Kisah Mifta, Meninggal Kecelakaan, Tinggal Bareng Kambing dan Undang Simpati di Media Sosial
Kabar meninggalnya siswi kelas VII SMP Maarif Ponorogo bernama Miftahul Dwi Khasanah (13), menjadi viral di media sosial
TRIBUNJATENG.COM, PONOROGO - Kabar meninggalnya siswi kelas VII SMP Maarif Ponorogo bernama Miftahul Dwi Khasanah (13), menjadi viral di media sosial dalam sepekan ini.
Musibah yang menimpa warga Jalan Bathoro Katong, RT 1 RW 1 Kelurahan Kertosari, Kecamatan Babadan, Ponorogo ini menjadi perbincangan di dunia maya.
Tidak hanya peristiwa kecelakaan yang membuat rasa iba para netizen.
Kondisi rumah dan kisah keluarga Mifta yang menyedihkan membuat para netizen merasa kasihan.
Wajar jika banyak orang yang merasa kasihan dan tergerak hatinya untuk memberikan bantuan kepada keluarga Mifta, hingga mencapai lebih dari setengah miliar
Mifta adalah anak kedua Pujo Pujo Kastowo (46) dan Samini Indrawati (36).
Sehari-hari, Mifta hanya tinggal bersama ayah dan adiknya yang bernama Jovi Muhammad Zamnas (10).
Sementara, ibunya sudah lebih dari tujuh tahun bekerja sebagai TKW di Malaysia dan belum pernah pulang.
Rumah yang ditempati Mifta bersama ayah dan adiknya tampak sangat memprihatinkan.
Dinding rumah berukuran 7 meter x 5 meter ini yang ditempati Mifta selama dua tahun ini terbuat dari anyaman bambu.
Bagian lantainya masih tanah dan belum di semen. Tidak ada sekat atau pembatas ruangan. Sementara bagian atap, tidak memakai langit-langit atau langsung beratapkan genteng.
Di dalam rumah hanya ada satu ranjang kasur kecil berukuran 1 meter x 2 meter, satu kursi sofa bekas, dan satu tikar yang digelar di lantai dekat kasur.
Di atas kasur, tampak tumpukan buku-buku pelajaran serta beberapa kain dan pakaian kotor.
Tak jauh dari kasur, tampak abu sisa kayu bakar, wajan, dan panci. Selain itu, ada sebuah galon, ember bekas temlat cat, gayung dan peralatan mandi.
Di sebuah sudut di dalam rumah, terdapat tempat pakan kambing berisi rumput. Beberapa kotoran kambing berserakan di dalam rumah.
Pujo mengatakan, sudah hampir dua tahun ini ia tinggal serumah bersama anaknya dan dua ekor kambing peliharaannya.
Sebelumnya, ia dan dua anaknya sempat tinggal di rumah kakaknya. Sebelum akhirnya memutuskan hidup mandiri.
"Baru dua tahun, sebelumnya saya tinggal di rumah kakak saya. Lalu, saya ingin hidup mandiri, akhirnya dibuatkan rumah di situ," ucapnya kepada Surya (Tribunnnews.com Network), Selasa (1/11/2016).
Ia mengatakan di rumahnya tersebut, ia merawat anaknya sendirian. Mulai dari memasak, hingga memandikan anak-anaknya dilakukan di dalam rumah itu.
"Anak saya jika mandi di situ, saya ambilkan air pakai ember dari sumur," katanya.
Sehari-hari, Pujo berkerja sebagai tukang pijat panggilan. Untuk sekali jasa memijat, Pujo mendapat upah sekitar Rp 50 ribu.
Uang itu dia pakai untuk membeli makan dan keperluan sehari-hari. Termasuk dua ekor kambing yang dibeli dari hasil tabungannya.
Ia mengatakan, kasur di dalam rumahnya biasanya dipakai tidur oleh Mifta dan Jovi, dua anak kesayangannya. Sedangkan dirinya hanya tidur beralaskan tikar kecil di lantai.
"Dua anak saya di atas, saya di bawah, Jagain, kalau ada apa-apa, biar saya yang kena," kata pria lulusan Sekolah Dasar (SD) tersebut.
Agar tidak digigit nyamuk, setiap malam Pujo selalu memakai lotion anti nyamuk. Begitu juga dengan dua anaknya.
Setiap dua jam sekali, ia menyalakan alarm dari ponselnya untuk sekadar memeriksa anak-anaknya.
"Saya nyalakan alarm tiap dua jam. Kipas-kipas anak saya," kata pria yang mengalami sakit paru-paru tersebut.
Ia mengatakan, anak ketiganya, Jovi terpaksa dua kali tidak naik kelas. Putranya kerap dia ajak ke rumah pasiennya ketika ada panggilan memijat.
Rumahnya yang berada di belakang kuburan, membuat anaknya takut sendiri di rumah.
Padahal, kata Pujo, ia biasanya selesai memijat hingga pukul 24.00.
"Harusnya dia (Jovi) kelas IV, tapi sekarang masih kelas II, karena sering saya ajak kerja, " ujarnya.
Tepat seminggu yang lalu, Selasa (25/10/2016) sekitar pukul 18.00, Pujo kedatangan seorang tamu Jalan Bathoro Katong, RT 1 RW1 Kelurahan Kertosari, Kecamatan Babadan, Ponorogo, yang memberi kabar buruk.
Tamu tak dikenal itu, memberitahukan putri kesayangannya mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit akibat pendarahan hebat.
Sore itu, sekitar pukul 15.00, putrinya, Miftahul Dwi Khasanah (13) pamit akan mengantar teman sekolahnya pulang ke rumah menaiki sepeda.
Namun nahas, sepulang dari mengantar teman sekolahnya, Mifta mengalami kecelakaan. Saat hendak menyebarang, di Jalan Niken Gandini, Singosaren, Jenangan dia ditabrak pengendara motor hingga tak sadarkan diri.
Mifta sempat dirawat di RS Aisyiah, Ponorogo pada saat itu. Namun, karena mengalami pendarahan di bagian otak, Mifta akhirnya dirujuk ke RSUD Madiun.
Belum sempat menjalani operasi, Mifta akhirnya meninggal dunia akibat pendarahan, sehari setelah kecelakaan.
Berita kecelakaan yang menewaskan pelajar kelas VII SMP Maarif Ponorogo ini dengan cepat menyebar di grup facebook dan whatsApp, kemudian menjadi viral.
Sejumlah netizen Ponorogo yang tergabung di grup facebook. Di antaranya grup Info Cegatan Wilayah (ICW) Ponorogo, Paguyuban Sahabat Facebook Ponorogo, dan beberapa grup TKI/TKW asal Ponorogo.
Tidak hanya kronologis kejadian, dalam postingannya para netizen juga membagikan foto kecelakaan, foto kondisi keluarga dan korban saat di rumah sakit, serta foto kondisi rumah korban yang sangat memprihatinkan.
Foto-foto tersebut akhirnya mengundang banyak simpati dari netizen di Ponorogo dan para TKI/TKW di luar negeri. Hingga akhirnya mereka menggalang sebuah dana bantuan sukarela untuk Mifta.
Ketua Tim Donasi Mifta, Anam Ardiansyah mengatakan, atas permintaan Pujo, pengalangan dana dari Tim Donasi Mifta ditutup pada Senin (31/10/2016) tepat pada pukul 24.00.
"Pada hari kelima atas permintaan Pak Pujo, penggalangan donasi dihentikan. Dengan alasan, seperti yang disampaikan Pak Pujo, masih ada Mifta Mifta lain di luar sana, yang juga butuh bantuan," katanya saat melaporkan dana donasi yang terkumpul, sekaligus menyerahkan kepada Pujo.
Pada hari kelima sejak bantuan dibuka, terkumpul donasi sebesar Rp 650.121.314. Uang donasi tersebut berasal dari donasi langsung yang diserahkan kepada Pujo, dan ada juga yang ditransfer ke rekening Pujo, Jasa Raharja, serta dari komunitas.
Dengan rincian, donasi langsung sebesar Rp 367.595.000, donasi via rekeninv Rp 164.298.000, Jasa Raharja Rp 25.000.000, Komunitas ICWP Rp 63.727.000, Rumah Dhuafa Rp 26.500.000, dan komunitas PSF Ponorogo Rp 3.000.000.
Anam menuturkan, setelah penutupan donasi bantuan pada hari itu, dia berharap tidak ada lagi yang menggalang dana bantuan mengatasnamakan Tim Donasi Mifta.
Ia mengatakan, jika masih ada dermawan yang berkeinginan menyumbang bisa menyerahkan langsung dengan mendatangi rumah Pujo.
Selain itu, lanjut Anam, bisa juga dengan mentransfer ke rekening atas nama Pujo di BRI yang sengaja mereka buatkan untuk memudahkan penyaluran bantuan.
"Yang masih berkeinginan menyalurkan bantuan bisa langsung ke Pak Pujo atau langsung lewat rekening Pak Pujo," ucapnya.
Selain memberikan bantuan dalam bentuk uang Tim Donasi Mifta juga telah membuat divisi bedah rumah.
Sebab, selain bantuan berupa uang, beberapa dermawan ada yang menyumbangvdalam bentuk material bangunan.
Rencananya, divisi bedah rumah dari Tim Donasi Mifta segera membongkar rumah milik Pujo dan akan membangun kembali rumah tipe 28 untuk Pujo.
Untuk sementara ini Pujo tinggal di rumah kakak kandungnya bernama Misrini yang berada sekitar 50 meter dari rumahnya. (Surya/Rahadian Bagus Priambodo)