Outlook 2016
BRI Siap Edukasi Grass Root Economy untuk Transaksi Nontunai
BRI Siap Edukasi Grass Root Economy untuk Transaksi Nontunai
TRIBUNJATENG.COM - Perbankan Jateng hingga kuartal III/2015 mencatat pertumbuhan positif. Aset tercatat tumbuh 12,91% menjadi Rp 284,89 triliun, sedangkan DPK mencapai Rp 213,68 triliun, tumbuh 15,01% (yoy)
Kredit tercatat tumbuh sebesar 9,35% (yoy) mencapai Rp 209,81 triliun. LDR mengalami penurunan menjadi 98,19% dari periode sebelumnya mencapai 102,06%. Hal itu karena pertumbuhan DPK yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan kredit. Noan Performing Loan (NPL) naik menjadi 2,96 persen, dari periode sebelumnya 2,9%, akibat dampak pelemahan ekonomi.
Pj Pemimpin Bank Rakyat Indonesia (BRI) Wilayah Semarang, Kurnia Chaerudin berbincang secara khusus tentang proyeksi dan harapan di 2016. Bank yang dikenal fokus menggarap grass root economy ini, ke depan, kian melirik transaksi nontunai. Berikut petikan wawancara dengan wartawan Tribun Jateng, Dini Suciatiningrum.
Bagaimana proyeksi perkembangan perbankan di Jateng secara umum pada 2016?Proyeksi saya, pada 2016 perkembangan perbankan akan lebih bagus dibandingkan 2015. Kondisi tersebut disebabkan karena pemerintah mengusulkan paket kebijakan ke delapan, yakni rencana penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 120 triliun, akibatnya suku bunga perbankan khususnya di bidang perkreditan akan turun dari 12 persen per tahun menjadi 9 persen per tahun. Kebijakan tersebut tentunya akan mengubah peta persaingan perbankan di 2016. Yang akan terjadi, bank yang bermain di grass root economy saja yang akan berkembang.
BRI mempunyai infrastruktur yang bagus, baik sisi jaringan serta sumber daya manusia. Meskipun bunga KUR disubsidi pemerintah, hal tersebut jelas akan mengubah peta bunga, baik dari sisi pinjaman maupun perbankan secara umum. Sebab saat ini perbankan juga masih terpecah bank buku III dan buku IV. Bagi bank buku III, suku bunganya masih boleh di atas Lempaga Penjamin Simpanan (LPS), tetapi bank buku IV, bila suku bunga kredit turun dari 12 persen menjadi 9 persen, otomatis suku bunga deposito pasti cenderung turun.
Saya bukan ahli teori, intinya jika suku bunga turun secara tidak langsung akan mempermudah “kulakan”.
Bagaimana melihat persaingan industri perbankan di Jateng tahun depan?
Seperti yang sudah saya jabarkan sebelumnya, pada 2016 terdapat penyaluran KUR sebesar Rp 120 triliun. Sedangkan yang bermain KUR dan jagonya kredit rakyat kan cuman BRI.
BRI wilayah memiliki 752 unit kerja dengan rincian 22 kantor cabang, 37 kantor cabang pembantu, 44 kantor kas, 21 payment point, 3 temporary outlet, 3 E-Buzz, 418 BRI unit, 177 Teras BRI, 27 Teras Keliling, dan 4.500 agen BRILink.Tidak ada yang jaringannya sekuat BRI.
Selain itu, bank lain belum terbiasa di grass root economy.Selama ini mereka lebih fokus ke kredit koorporasi. Pemerintah ingin menguatkan sektor ekonomi kerakyatan melalui KUR dengan infrastruktur yang dimiliki. BRI siap menyalurkan KUR.
Semisal, kita ditarget menyalurkan kredit Rp 5 triliun saja di 22 Kanca wilayah Semarang maka itu akan mendongkrak ekonomi rakyat. Dalam jangka waktu tiga bulan, kami sudah menyalurkan Rp 68 miliar dengan 44 ribu debitur. Jika sektor usaha tersebut nantinya bergerak, maka akan menyerap lebih banyak, skala ekonomi di bawah nantinya akan bergerak. Bank yang tidak pintar main di sektor tersebut sulit berkembang nantinya.
Program-program seperti apa yang kira-kira bakal dipacu untuk menarik nasabah DPK dan kredit di Jawa Tengah?
Sudah jelas kami tetap lari ke sektor kerakyatan serta menjalankan program yang sudah berjalan. Kemungkinan akan mengakusisi kredit yang suku bunga mahal, itu mungkin bisa saja terjadi karena porsi kue tetap.
Selain itu, jika suku bunga kredit turun menjadi 9 persen maka saya akan perkuat funding.
Otomatis ke depan akan mencari cari sumber dana yang rendah karena suku bunganya sudah di patok 9 persen. Tahun depan, pasti ada inovasi finansial serta meletakkan satu desa satu agen BRILink. Indonesia memiliki 75 ribu desa yang topografinya tidak sama, contohnya Pulau Karimunjawa yang bisa sampai 4 Agen BRILink. Jadi tergantung kebutuhan. Yang jelas kami akan menggerakkan ekonomi bawah, terutama Jawa Tengah.
Bagaimana melihat penyaluran program KUR yang pada 2016 suku bunganya bakal diturunkan menjadi 9% dari saat ini 12% di jateng?
Saya melihat hal tersebut peluang sekaligus tantangan. Peluang karena potensi penyaluran kredit tinggi, dengan tingkat kredit permasalahan rendah karena cost-nya juga rendah. Tantangannya, yakni mencari dana yang suku bunga rendah karena dana bukan dari pemerintah. Sejauh ini BRI bisa mengantasi serta sebagai antisipasi kami akan gencar bermain di sentra-sentra ekonomi kerakyatan yang tidak sensitif pada suku bunga. Contohnya, grebeg pasar, merangkul masyarakat bawah serta mengedepankan pelayanan karena kami yakin potensi cukup besardi grass root economy.
Apakah potensinya mengganggu penyaluran kredit program lain, karena bunganya yang ringan?
Tidak dong, aset BRI Kanwil Semarang saja saat ini Rp 24 triliun. Kalau ditarget Rp 5 triliun, hanya memakan sekitar 25 persen. Pengusaha yang datang tidak hanya kredit Rp 500 juta, tetapi ada yang di atas Rp 500 juta. Suku bunga yang sebelumnya 12 persen, dia sudah tumbuh dan menjadi incubator. Pengusaha yang membutuhkan dana lebih otomatis bunga lebih mahal.
Bagaimana dampak kebijakan penurunan uang muka kredit (loan to value/LTV) secara umum di jateng?
Pada prinsipnya kredit konsumer tumbuh paling sekitar 10 -15 persen sebab kami tidak bermain di sektor tersebut. Yang menjadi pertimbangan kami yakni kemampuan membayar, bukan uang muka.