Wonosobo Hebat

Pemkab Wonosobo Luncurkan Program Penghapusan Denda PBB-P2, Berlaku Hingga 31 Desember 2025

TRIBUN JATENG/IMAH MASITOH
PPB-P2 WONOSOBO - Kabid Pengelolaan PBB dan BPHTB BPPKAD Wonosobo, Agus Hermawan. Pemkab Wonosobo memberikan keringanan kepada masyarakat melalui penghapusan sanksi administrasi/denda untuk PBB-P2 Tahun 2013 sampai 2024. Program ini berlaku 1 Oktober-31 Desember 2025. 

TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Pemkab Wonosobo memberikan keringanan kepada masyarakat melalui penghapusan sanksi administrasi atau denda untuk Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari 2013 sampai 2024.

Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Bupati Wonosobo Nomor 365/2024 yang berlaku mulai 1 Oktober-31 Desember 2025.

Kabid Pengelolaan PBB dan BPHTB BPPKAD Kabupaten Wonosobo, Agus Hermawan mengatakan, langkah ini diambil untuk mendorong percepatan pelunasan piutang PBB yang angkanya masih cukup tinggi.

Baca juga: Wonosobo Tembus 2,2 Juta Wisatawan di 2025: Masih Perlu Genjot Lama Inap dan Wisata Malam

Dia menjelaskan, sejak pelimpahan pengelolaan PBB dari Kementerian Keuangan kepada pemerintah daerah pada 2013, Kabupaten Wonosobo terus mencatatkan piutang. 

“Sejak 2013 sampai 2024, piutang yang sudah kami tetapkan hampir mencapai Rp11 miliar," ungkapnya kepada Tribunjateng.com, Senin (6/10/2025).

Dia juga menjelaskan bahwa sebelum pelimpahan, masih terdapat utang lama yang diwarisi dari masa pengelolaan pusat.

"Sebelum 2012 itu sebenarnya kami juga dibebani lumayan banyak utang PBB hampir mencapai Rp8 miliar hingga Rp9 miliar,” lanjutnya.

Pasca pelimpahan, dilakukan verifikasi data yang menunjukkan banyak ketidaksesuaian di lapangan.

Sesuai rekomendasi BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), sebagian piutang pun dihapuskan.

Namun dari tahun ke tahun, piutang baru tetap terbentuk akibat rendahnya kepatuhan pembayaran masyarakat.

"Harapannya, ketika denda ini dihapuskan, wajib pajak atau masyarakat cukup membayar pokoknya saja,” ujarnya.

Dengan demikian, warga yang memiliki tunggakan PBB dari 2013 hingga 2024 cukup melunasi tagihan pokok tanpa dikenai denda.

"Untuk program ini tidak ada syarat khusus."

"Secara sistem, denda sudah dihapus,” ungkapnya.

Dia menyebut, program ini tidak mengubah target penerimaan daerah, karena pokok pajak tetap masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sementara itu, denda tercatat sebagai pendapatan lain-lain.

Pemkab pun berharap strategi ini dapat mengurangi angka piutang secara signifikan.

Baca juga: Pemkab Wonosobo Genjot Pariwisata Lewat Gerakan Bangga Bela Beli Wisata Lokal

"Pada 2024 sampai 4 Oktober, pembayaran piutang di kisaran Rp560 juta."

"Sementara pada 2025 sudah mencapai sekira Rp970 juta, hampir mendekati Rp1 miliar,” jelasnya.

Agus optimistis hingga akhir Desember, nilai pembayaran piutang bisa melampaui Rp1 miliar.

Sebelum pembebasan ini, Pemkab telah menerapkan kebijakan denda yang lebih ringan sejak 2024. 

“Sebelum adanya Perda 11, denda setiap bulannya 2 persen maksimal 15 bulan."

"Nah, sejak 2024, denda menjadi hanya 1 persen dengan maksimal jangka waktu 24 bulan,” jelas Agus.

Dengan program penghapusan denda ini, semua beban bunga pajak otomatis dipangkas hingga 31 Desember 2025.

Namun setelah itu, sistem akan secara otomatis kembali mengenakan denda mulai Januari 2026.

Agus menegaskan bahwa tunggakan pajak lebih banyak disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat.

“Ketika orang melakukan peralihan hak, seharusnya diikuti dengan perubahan SPPT PBB."

"Namun selama ini kesadaran masyarakat masih rendah,” ucapnya.

Permasalahan lainnya adalah perbedaan data antara sertifikat dan SPPT.

Misalnya, tanah yang tercatat seluas 200 meter persegi di sertifikat, bisa saja tertulis 300-400 meter di SPPT.

Hal ini kerap menimbulkan keberatan di masyarakat.

Untuk itu, pihaknya juga sedang gencar melakukan pemutakhiran data, sekaligus menyosialisasikan pentingnya membayar PBB sebagai bagian dari hak dan kewajiban kepemilikan tanah.

Meski terkadang dianggap tidak berdampak langsung, PBB memiliki peran penting dalam pembangunan daerah.

“Padahal, PBB adalah salah satu penopang PAD tertinggi di Wonosobo selain Opsen,” ungkap Agus.

Dampak PBB bisa dirasakan melalui alokasi dana desa (ADD) maupun pembangunan infrastruktur.

Karena itu, ketika PBB tidak maksimal, pembangunan ikut terhambat.

Baca juga: Pemkab Wonosobo dan RSUP dr Sardjito Perkuat Edukasi Penanganan Kanker Anak

Untuk 2025, target penerimaan PBB di Wonosobo ditetapkan sebesar Rp29.250.000.000. 

Hingga 4 Oktober 2025, realisasinya sudah mencapai Rp26.075.000.000 atau 89 persen.

Namun dibanding tahun lalu, capaian desa/kelurahan yang lunas menurun.

Tahun lalu terdapat 118 desa/kelurahan yang tuntas membayar, sementara tahun ini hanya 106 desa/kelurahan.

Untuk memaksimalkan partisipasi warga, BPPKAD menggencarkan sosialisasi.

Selain mengirim surat edaran ke kecamatan, mereka juga akan menggandeng Dinas Kominfo dan Pesona FM untuk membuat podcast serta iklan layanan masyarakat.

"Kami juga berencana menyebar baliho di beberapa titik agar masyarakat tahu mengenai program ini, karena waktunya cukup pendek,” imbuh Agus.

Pembayaran PBB kini bisa dilakukan di berbagai kanal seperti kantor desa, teller dan mobile banking Bank Jateng, kantor Pos, arketplace seperti Tokopedia, Shopee, gerai retail seperti Alfamart, hingga dompet digital seperti OVO.

“Kami memberikan berbagai akses agar masyarakat lebih mudah melakukan pembayaran."

"Tinggal kesadarannya saja yang perlu ditingkatkan,” tutur Agus.

Pemkab Wonosobo memastikan bahwa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tidak akan naik hingga 2027.

“Sesuai regulasi, maksimal penyesuaian NJOP dilakukan setiap 3 tahun."

"Jadi, 2024 sudah disesuaikan, idealnya baru naik lagi pada 2027,” jelas Agus.

Namun, jika ada penyesuaian, hanya akan diterapkan di area dengan pertumbuhan ekonomi tinggi seperti perumahan baru.

Dengan program pembebasan denda ini, pemerintah berharap piutang 2013-2024 bisa terselesaikan dan kesadaran masyarakat terhadap PBB meningkat.

“Prinsipnya, ketika orang punya tanah, selain punya hak kepemilikan, juga punya kewajiban membayar PBB-nya,” pungkas Agus. (*)