Mengintip Kampung Celana Dalam Di Klaten
Mengintip Kampung Celana Dalam Di Klaten
"Kebanyakan yang bekerja ditempat saya rata-rata sudah ibu-ibu. Yang muda bekerja di pabrik," tuturnya.
Menurutnya, pekerja muda awalnya bekerja di sektor rumahan. Namun begitu terampil, mereka pun pindah ke pabrik garmen yang lebih besar seiring pembukaan perusahaan yang marak. Hal itu kontan memengaruhi proses produksi celana dalam. Bahkan perajin pun harus rela menitipkan mesin jahitnya ke beberapa orang. Hal itu untuk menyiasati keterbatasan pekerja.
"Jadi pengusaha harus menitipkan mesinnya ke pekerja yang kini bekerja di rumah. Nanti bahannya diantarkan ke pekerja, setelah selesai baru diserahkan ke tempat juragan untuk dipasarkan," jelas Udin.
Munir berharap agar pemerintah menyediakan lebih banyak tenaga terampil. Hal itu bisa dilakukan dengan pengoptimalan lembaga pengajaran ketrampilan yang saat ini ada. Dikatakannya, ia kini memiliki 30 karyawan, dimana sebelumnya dirinya sempat mempunyai 50 pegawai. (Tribunjogja/Padhang Pranoto)