Wonosobo Hebat
Kopi Wonosobo Kini Miliki Identitas Kuat, Tanpa Mengubah Ciri Khas Produsen Lokal
TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Pemerintah Kabupaten Wonosobo mulai menguatkan identitas kopi lokal agar tidak kalah bersaing dengan daerah lain dan memiliki eksposur yang setara di pasar regional.
Menurut Nuryanto, Kepala Bidang Perindustrian Disnakertrans Wonosobo, inisiasi program ini berawal dari diskusi di Semarang bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi.
“Jadi inisiasinya gini, dulu itu kita di Semarang, kita FGD dengan Disperindag Provinsi. Ternyata Wonosobo, Batang, Banjarnegara itu sama-sama menghadapi masalah yang sama terkait kopi lokal," ucapnya saat ditemui tribunjateng.com, Selasa (18/11/2025).
Baca juga: Tragedi Maut 45 Penumpang Tewas Terbakar Setelah Bus Jamaah Umrah Hantam Truk Tangki Minyak
Baca juga: Pantas Tak Bisa Tunjukkan Ijazah Asli Jokowi Ternyata Sudah Berpindah Tangan, Ini Penjelasan Polisi
Masalah utama yang dihadapi adalah branding kopi. Kopi dari Wonosobo seringkali tersalurkan ke daerah lain, sehingga identitas lokal kurang terekspos.
“Ketika saya identifikasi ke teman-teman pelaku kopi di wilayah, ternyata Wonosobo itu katanya kekurangan tapi ketika musim-musim panen, ada banyak juga terutama yang daerah Kalibawang, Sapuran itu dijual ceri ke Temanggung,” jelas Nuryanto.
Menurutnya, kapasitas pengolah kopi di Wonosobo masih terbatas sehingga tidak bisa bersaing dengan pasar besar. Akibatnya, kopi lokal sering tersalurkan melalui tengkulak ke daerah lain.
“Selama ini beberapa kopi dari Wonosobo banyak tersalurkan ke pasar Temanggung, sehingga identitas Kopi Wonosobo kurang terekspos,” tambahnya.
Untuk itu, Pemkab Wonosobo memulai langkah penguatan identitas kopi lokal, sejalan dengan visi misi Wonosobo yakni menjadi pusat agrobisnis dan pariwisata terkemuka di Jawa Tengah.
Pemkab Wonosobo mulai langkah strategis untuk memperkuat identitas kopi lokal agar karakter uniknya lebih dikenal, sekaligus menambah keberagaman pasar kopi Jawa Tengah.
Langkah awal difokuskan pada penguatan identitas melalui Rumah Kemasan dan kerjasama dengan produsen kopi lokal, seperti di Gunung Bismo dan Gunung Windu.
"Mereka mengirim green bean ke kami, dan kami membelinya sesuai harga mereka. Namun, penjualan green bean ini bersifat non-profit," terangnya.
Ia menekankan, tujuan pemerintah bukan menyaingi usaha lokal, tapi memberikan fasilitas dan standarisasi kemasan.
Selain itu, sistem pengelolaan produk tetap menjaga karakter masing-masing kopi. Satu orang penanggung jawab ditunjuk untuk memastikan setiap proses sesuai standar.
Dengan begitu, meskipun semua kopi berasal dari Gunung Bismo, tiap produk tetap memiliki rasa, kemasan, dan karakter yang berbeda namun dengan identitas Kopi Wonosobo.
Langkah ini melibatkan komunikasi dengan berbagai desa penghasil kopi, termasuk Slukatan, Sapuran, dan Bowongso. Nuryanto menegaskan, fokusnya adalah penguatan identitas, bukan branding ulang.
“Kita penguatannya identitas saja, bukan rebranding, karena mereka sudah punya branding masing-masing,” ujarnya.
Dalam prosesnya, rumah kemasan akan menjadi pusat desain dan standarisasi kemasan, meski fasilitas alat seperti standing pouch masih terbatas.
Nuryanto menegaskan bahwa pendekatan dilakukan dari bawah, melibatkan individu tanpa memaksakan lembaga tertentu.
“Gerakan kita jangan sampai ikut-ikutan ngerusuhi usaha orang, itu tidak bagus terutama secara ekonomi,” ujar Nuryanto.
Ia menambahkan bahwa kebijakan penjualan kopi lokal tetap mengikuti masing-masing produsen. Produk yang berasal dari Slukatan, Bowongso, atau Sapuran memiliki aturan distribusi dan pemasaran sendiri, termasuk di platform digital.
Dengan langkah-langkah ini, Wonosobo berharap identitas kopi lokal dapat diperkuat dan dikenal luas, tanpa kehilangan ciri khas masing-masing wilayah penghasil kopi. (ima)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/KOPI-WONOSOBO-Pemerintah-Kabupaten-Wonosobo.jpg)