Temukan Minyak, Negeri Kecil Ini Bakal Menjadi yang Terkaya di Dunia
"Banyak orang yang belum mengetahui seberapa besar potensinya," kata mantan Dubes AS untuk Guyana Perry Holloway akhir tahun lalu
TRIBUNJATENG.COM - Negeri ini dikenal sebagai negara termiskin kedua di Amerika Selatan, tetapi predikat itu nampaknya tak akan bertahan lama.
Guyana kini berpotensi mengalami "oil boom" yang amat mungkin membuat negeri kecil itu menjadi negeri terkaya di kawasan tersebut.
"Banyak orang yang belum mengetahui seberapa besar potensinya," kata mantan Dubes AS untuk Guyana Perry Holloway akhir tahun lalu.
"Pada 2025, GDP (Guyana) akan naik menjadi 300 persen lalu 1.000 persen. Ini amat besar. Guyana akan menjadi negara terkaya di belahan dunia ini dan berpotensi jadi terkaya di dunia," kata Holloway.
• KH Maimun Zubair kepada Irjen Condro Kirono: Ada Kesamaan Ramadhan 1945 dan Tahun Ini bagi Indonesia
• Isi Percakapan di WA Terbongkar, Saling Kirim Foto Tak Senonoh, Remaja Ini Dipolisikan
• Wiranto Menghela Nafas Setelah Dengarkan Kivlan Zen soal Media
• Kronologi Bentrok PSHT dan PSH Winongo di Wonogiri, Kasat Reskrim Dikeroyok di SPBU
Pernyataan itu terlihat terlalu ambisius, tetapi dengan penduduk hanya 750.000 jiwa, kekayaan Guyana pasti meroket jika dihitung pendapatan per kapita.
ExxonMobile, perusahaan minyak utama di Guyana, mengatakan telah menemukan lebih dari 5,5 miliar barel minyak di perairan negeri itu.
Uang sebanyak itu tentu akan diterima dengan tangan terbuka.
Apalagi, satu-satunya negeri Amerika Selatan yang berbahasa Inggris ini memiliki tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi.
Namun, Guyana harus belajar dari sejarah.
Penemuan cadangan minyak yang amat besar di negara-negara berkembang justru bisa menjadi bencana.
Uang hasil penjualan minyak bisa memicu korupsi yang berujung pencurian uang negara hasil eksplorasi minyak.
Kondisi semacam ini biasa dikenal dengan istilah "kutukan minyak".
"Di Guyana, korupsi terjadi amat besar-besaran," kata Troy Thomas, kepala Transparansi Internasional setempat.
Thomas menambahkan, dirinya amat khawatir "kutukan minyak" terjadi pada negerinya.
Tanda-tanda adanya kutukan itu sudah muncul dengan terjadinya krisis politik di Guyana dalam beberapa bulan terakhir ini.