi latar yang selaras dengan tema street coffee.
Baca juga: Healing di Kota Lama Semarang: Momen Santai Mantan Menkeu Sri Mulyani Usai "Pensiun"
Dari ruko-ruko yang tutup itu, di depannya tersaji pemandangan sederhana obrolan anak-anak muda yang duduk berkelompok dengan kursi plastik dan krat minuman yang dibalik menjadi meja, tempat meletakkan cangkir kopi serta aneka camilan yang dijual di kawasan itu.
Harganya pun terjangkau, hanya belasan ribu rupiah untuk segelas kopi susu dan lainnya.
“Untuk harga murah sih dibandingkan dengan ngopi di kafe, tapi untuk rasa dari kopinya ya hampir mirip. Terus di sini juga ada yang jualan snack kayak kentang goreng, sosis bakar dan lainnya,” tambah Dini.

Semakin larut, kursi kecil atau dingklik makin sulit didapat.
Beberapa pengunjung akhirnya beralas MMT bekas untuk tetap bisa nongkrong bersama kawan.
Yang tersisa hanyalah obrolan, secangkir kopi, dan deru kendaraan yang lalu lalang.
Seperti Ridwan Muzaki (19) warga Genuk, yang tak kebagian kursi, meski begitu dia juga mengaku awalnya tahu ramainya kawasan Pekojan dari postingan TikTok yang muncul di beranda gawainya.
“Pertama lihat di FYP, terus penasaran coba main. Eh ternyata asik juga nongkrong di sini. Ini udah ketiga kalinya saya ngopi bareng teman-teman,” ucapnya sambil duduk bersama tiga kawannya.
Ridwan mengaku nongkrong di pinggir jalan dengan pemandangan ruko yang tutup membuat kesan yang berbeda.
Apalagi anak-anak muda yang nongkrong berbusana pakaian dengan gaya kekinian. Membuatnya merasakan hal yang berbeda.
“Biasanya kalau ngopi ya pakainya kaos sembarangan sama celana pendek seadanya gitu,” katanya.
“Tapi di sini beda, anak-anak muda lainnya tu bajunya unik. Ada yang pakai topi, terus pakai kaos atau jaket yang longgar, celananya juga celana longgar gitu. Ga cowo atau cewek juga pakaiannya ala-ala Skena gitu,” jelasnya.
Kawasan yang dahulunya sepi ini, menjadi hidup usai anak muda menjadikannya basecamp di malam hari.
Kondisi itu justru dipandang sebagai peluang oleh kakak beradik warga lokal, Zamran (20) dan Zahir (16) membuka lapak kopi sederhana yang dinamai “Kopi Tersenyum”.
“Dulu jalan sini sepi banget. Saya lihat malah punya vibe beda kalau malam. Akhirnya nyari referensi di TikTok, YouTube, untuk buat kopinya terus juga nemu konsep street coffee. Dua bulan setelah itu langsung buka,” cerita Zahir.
Tak hanya kopi, kedai kecil mereka juga menawarkan dimsum dan makanan bakaran sebagai teman ngopi.
“Kalau soal berani buka ya nekat aja. Untungnya banyak teman di sekitar sini yang support. Jadi kalau gagal, ada yang bantu,” jelasnya.
Untuk promosi, media sosial jadi senjata utama.
“Di TikTok main, Instagram juga. Dari situ banyak orang yang tadinya enggak tahu jadi tahu,” tambah Zahir.
Zahir mengatakan, saat ini dalam kondisi normalnya mampu menjual puluhan cup kopi. Namun kalau kondisinya ramai seratusan cup bisa ludes terjual.
“Kalau jam buka kami tiap hari, liburnya masih belum nentu juga, buka mulai dari 18.30 WIB sampai 00.00 WIB kalau pas ramai bisa pulang gasik,” ujarnya.
Anak-anak muda yang berjualan mulai dari 16an hingga 20an.
Maka dari itu, gaya berjualan mereka juga memiliki cara uniknya tersendiri yang tak jarang mereka bercanda dengan pembeli kopi mereka.
Anak muda yang nongkrong di sini punya gaya khas: outfit streetwear, ala hip-hop, dengan nuansa yang mereka sebut “skena” singkatan dari sua, cengkrama, kelana.
Skena dimaknai sebagai ruang untuk bertemu, berbincang, dan berjalan bersama.
Nama Pekojan sendiri menyimpan jejak panjang.
Dari kata “Khoja”, dahulu kawasan ini dikenal sebagai tempat tinggal keturunan India Muslim.
Hingga kini, wajah-wajah berkarakter India dan Arab masih mudah ditemui di sekitar sini.
Bahkan, beberapa penjual kopi di kawasan ini masih menampilkan jejak keturunan tersebut.
Kini, tiap malam Pekojan bukan lagi sekadar jalan gelap yang dilintasi kendaraan.
Ia berubah jadi titik kumpul anak muda Semarang.
Dari dingklik sederhana, secangkir kopi, hingga obrolan yang gayeng, kawasan ini menegaskan satu hal nongkrong tak butuh mewah, yang penting suasana dan kebersamaan. (Rad)
Seminar Kepemimpinan dan Literasi 2025, Wali Kota Semarang Sampaikan Ini |
![]() |
---|
Workhsop Batik Motif Semarangan Warnai Perayaan Hari Batik Nasional di Harris Hotel |
![]() |
---|
Batik Jadi Daya Tarik Wisata, Pemkot Semarang Dorong Penguatan Ekosistem Batik |
![]() |
---|
Senator Peduli: DPD RI Ajak Warga Semarang 'Give Blood, Give Hope' |
![]() |
---|
Identitas Mayat di Tugu Semarang Terkuak: Mbah Surat, Pencari Ikan Berusia 70 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.