Mengurai Kemacetan
Titis Main Kuda Lumping Di Tengah Kemacetan di Kota Semarang
Titis dan 9 mahasiswa Undip Main Kuda Lumping sebagai bentuk protes terjadinya kemacetan di Kota Semarang.
Penulis: adi prianggoro | Editor: iswidodo
Laporan Wartawan Tribun Jateng, A Prianggoro
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Mahasiswi Undip, Titis, memakai jas hujan warna kuning sambil menari dan berjoget saat lampu lalu lintas berwarna merah di Pertigaan Jalan Raya Jrakah - Ngaliyan, Jumat (05/12/2014) sore.
Kedua kakinya mengapit pelepah pisang seraya gerakkan tubuh layaknya sedang menari tarian kuda lumping.
"Ini sebagai bentuk protes terhadap minimnya ruang publik untuk bermain. Adanya kemacetan. Kebijakan pemerintah lebih bersifat alternatif tapi tidak solutif. Membangun jalan kesannya sebagai cara mudah untuk mengatasi kemacetan," kata Titis usai melangsungkan aksi teatrikalnya.
Titis tidak sendirian. Mahasiswi jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Bahasa Undip angkatan 2012 itu bersama 9 orang temannya yang tergabung dalam HorniKULTura, sebuah kelompok pertunjukan publik intervention.
Sama seperti Titis, teman-temannya pun memakai jas hujan beragam warna. Mereka memakai kayu, sapu, dan alat lain yang dijadikan sebagai media permainan menggantikan kuda lumping. Mereka tak hanya bermain di pertigaan Jalan Jrakah saja, namun juga di tepi jalan di sela-sela kemacetan mobil dan truk di sepanjang jalur utama Semarang - Jakarta. Selanjutnya mereka berpindah ke Kawasan Tugu Muda dan Mal Ciputra Semarang.
Aksi teatrikal berjudul "Asmara Berkuda" yang dimainkan ini menyita perhatian masyarakat yang lewat di lokasi-lokasi tersebut.
Menurut Titis, pembangunan transportasi massa, pajak kendaraan progresif, pembatasan penjualan kendaraan, pengenaan tarif parkir mahal, dan pelarangan penggunaan kendaraan untuk aparatur pemerintah non operasional/teknis, merupakan contoh-contoh kebijakan yang dianggap lebih bermanfaat ketimbang pelebaran jalan.
"Kami mengeksplorasi dolanan anak untuk mengintervensi kebijakan pemerintah. Kami bermain tanpa musik, tanpa koreografri, dan keteraturan," ujar mahasiwi yang juga ketua teater Emka ini. (*)