Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tanoto Foundation

Mencetak Problem Solver Bangsa di Semarang: Penguatan Literasi Gajah Keris Jadi Investasi Masa Depan

Kemampuan literasi siswa sekolah dasar (SD) di Kota Semarang cukup baik karena masuk dalam peringkat 20 besar secara nasional.

Penulis: Raf | Editor: raka f pujangga
Tribunjateng/Raka F Pujangga
GAJAH KERIS - Guru Kelas 1, Ratna Savitri, saat program Gajah Mungkur 3 Kreatif Menulis (Gajah Keris) di SDN 3 Gajahmungkur Kota Semarang. Program tersebut digelar setiap Rabu pagi, seluruh siswa diminta untuk menuliskan sebuah topik atau tema bermuatan konten lokal Semarangan. 

“Gajah Keris: Inovasi Literasi dari Sekolah Dasar untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia” - Bagian 3 (Habis)

 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kemampuan literasi siswa sekolah dasar (SD) di Kota Semarang cukup baik karena masuk dalam peringkat 20 besar secara nasional.

Berdasarkan capaian Rapor Pendidikan 2025 secara Nasional, skor literasi SD Umum sebesar 71,81 persen naik 1,19 dari tahun 2024 sebesar 70,62 persen.

Sedangkan di Kota Semarang mencapai angka lebih besar yakni 85,82 persen untuk nilai literasi yang telah dirilis 17 Maret 2025.

Baca juga: Cerita Fadil, Siswa SD yang Mahir Berimajinasi Tulis Kota Lama Semarang Berkat Rutinitas Gajah Keris

Kabid Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Kota Semarang, Aji Nur Setiawan menjelaskan, tingginya kemampuan literasi siswa SD di Kota Semarang tak lepas dari peran kepala sekolah dan guru menciptakan program inovatif di sekolahnya masing-masing.

Banyak sekolah, kata dia, yang sudah memiliki program untuk meningkatkan literasi siswa di sekolah di antaranya SDN 3 Gajahmungkur Kota Semarang yang membuat Program Gajahmungkur 3 Kreatif Menulis (Gajah Keris).

Melatih kemampuan literasi siswa sejak dini dinilai dapat memberikan manfaat yang besar bagi anak di kemudian hari

“Kemampuan literasi ini merupakan bekal dasar untuk siswa mulai dari menghafal, memahami dan menerapkannya. Sehingga nanti anak bisa menyelesaikan masalah bangsa ini lebih baik,” kata dia, saat dihubungi Tribunjateng, Rabu (19/11/2025).

Untuk mencapai itu, kata dia, memerlukan kreativitas dari masing-masing tenaga pendidik di sekolah karena sistem kurikulum saat ini tidak terpusat se-Indonesia.

Saat ini hanya ada pedoman dari pemerintah pusat sehingga pelaksanaan pembelajaran setiap sekolah bisa membuat sesuai kebutuhan.

Dia berharap, program Gajah Keris hasil kreativitas SDN 3 Gajahmungkur juga bisa ditularkan ke sekolah lainnya.

“Di tingkat kecamatan kami ada gugus tugas yang biasa menggelar pertemuan sekolah-sekolah berkala, disitu nanti dibahas perkembangan terkini soal program-program yang bisa direplikasi,” ujarnya.

Setiap program yang dibuat juga perlu adanya evaluasi, sehingga bisa melihat sejauh mana kemampuan literasi siswa itu berkembang setelah mengikuti program tersebut.

Pemahaman Kurikulum Merdeka yang mengharuskan siswa naik kelas padahal belum bisa membaca juga perlu menjadi pertimbangan.

“Siswa harus naik kelas di Kurikulum Merdeka itu sebenarnya tidak. Tetap ada passing grade yang jadi pertimbangan anak itu naik atau tinggal kelas,” ujarnya.

Harapannya, kata dia, siswa kelas 4 kemampuan membaca dan menulis itu sudah bukan dipelajari tetapi mahir.

“Sehingga saya prihatin jika masih ada anak kelas 4 yang belum bisa membaca dan menulis. Orang tua jangan hanya menyerahkan anaknya ke sekolah tapi juga bisa mendampingi ketika belajar,” ujar dia.

Sekolah yang memiliki program kreatif untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa memang belum mendapatkan penghargaan secara khusus dari pemerintah. 

Namun setiap tahun, Dinas Pendidikan Kota Semarang menggelar Lomba Guru Berprestasi, Kepala Sekolah Berprestasi dan lain sebagainya agar mereka bisa mengenalkan program kreatif yang sudah dibuat di sekolah.

“Di sana mereka mendapat sertifikat dan uang pembinaan. Forum Komunitas Belajar juga biasanya diundang supaya program yang dilombakan itu bisa menjadi inspirasi mereka,” katanya.

GAJAH KERIS - Program Gajah Mungkur 3 Kreatif Menulis (Gajah Keris) telah mengasah siswa untuk terus berpikir kreatif dan kritis melalui karya tulis. Setiap Rabu pagi, seluruh siswa diminta untuk menuliskan sebuah topik atau tema bermuatan konten lokal Semarangan.
GAJAH KERIS - Program Gajah Mungkur 3 Kreatif Menulis (Gajah Keris) telah mengasah siswa untuk terus berpikir kreatif dan kritis melalui karya tulis. Setiap Rabu pagi, seluruh siswa diminta untuk menuliskan sebuah topik atau tema bermuatan konten lokal Semarangan. (Tribunjateng/Raka F Pujangga)

Program PINTAR Tanoto Foundation

Kemampuan literasi dan numerasi menjadi fondasi penting bagi masa depan generasi muda Indonesia. 

Bagi Tanoto Foundation, literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga bekal untuk membantu siswa menyelesaikan masalah, menjadi pembelajar sepanjang hayat, serta hidup secara layak, produktif, dan bermanfaat.

Namun, realitas di lapangan masih menunjukkan tantangan besar. Berdasarkan studi internasional PISA 2022, Indonesia menempati peringkat 69 dari 81 negara dalam kemampuan literasi dan numerasi. 

“Indonesia adalah negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, sehingga ekosistem pendidikan kita juga termasuk yang terbesar. Tapi ironisnya, kemampuan literasi dan numerasi kita masih tergolong rendah dibanding negara lain,” ujar Head of Learning Environment Tanoto Foundation, Margaretha Ari Widowati.

Ia menjelaskan, hasil temuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga menunjukkan fakta memprihatinkan: satu dari tiga anak Indonesia belum mampu memahami bacaan dengan baik. 

Kondisi inilah yang menjadi dasar bagi Tanoto Foundation untuk mendukung pemerintah dalam memperkuat inovasi pendidikan, khususnya dalam peningkatan literasi dan numerasi.

Program PINTAR: Inisiatif untuk Transformasi Sekolah

Untuk menjawab tantangan tersebut, Tanoto Foundation mengembangkan program PINTAR (Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran), yang berfokus pada peningkatan kualitas guru, kepala sekolah, dan lingkungan belajar.

“Program PINTAR ini merupakan inisiatif bidang penguatan kualitas dengan fokus pada perbaikan literasi dan numerasi dalam berbagai program Tanoto Foundation,” jelas Margaretha.

Tanoto Foundation tidak hanya berfokus pada studi kualitatif, tetapi juga bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan pemerintah daerah untuk memastikan hasilnya dapat diimplementasikan lebih luas. 

“Kami menggunakan program tersebut untuk membantu pemerintah kabupaten dan kota, sehingga temuan yang didapat bisa dinikmati oleh populasi sekolah yang lebih besar. Karena tentu tidak mungkin kami menjangkau semua sekolah, maka kami memilih sekolah-sekolah mitra untuk menjadi model perubahan,” terangnya.

Dampak Nyata dan Transformasi di Lapangan

Sejak bertransformasi menjadi program PINTAR pada tahun 2018, Tanoto Foundation telah menjangkau 41 kabupaten/kota dan memberikan dampak terhadap lebih dari 1 juta siswa—tepatnya 1.083.841 siswa.

Margaretha menuturkan, hasil nyata terlihat dari perubahan perilaku para guru yang telah mengikuti pelatihan. 

“Dari hasil pemantauan kami, ada peningkatan sebesar 27 persen dalam upaya guru meningkatkan hasil belajar siswa. Sementara pada level siswa yang gurunya diintervensi melalui pelatihan Tanoto Foundation, hasil belajar mereka 10 persen lebih baik dibandingkan siswa yang tidak mendapat intervensi,” ungkapnya.

Selain itu, dampak positif juga terlihat pada karier guru. Banyak di antara mereka yang telah dilatih melalui program PINTAR kemudian menjadi kepala sekolah atau pejabat di dinas pendidikan. 

“Kami bersyukur para guru yang sudah dilatih Tanoto Foundation kini menjadi aset sekolah dan pemerintah daerah,” tambahnya.

Menurut Margaretha, dampak program tidak bisa diukur dalam waktu singkat. 

“Untuk benar-benar meningkatkan kualitas kepala sekolah dan guru hingga berdampak signifikan terhadap hasil belajar siswa, dibutuhkan waktu dua tahun atau lebih,” jelasnya.

Kepala Sekolah “CEO” Pendidikan

Margaretha menegaskan faktor manusia menjadi penentu utama keberhasilan pendidikan. 

“Dari berbagai studi yang kami lakukan, satu sekolah bisa sukses menghasilkan anak-anak yang excellent sangat tergantung pada guru dan kepala sekolah. Karena kepala sekolah adalah ‘CEO’ di sekolah. Kalau gurunya bagus tapi kepala sekolahnya tidak mendukung, maka inovasi sulit berkembang,” ujarnya.

Tantangan terbesar dalam meningkatkan literasi, menurutnya, bukan hanya pada metode pembelajaran, tetapi juga bagaimana membangun lingkungan belajar yang sesuai dengan kemampuan siswa. 

“Ada siswa yang bisa memahami materi dalam satu bulan, tapi ada juga yang butuh dua bulan. Guru harus mampu memberikan asesmen kemampuan siswanya agar pembelajaran lebih tepat sasaran,” paparnya.

Fokus Baru 2025–2030

Berangkat dari hasil program 2018–2024, Tanoto Foundation kini menatap arah baru. 

Margaretha mengungkapkan mulai 2025 hingga 2030, lembaganya akan berfokus pada intervensi spesifik dalam pembelajaran matematika, terutama dalam memperkuat kemampuan guru memberikan instruksi dan mengenali cara belajar siswa.

“Ini penting agar guru tidak hanya mengajar, tetapi juga memahami bagaimana setiap anak belajar. Dengan begitu, mereka bisa membantu siswa mencapai potensi terbaiknya,” katanya.

Melalui program PINTAR dan berbagai inisiatif lain, Tanoto Foundation berkomitmen untuk terus memperkuat ekosistem pendidikan Indonesia. 

Harapannya, generasi muda Indonesia kelak menjadi pembelajar sepanjang hayat yang mampu berpikir kritis, berdaya saing global, dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

GAJAH KERIS - Dian Marta Wijayanti (Foto kiri) Kepala SDN 3 Gajahmungkur Semarang, sekaligus penggagas program Gajah Keris atau Gajahmungkur 3 Kreatif Menulis yaitu kegiatan pembiasaan menulis setiap Rabu pagi yang mengadopsi konten lokal Semarangan. Setiap Rabu pagi, ratusan siswa itu bersiap dengan program Gajah Keris lewat buku khusus (foto kanan) yang diambil dari ruang kepala sekolah dan tidak boleh dibawa pulang.
GAJAH KERIS - Dian Marta Wijayanti (Foto kiri) Kepala SDN 3 Gajahmungkur Semarang, sekaligus penggagas program Gajah Keris atau Gajahmungkur 3 Kreatif Menulis yaitu kegiatan pembiasaan menulis setiap Rabu pagi yang mengadopsi konten lokal Semarangan. Setiap Rabu pagi, ratusan siswa itu bersiap dengan program Gajah Keris lewat buku khusus (foto kanan) yang diambil dari ruang kepala sekolah dan tidak boleh dibawa pulang. (Tribunjateng/Raka F Pujangga)

Gajah Keris Akan Terus Berkembang

Kepala SDN 3 Gajah Mungkur Kota Semarang, Dian Marta Wijayanti menegaskan Gajah Keris masih akan terus dikembangkan agar manfaatnya semakin luas. 

Ia berencana menjadikannya sebagai media publikasi sekolah, mulai dari mading hingga tabloid kecil yang menampung karya siswa, meski membutuhkan biaya tidak sedikit. 

“Setiap terbitan, sekitar 150 eksemplar buku karya siswa dicetak jadi biayanya lumayan juga. Hasilnya juga bisa diminta orang tua untuk dibawa pulang sebagai dokumentasi perkembangan anak,” katanya.

Selain itu, siswa potensial juga didorong mengikuti berbagai lomba menulis cerita pendek di tingkat kecamatan maupun kompetisi lain di luar Dinas Pendidikan, karena menurutnya kesempatan berprestasi tidak boleh dibatasi satu ruang saja. 

Namun, Dian menyadari karakteristik orang tua dan siswa berbeda-beda sehingga kemitraan antara sekolah dan keluarga perlu terus diperkuat.

Ia menekankan sekolah tidak hanya menerima anak-anak dengan kemampuan dasar yang sudah siap, tetapi juga berupaya mengembangkan potensi mereka agar mampu menghasilkan prestasi. 

Bagi Dian, yang terpenting adalah setiap anak berani berkarya dan memiliki ruang untuk berkembang. 

Begitu pula untuk guru, ia tidak ingin hanya fokus pada satu orang, tetapi mendorong semua guru untuk terus berinovasi. 

Baca juga: Sosok Dian Marta: Pencetus Program Gajah Keris, Inovasi Literasi Dari SDN 3 Gajahmungkur Semarang

“Contohnya ada Bu Ratna Savitri, guru berprestasi juara 3 tingkat Kecamatan Gajahmungkur, yang berhasil membuat permainan coding sederhana untuk siswa kelas 1 sebagai media pembelajaran,” katanya.

Ke depan, Dian menargetkan setiap tahun setidaknya ada satu prestasi guru dan satu prestasi siswa yang lahir dari sekolahnya. 

Dengan semangat itu, ia berharap Gajah Keris bukan hanya bertahan sebagai program sekolah, tetapi juga dapat direplikasi di sekolah lain sebagai model inovasi literasi dari Kota Semarang untuk Indonesia. (Raka F Pujangga)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved