Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Forum Mahasiswa

Agar Anak Terbebas dari Hubungan Terlarang

Data di atas semakin menegaskan bahwa Indonesia saat ini sedang dalam keadaan darurat kekerasan anak.

Telegraph
Ilustrasi 

TRIBUNJATENG.COM --  Beberapa tahun belakangan ini, kasus pelanggaran hak anak atau kejahatan sesksual terhadap anak semakin meningkat. Terbukti, berdasarkan data lembaga perlindungan anak pada tahun 2010-2014 tercatat 21.689.797 juta kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah ini, 58 persen dikategorikan sebagai kejahatan seksual (paedofilia). Sisanya, yakni 42 persen berupa kekerasan fisik, penculikan, eksploitasi ekonomi, dan penelantaran (Analisadaily.com, 27/11/2015).

Data di atas semakin menegaskan bahwa Indonesia saat ini sedang dalam keadaan darurat kekerasan anak. Fakta yang demikian ini tentu tidak hanya membuat segenap orang tua waspada, melainkan juga dapat mengancam masa depan Bangsa dan Negara Indonesia tercinta dalam jangka pangang karena generasi penerus dirusak harkat, martabat, akhlak dan etikanya. Dalam konteks yang demikian itu, juga dapat melunturkan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang berbasis agama. Jelasnya, semua kalangan, baik orangtua maupun bangsa secara keseluruhan menanggung kerugian.

Jika seorang anak pernah mengalami atau menjadi korban pelecehan seksual, maka ada beberapa dampak negatif yang timbul. Pertama, gangguan psikologis. Jelas bahwa pelecehan seksual terhadap anak sangat menganggu kejiwaan, perilaku, dan mentalnya. Menurut penelitian dalam British Medical Journal, sebanyak 37 persen dari 1.189 wanita yang terlibat riset menderita depresi karena pelecehan seksual yang dialami ketika usia mereka masih di bawah 16 tahun (Merdeka.com, 13/07/2013).

Lebih dari itu, biasanya anak hasil korban kekerasan atau pelecehan seksual akan mengalami trauma, ketakutan berlebihan pada orang lain, konsentrasi menurun, suka menyendiri, dan lain sebagainya. Bahkan, jika tidak ditangai dengan baik, traumatik pada anak itu akan membekas hingga kelak dewasa atau tua. Sementara dalam jangka pendek, kegiatan belajar di sekolah sungguh amat terganggu.

Kedua, gangguan kesehatan. Tak hanya sebatas gangguan psikologis seperti trauma, melainkan anak korban kekerasan dan pelecehan seksual juga akan mengalami gangguan kesehatan. Hal ini sangat logis ketika trauma berkepanjangan dan mood menurun, maka anak akan susah makan (anoreksia) dan akhirnya gampang terkenan penyakit.

Ketiga, dampak seksual. Kaitannya dengan ini, korban dapat terobsesi seks, masturbasi/onani, pelacuran, dan atau malah takut dengan hal-hal yang berkaitan dengan seks. Yang jelas, korban akan mengalami gejala di luar kebiasaan sehari-hari.

Tentu, sedikit dari sekian banyak paparan mengenai dampak negatif anak yang menjadi korban pelecehan seksual agaknya sudah lebih dari cukup mengetuk pintu hati kita semua. Jangan sampai anak-anak negeri ini menjadi korban paedofilia.

Ajari Pendidikan Reproduksi Sejak Dini

Harus dipahami bahwa pergaulan anak dengan lawan jenis saat ini sudah di luar batas kebudayaan bangsa. Selain itu, kesadaran seksualitas sudah tumbuh sejak masa kanak-kanak. Salah satu ciri yang nampak adalah anak mulai bermain-main dengan alat kelaminnya dan suka telanjang. Dalam tataran seperti inilah pendidikan reproduksi sejak dini menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi.

Pendidikan seks atau reproduksi sejak dini secara sederhana adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan perihal seksual agar seseorang atau anak terbebas dari sikap atau tindakan yang bisa mengarah pada hubungan seksual terlarang. Lebih jauh lagi, Profesor Gawshi, mengatakan bahwa agar anak-anak dapat menjaga bagian yang tidak seharusnya bisa dilihat dan dipegang sembarang orang, juga agar tidak terjerumus pada pergaulan bebas, dan menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual.

Namun, masyarakat Indonesia hingga saat ini masih banyak yang menganggap bahwa pendidikan reproduksi adalah sesuatu yang tabu ketika diajarkan pada anak-anak. Penulis yakin bahwa semua orang tua ingin melindungi anak dari kekerasan atau pelecehan seksual oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Nah, salah satu caranya, sekali lagi, adalah mengajarkan pendidikan seks atau reproduksi sejak dini.

Terkait hal ini, Ketua Dewan Konsultasi Nasional Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi, sebagaimana dikutip Republika, mengatakan bahwa ada beberapa tahab dalam memberikan pendidikan reproduksi kepada sang anak. Pertama, informasi konsep gender. Dalam tataran ini, anak dikenalkan jenis gendernya sendiri dan juga gender yang berlainan dengan anak itu sendiri.

Kedua, memberikan pemahaman tentang alat-alat reproduksinya. Point penting dalam hal ini adalah mengenalkan nama dan fungsi alat-alat reproduksi. Lebih jauh lagi, orang tua harus menginformasikan bahwa anak harus mampu melindungi organ reproduksinya, jangan sampai disentuh orang lain dengan sembarangan.

Tahap selanjutnya, orang tua perlu mengajarkan bagiamana cara merawat dan menjada kesehatan reproduksi kepada anak. Langkah ini sangat penting sekali diajarkan sejak dini. Tujuannya jelas, agar reproduksi anak terjaga kesehatannya dan tidak disalahgunakan.

Pada tahap berikutnya, yakni ketika anak sudah mulai tertarik dengan lawan jenisnya, maka orang tua bisa membatu anak mengisi kegiatan yang lebih bermanfaat. Langkah ini dilakukan supaya waktu sang anak tidak banyak digunakan untuk berkomunikasi dengan lawan jenis dengan leluasa. Dalam ranah ini pula, orang tua senantiasa mengawasi pergaulan anak baik di lingkungan rumah, sekolah dan lainnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved