Tahukan Anda Jika Lemper Punya Nilai Filosofis Tinggi? Ini Penjabarannya
Masyarakat mengenal lemper terbuat dari beras ketan yang dikukus lalu diisi daging dan dibungkus dengan daun pisang.
TRIBUNJATENG.COM - Siapa yang tak mengenal lemper?
Makanan asli Indonesia yang menjadi menu khas saat acara hajatan ini rupanya memiliki ragam cerita dan nilai filosofis yang terbalut di dalamnya.
Masyarakat mengenal lemper terbuat dari beras ketan yang dikukus lalu diisi daging dan dibungkus dengan daun pisang.
Khususnya bagi masyarakat Jawa, lemper memiliki nilai filosofis sebagai simbol persaudaraan.
Itu muncul dari sifat ketan yang lengket mencerminkan persaudaraan antar individu manusia yang saling menyatu.
Dalam acara hajatan, entitas lemper menunjukkan harapan akan datangnya rejeki.
Lagi-lagi karena sifat ketan yang lengket, orang yang memiliki hajatan berharap akan datangnya rejeki yang akan menempel selama menggelar acara tersebut.
Lemper juga hadir dalam upacara adat Rebo Pungkasan di daerah Wonokromo, Kecamatan Pleret, Bantul.
Uniknya, upacara adat yang digelar tiap hari terakhir dalam bulan Suro (tahun Hijriah) ini, menghadirkan lemper dengan ukuran raksasa berukuran 2 x 2,5 m.
Lemper raksasa ini berisi ribuan lemper kecil yang dikirab sejauh 1 Km.
Setelah sampai ditujuan, kulit lemper yang terbuat dari kepang (alas menjemur padi) dan dilapisi daun pisang dibuka.
Lantas ribuan lemper kecil di dalamnya dibagikan secara gratis pada pengunjung.
Lemper dalam upacara ini ibarat manusia.
Jika ingin hidup di surga harus membuang dulu dosa-dosanya (kulit daun pisang) hingga nanti dapat menuju inti hidup (isi lemper) dari manusia.
Namun tak banyak orang tahu pada awalnya isi lemper tak berasal dari daging sapi atau ayam.