Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Puluhan Anak Lintas Agama Diperkenalkan Adat dan Kepercayaan Tionghoa

Puluhan anak dari berbagai agama diperkenalkan tentang adat dan kepercayaan Tionghoa, di Klenteng Tay Kak Sie, Semarang Tengah

Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: m nur huda
TRIBUN JATENG/EKA YULIANTI FAJLIN
Anak-anak lintas agama belajar mengenal benda-benda yang ada di Klenteng Tay Kak Sie, Kota Semarang, Selasa (11/9/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Eka Yulianti Fajlin

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Puluhan anak dari berbagai agama diperkenalkan tentang adat dan kepercayaan Tionghoa, di Klenteng Tay Kak Sie, Semarang Tengah, Kota Semarang, Selasa (11/9/2018).

Kegiatan tersebut diikuti oleh anak-anak usia 10 hingga 12 tahun dari latar belakang agama, di antaranya Kristen, Katolik, Islam, Buddha, Hindu, Tridharma (Samkao), dan Penghayat.

"Kami pilih usia anak agar dapat memupus prasangka dan stereotip negatif sejak dini. Kami pilih anak usia 10-12 agar mudah untuk diajak berdiskusi," ujar Direktur Eksekutif EIN Institute, Ellen Nugroho.

Ellen mengatakan, kegiatan belajar adat dan kepercayaan Tionghoa di Klenteng Tay Kak Sie merupakan kegiatan pertama dan berkelanjutan dalam program Anak Semarang Damai (Semai) yang digagas oleh EIN Institute, Ikatan Karya Hidup Rohani Antar Religius (IKHRAR) Rayon Semarang, dan Persaudaraan Lintas Agama (Pelita).

Menurutnya, klenteng tersebut sudah lama eksis di Semarang dan banyak etnis Tionghoa yang mewarnai budaya Kota Semarang. Semisal Lunpia Semarang, Gambang Semarang, dan warak, tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengenal adat dan kepercayaan Tionghoa.

"Tuduhan bahwa klenteng itu rumah setan, awas ada patung bermuka hitam di situ, masih jamak di pikiran masyarakat. Nah, di Semai ini, kita ajak anak berpikiran terbuka, supaya mereka tahu, oh ternyata bagus ya arti simbol-simbol klenteng itu, banyak ya pelajaran kebajikan dari klenteng,” jelasnya.

Dalam program Semai, Ellen menerapkan pendekatan kerja kelompok, diskusi reflektif, dan belajar sambil bermain.

“Karena audiensnya anak-anak, metodenya juga harus yang ramah anak. Teori yang berat dikemas menjadi kegiatan yang menyenangkan, tapi pesannya tetap sampai,” jelas Ellen.

Dengan mengangkat motto 'Semaikan Cinta dalam Keberagaman', Ellen merancang program tersebut untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk belajar tentang berbagai komunitas religius yang dianggap minoritas.

Dalam proses belajar, setiap peserta berinteraksi dengan peserta lain yang latar belakang keyakinan yang berbeda. Mereka juga diajak untuk berpikiran terbuka, tanpa harus kehilangan akar keyakinannya sendiri.

“Kami juga ingin menyempurnakan kegiatan belajar pluralisme yang selama ini ada. Bukan hanya mengunjungi tempat-tempat ibadah, datang, melihat-lihat, lalu pulang. Kami ingin dampak yang lebih mendalam buat para peserta," papar Ellen.

Dalam setiap kunjungan, Ellen dan penyelenggara program Semai lainnya, melakukan riset terlebih dahulu sebelum kegiatan agar mengetahui prasangka dan diskriminasi dari masyarakat mengenai tempat yang akan dijadikan kunjungan.

"Kami menyusun modul, pesan-pesan apa yang harus tersampaikan pada anak-anak, supaya mereka tidak menyimpan prasangka dan sikap diskriminatif itu,” jelas Ellen yang memimpin Tim Riset Semai.

Selain kunjungan belajar di Klenteng Tay Kak Sie, Ellen mengatakan, pihaknya merencanakan kunjungan ke pura, wihara, dan, penghayat.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved