Mutiara Ramadan
(Bukan) Bulan Pencitraan
Di antara istilah yang sudah dikenal antara lain bulan Ramadhan adalah bulan Alquran, bulan ampunan, bulan rahmat, dan bulan pertobatan.
ADA banyak istilah untuk menyebut bulan Ramadhan, yang masing-masing istilah itu mengandung makna sendiri-sendiri, meski tujuan dan intinya sama yaitu untuk menunjukkan betapa mulianya bulan Ramadhan.
Di antara istilah yang sudah dikenal antara lain bulan Ramadhan adalah bulan Alquran, bulan ampunan, bulan rahmat, dan bulan pertobatan.
Begitulah seharusnya bulan Ramadhan bagi kaum muslim. Namun senyatanya, dalam praktik berbagai kepentingan menyerobot kemuliaan Ramadhan dengan perilaku yang justru berlawanan dengan nama-nama bulan tersebut.
Berat hati saya katakan, tidak sedikit orang yang memanfaatkan Ramadhan menjadi bulan pencitraan. Pembaca boleh tidak setuju, dan mohon dikoreksi bila ternyata amatan ini salah.
Beragam program dan acara spesial sengaja disematkan menjadi bagian dari rangkaian ibadah Ramadhan. Dapat dipastikan yang berkepentingan dalam prosesi ini adalah mereka yang memiliki tujuan-tujuan strategis, memerlukan sosialisasi agenda di depan publik, atau mempertahankan kedudukan dan jabatan publik tertentu.
Sebut saja kegiatan safari Ramadhan, Tarling (tarwih keliling) Ramadhan, Suling (subuh keliling) Ramadhan, Buber (buka bersama) Ramadhan, Bonus Ramadhan dan program-program lainnya. Ramadhan menjadi kata keterangan waktu yang diletakkan setelah program kegiatan yang disusun khusus pada bulan ini.
Dalam pelaksanaannya kegiatan itu selalu berdimensi ganda, mengandung tujuan-tujuan terkait dengan nilai-nilai sakral, sekaligus ada maksud-maksud profan yang bersifat duniawi belaka. Dalam kegiatan tersebut turut serta agenda yang tidak lagi terselubung, tetapi dengan terang-terangan, untuk menunjukkan diri dan mengais simpati dari masyarakat luas.
Maka segala aktivitasnya merasa harus dilihat dan diketahui publik, bahkan sengaja dipertontonkan kepada publik seluas-luasnya melalui berbagai media yang dimiliki.
Bantuan dan pemberian santunan kepada masyarakat, biasanya anak-anak yatim dan lansia di panti jumpo, berupa makan bersama, bingkisan, parsel, amplop dan sejenisnya sebagai media pengenalan diri agar jika suatu saat suara mereka diperlukan segera mengingat si pemberi.
Inilah bentuk pencitraan paling telanjang yang mudah ditemukan selama bulan Ramadhan.
Memang di Indonesia Ramadhan melahirkan budaya keagamaan yang amat riuh dan kompleks.
Ramadhan dan rangkaian ritualnya antara lain mudik, Lebaran, dan halal bihalal, menjadi momentum untuk melakukan berbagai kegiatan promosi politik, ekonomi, bisnis, budaya, hiburan, dan sebagainya. Terlebih pada hari-hari terakhir mendekati Lebaran.
Ramadhan juga memungkinkan keluarga berkumpul antara waktu sahur dan berbuka, yang menjadi prime time untuk iklan, sesama warga berjamaah di masjid untuk shalat tarawih, dan masih banyak pengajian kolosal yang melibatkan ribuan jemaah. Sekali lagi, bagi yang pandai memanfaatkan celah sangat potensial untuk membangun citra.
Dalam bahasa agama pencitraan itu disebut dengan riya, suatu sikap yang akibat eskatologisnya secara khusus diperingatkan oleh Rasulullah SAW lantaran mendekati bahaya syirik. Riya juga dapat meruntuhkan atau menghapuskan nilai pahala dan kebaikan hakiki dari ibadah yang ditunaikan.
Pelaku riya akan dilemparkan ke neraka lantaran ibadahnya tidak tulus karena Allah. Memang inilah watak ibadah yang dituntunkan Rasulullah, selalu mengandung hal-hal simbolis.