Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Success Story

GM Valle Pizza e-Resto Sebut Mempertahankan Konsep Menjadi Kunci Bertahan di Bisnis Kuliner

Berikut wawancara wartawan Tribun Jateng M Zainal Arifin dengan General Manager Valle Pizza e-Resto Semarang itu, beberapa waktu lalu.

Penulis: m zaenal arifin | Editor: Catur waskito Edy
Thinkstockphotos/kompas.com
Ilustrasi 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG --  Membangun bisnis kuliner di Kota Semarang bukan hal yang mudah, apalagi jika harus ganti brand. Namun, Made Candra Dewi mampu membuktikan.

Berikut wawancara wartawan Tribun Jateng M Zainal Arifin dengan General Manager Valle Pizza e-Resto Semarang itu, beberapa waktu lalu.

Bagaimana proses pendirian Valle Pizza e-Resto?

Sebelum ada Valle, telah berdiri Pizza Kafe sejak 2010. Namun, saat itu hanya franchise dan belum banyak resto di Semarang. Kemudian, pada 2014, kami buka brand secara mandiri lewat nama Valle Pizza e-Resto. Saat Valle dibuka, tempat kuliner berkonsep resto dan kafe sudah banyak.

Ganti brand tentu tak mudah. Apa saja yang dipersiapkan dan dihadapi?

Bisnis di bidang kuliner, maupun di bidang lain, jelas harus ada persiapan. Bukan soal besar kecilnya modal tapi strategi dan membaca peluang. Kami harus bisa membaca karakter masyarakat sekitar, akses jalan, lokasi, peluang dan daya beli. Tak bisa berbisnis kuliner hanya mengandalkan modal, bisa-bisa hanya berjalan setahun kemudian tutup.

Itu sebabnya, membuat pelanggan lama tetap percaya pada Valle Pizza e-Resto penting. Beberapa langkah yang kami ambil di antaranya, mempertahankan beberapa menu lama dan menjaga mutu bahan baku. Untuk kuliner tertentu yang bahan bakunya tak ada di Semarang, kami cari sampai luar kota, semisal di Surabaya. Sementara, untuk menu lama yang tidak kompatibel, diganti menu baru yang sesuai inovasi dan konsep kami.

Kendala dari luar yang dihadapi, muncul resto dan kafe yang meniru kami. Tapi, biasanya mereka tak mampu mempertahankan konsep kemudian mengubah konsep utama, misal menjadi bar. Padahal, harusnya yang berubah itu konsep menu karena resto.

Berbicara daya beli masyarakat, apakah itu menjadi dasar menentukan harga?

Kami melakukan survey sebelum menentukan harga. Di Semarang, mereka mencari tempat untuk makan siang yang nyaman dan ada daya belinya. Itu sebabnya, kami tak takut pasang harga mahal. Dan nyatanya tetap ramai. Sekarang, konsumen yang datang setiap harinya lebih dari 200 orang. Karena kami juga menjual kualitas pelayanan dan menu.

Bagaimana memperlakukan karyawan?

Saya menganggap mereka sebagai anak-anak sendiri. Di sini, kami mengedepankan kekeluargaan. Bahkan, kalau misal ada karyawan tidak masuk karena sakit, kami tengok ke rumahnya sehingga kami juga kenal keluarganya.

Bagaimana cara melayani konsumen?

Kembali lagi kekeluargaan. Kami juga menganggap konsumen sebagai keluarga. Itu sebabnya, karyawan harus bisa membuat konsumen yang datang nyaman dan suka berada di Valle. Dari hal kecil, misalnya, bercanda atau mengajak ngobrol sehingga konsumen merasa di rumah sendiri.

Kemudian, selesai makan, kami tanyakan bagaimana rasanya. Dari situ, beberapa inovasi menu kadang ada yang dari konsumen. Karena, beberapa konsumen itu kan ada yang penyuka kuliner sehingga kami pertimbangkan masukannya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved