Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Lipsus

Ibnu Pakai Tabungan untuk Lawan Rob

Berbagai upaya menanggulangi banjir dan rob terus dilakukan warga Panggung Lor selama bertahun-tahun termasuk oleh Ibnu Subroto

Penulis: bakti buwono budiasto | Editor: rustam aji
TRIBUN JATENG/WAHYU SULISTYAWAN
TERKENA ROB- Rumah Nur Halimah di Kampung Banjar kawasan Kampung Melayu Semarang sudah terkena banjir rob sejak 1987. Sehingga rumah mewah megah itu pun kini sudah rusak. 

"Rencana itu rupanya bocor ke ketua RW 3,4,5,6. Bahkan hingga tingkat kelurahan," katanya di kantornya, Minggu (4/5).

Ia menyebut, pascabocornya idenya itu, pihak kelurahan mempertemukan seluruh RW. Lalu, ia diminta mempresentasikan idenya tersebut juga di depan manajemen PT Tanah Mas. Tiga kali rapat tidak ada hasilnya meskipun ia akhirnya ditunjuk semacam ketua panitia penanggulangan dan pengendalian air pasang panggung lor (p5L).

Jengkel dengan ketidakjelasan itu, pada 1996 ia nekat membobol tabungannya sebesar Rp 35 juta. Uang itu digunakannya untuk membeli pompa dan memasang listrik.

"Lambat laun hasilnya mulai terlihat, tiap ada kesempatan pun pasti sosialisasi. Waktu itu sosialisasi agak susah karena masyarakat di sini heterogen, banyak dosen hingga pejabat tinggal di wilayahnya," ujarnya.
Hingga akhirnya idenya itu disetujui sepenuhnya oleh seluruh warga kelurahan Panggung Lor pada tahun 2000. Tahun itu, warga mendirikan lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama, paguyuban pengendali dan penanggulangan air pasang panggung lor (P5L).

Sistem pompa yang awalnya diremehkan ternyata bisa 'menyelamatkan' 123,47 hektare wilayah dari rob. Serta berhasil mengeringkan kaki 14.680 jiwa.

Ia mengakui ada tiga pendekatan waktu itu yaitu ekonomi dengan membujuk jika wilayah kering, warga bisa buka toko, pasar dan sebagainya. Dari sisi psikologis, orang tidak perlu trauma saat tinggalkan rumah. Dari sisi sosial, teman-teman warga bisa bersosialisasi

Semenjak itu, banyak apotek yang mulai bangkrut. Lalu, perusahhaan sedot WC yang dulu menjamur pun harus rela tutup karena wilayah sudah kering. Dulu warga paling tidak butuh Rp 150 ribu untuk menyedot WC karena tiap rob wc butuh disedot.

"Sekarang sertifikat diagunankan Rp 250 juta ke bank pun diterima," tuturnya.

Ketua RW 1, Susbiyanto mengatakan sistem pompanisasi di kelurahan Panggung Lor dikelola secara mandiri. Saat ini ada sembilan rumah pompa dengan 24 pompa di dalamnya berkapasitas 160 m3 per jam.

Tiap bulan, kantor LSM-nya harus menghidupi enam petugas lapangan pompa dan membayar listrik hingga puluhan juta. Untuk itu, ia menerapkan sistem iuran untuk tiap rumah.

"Masing-masing rumah urunan tiap bulan, besarannya tergantung ukuran rumah," tuturnya.

Ada lima tipe bangunan yaitu rumah tipe A (400 m2) harus membayar Rp 35 ribu per bulan, tipe B (250 m2) membayar Rp 22.500 per bulan, Tipe CM (120 m2) membayar Rp 7.500 per bulan, Tipe C (90 m2) membayar Rp 6.500 per bulan dan ruko Rp 30 ribu serta Rp 15 ribu.

Tiap bulan paling tidak kantornya mendapat pemasukkan Rp 45 juta dari iuran 4.320 rumah. Dana itu untuk membayar listrik rata-rata Rp 25 juta per bulan serta gaji pegawai.

"Jika hujan deras kayak kemarin, tagihan listrik bisa sampai Rp 50 juta per bulan," tuturnya.

Dalam pengelolaan pompa, Susbiyanto mengaku banyak mengalami kesulitan. Pompa sangat rawan rusak jika kemasukkan sampah. Bahkan sampah kecil pun bisa membuat pompa berhenti beroperasi hingga terbakar.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved