Wonosobo Hebat

Festival Layangan Hias di Wonosobo, Ajak Anak Muda Kurangi Gadget dan Lestarikan Budaya

Tribun Jateng/Imah Masitoh
FESTIVAL LAYANGAN HIAS - Kemeriahan Festival Layangan Hias 2025 berlangsung di Lapangan Watugong, Desa Kalierang, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Minggu (21/9/2025). Puluhan layangan dari berbagai daerah meriahkan festival layangan di Wonosobo. 

TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Langit Lapangan Watugong, Desa Kalierang, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Minggu (21/9/2025) dipenuhi warna-warni layangan hias. 

Puluhan layang-layang aneka bentuk dan ukuran menghiasi angkasa, dalam gelaran perdana Festival Layangan Hias 2025, yang digelar bertepatan dengan peringatan hari jadi ke-65 Karang Taruna.

Festival ini menjadi magnet bagi para pecinta layang-layang dari berbagai daerah. 

Baca juga: Kronologi Pak Guru Lukman Lehernya Terjerat Tali Layangan, Luka Parah Harus Operasi

Tercatat 54 peserta turut ambil bagian, berasal dari Wonosobo, Purbalingga, Magelang, hingga Cilacap.

Berbagai bentuk layangan menarik perhatian mulai dari motif Buta Terong, bendera One Piece, layangan naga, kartun Superman, Batman, dan sebagainya.

Di balik meriahnya festival, ada pesan penting yang ingin disampaikan panitia. 

20250921_Festival Layangan Hias 2025 di Wonosobo_2
FESTIVAL LAYANGAN HIAS - Kemeriahan Festival Layangan Hias 2025 berlangsung di Lapangan Watugong, Desa Kalierang, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Minggu (21/9/2025). Puluhan layangan dari berbagai daerah meriahkan festival layangan di Wonosobo.

Ketua panitia, Gunawan Wibisono, menyampaikan bahwa kegiatan ini lebih dari sekadar lomba atau hiburan.

“Salah satu tujuan utamanya adalah mengurangi penggunaan gadget. Termasuk di dalamnya judi online juga biar nggak fokus di situ,” ujar Ketua Panitia Festival Layangan Hias.

Dengan menggandeng Karang Taruna, festival ini diharapkan menjadi wadah positif bagi generasi muda, sekaligus sarana pelestarian budaya.

Sistem lomba dibagi dalam beberapa kloter, menyesuaikan jumlah peserta. 

Dalam satu sesi penerbangan, 7 layangan diterbangkan sekaligus, selama 15 menit. 

Penilaian dilakukan berdasarkan kreativitas, nilai seni, kestabilan terbang, ketinggian, dan ukuran layangan.

“Sekali terbang bisa beberapa layangan tergantung jumlah yang daftar, setelah dinilai tidak harus diturunkan, tapi minggir dari landasan pacu,” lanjut Gunawan.

Bentuk dan ukuran layangan pun bervariasi. Ada yang mungil berukuran 50x50 sentimeter, hingga yang menjulang seperti kelelawar raksasa berukuran lebar 4,5 meter tinggi 3,2 meter. 

Meskipun hanya ada satu juara utama, panitia menyediakan doorprize untuk kategori peserta termuda, tertua, dan terjauh.

Salah satu peserta, Ahmad Junianto dari Sapuran sengaja datang membawa layangan berukuran 2 x 2,2 meter, dengan motif khas tradisional.

Karakter tradisional Buta Terong diangkat untuk mengangkat budaya Jawa. 

Ia menggunakan bahan plastik sebagai pengganti kertas dalam membuat layangannya.

“Layangan zaman dulu, tapi dikreasikan zaman sekarang," ucapnya.

Tak hanya tampil untuk menang, Ahmad ingin menyampaikan pesan tentang pentingnya melestarikan permainan tradisional.

“Biar yang muda-muda sekarang tahu, biar tambah semangat lagi, tidak meninggalkan permainan zaman dulu," ungkapnya.

Bukan kali pertama bagi Ahmad mengikuti festival semacam ini.

Ia mengaku aktif mengikuti gelaran serupa di sekitar Wonosobo.

Baca juga: Penjual Layangan Jadi Korban Penembakan, Berawal Tuduh Bocah Curi Dagangan

“Selagi ada, tahu, kami usahakan berangkat," tandasnya.

Festival Layangan Hias ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tapi juga momen kebersamaan antar generasi dan komunitas, membangun semangat gotong royong, serta membuka ruang ekspresi bagi kreativitas lokal.

Di tengah gempuran dunia digital dan teknologi, langkah sederhana menerbangkan layang-layang bisa mengingatkan pada keceriaan masa kecil dan pentingnya menjaga budaya. (ima)