Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pilpres 2014

Miftah Thoha: Membentuk Kabinet Tak Sekadar Profesional

Membentuk kabinet berisi orang-orang yang ahli di bidangnya telah menjadi komitmen presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla

Editor: rustam aji
zoom-inlihat foto Miftah Thoha: Membentuk Kabinet Tak Sekadar Profesional
IST
RINI SOEWANDI ATAU RINI MARIANI BERSAMA ANIES BASWEDAN DAN JOKOWI DI KANTOR RUMAH TRANSISI

Berapa besar penghematan anggaran jika kabinet dirampingkan? "Bisa sampai ratusan miliar (rupiah)," jawab Anwar.

Bayangkan, dana operasional untuk seorang pejabat eselon satu di kementerian mencapai Rp 500 juta tiap tahun. Sementara jumlah pejabat eselon satu di setiap kementerian rata-rata sepuluh orang. "Itu baru dari dana operasional, belum lainnya," ujar dia.

Miftah Thoha yang menjadi ketua tim reformasi birokrasi di era pemerintahan Presiden Megawati sependapat dengan LAN, yaitu tidak perlu ada kementerian koordinator. Wakil menteri juga dinilai tidak perlu. Tugas wakil menteri bisa diemban oleh menteri asal orang yang dipilih memang ahli di bidangnya.

"Di Amerika Serikat, jumlah kementeriannya hanya 15 kementerian. Begitu pula di Korea Selatan dan Jepang, hanya 15 kementerian," kata Miftah.

Komitmen Jokowi-JK untuk tidak bagi-bagi kursi kabinet dengan partai di koalisinya seharusnya bisa menjadi momentum untuk merampingkan kabinet pemerintahan. Pasalnya, kabinet sebelumnya dinilai gemuk karena mengakomodasi partai politik yang ada di koalisi pro pemerintah.

Reorganisasi juga perlu dilakukan di setiap kementerian. Pejabat eselon satu tidak perlu lebih dari sepuluh orang. Di era Presiden Soeharto, jumlah pejabat eselon satu hanya lima orang di setiap kementerian.

"Prinsipnya, sesuai teori kontrol dalam organisasi, kemampuan seseorang mengontrol orang itu hanya lima sampai sepuluh orang," kata Miftah.

Kecenderungan makin banyaknya pejabat eselon satu muncul setelah Reformasi. ”Setiap pejabat supaya dilihat hebat harus punya staf banyak. Dibentuklah eselon baru, bahkan ditambah staf ahli. Ironisnya, ini menjalar ke eselon di bawahnya," ujar dia.

Jadi, tantangan pertama bagi Jokowi-JK tak hanya memilih orang terbaik sebagai menteri. Tak sebatas pula menentukan orang-orang itu berasal dari kalangan profesional atau partai politik. Namun, mereka juga harus menciptakan kabinet dan birokrasi yang ramping. (*)

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved