Opini
Gupuh, Lungguh dan Suguh untuk Raja Salman
Dalam keyakinan orang-orang Jawa, menerima tamu sama halnya dengan menerima rezeki. Kegembiraan yang mereka rasakan pun diungkapkan dengan memberikan
TRIBUNJATENG.COM -- Dalam keyakinan orang-orang Jawa, menerima tamu sama halnya dengan menerima rezeki. Kegembiraan yang mereka rasakan pun diungkapkan dengan memberikan gupuh, lungguh, dan suguh secara baik kepada tamu yang datang.
Sikap orang Jawa yang sangat senang memuliakan tamu seperti ini sejalan dengan sabda Rasulullah Saw. Bahkan, dalam ajaran agama Islam, memuliakan tamu menjadi prasyarat keimanan kepada Allah Swt. dan hari akhir. Dalam hal ini, Rasulullah Saw., bersabda,“….barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya."(HR. Bukhari dan Muslim).
Secara harfiah, gupuh bermakna tergesa-gesa atau tergopoh-gopoh. Dalam menerima tamu, gupuh dapat berarti merasa bahagia, ramah, hangat, dan antusias dalam menyambut tamu. Saat ini, masyarakat Indonesia perlu berbangga hati (baca: bukan sombong) karena telah “sukses” bersikap gupuh dalam menyambut kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud. Seluruh komponen bangsa, mulai dari presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anak-anak sekolah, hingga masayarakat sipil menunjukkan sikap gembira dan positif terhadap kedatangan Raja.
Sejak hari pertama datang ke Indonesia, sika pgupuh yang ditunjukkan masyarakat Indonesia ini tak hanya mampu menyemerbakkan nama Indonesia di hati sang Raja, namun juga seluruh masyarakat Saudi Arabia sekaligus dunia. Terbukti, beragam media massa Arab dan dunia memberitakan sisi positif Negara Indonesia dalam menyambut kedatangan Raja Arab Saudi ini.
Hal lain yang ditunjukkan masyarakat Indonesia terhadap Raja Arab adalah memberikan lungguh yang nyaman. Lungguh secara bahasa adalah tempat duduk atau duduk. Dalam tradisi Jawa, ketika terdapat tamu yang bertandan di rumah, tuan rumah akan segera mempersiapkan tempat duduk dengan sebaik-baiknya.
Sambil mempersilakan duduk, tuan rumah juga memberikan kata sambutan yang manis nan sederhana sehingga suasana akan menjadi cair dan nyaman. Beberapa kata yang sering digunakan masyarakat Jawa dalam berbasa-basi saat mempersilakan duduk tamu adalah juga mengucapkan kata “janur gunung” (tumben datang) atau menanyakan kabar.
Dalam “mempersilakan duduk” Raja Arab, masyarakat Indonesia telah sukses menunjukkan beragam sikap positif. Indonesia telah mempersiapkan dokumen kedatangan Raja Faisal yang juga pernah bertandang ke Indonesia pada 10-13 Juni 1970 silam. Indonesia “menceritakan” kepada Raja Salman betapa kunjungan Raja Faisal yang pernah sangat membuat Indonesia berbangga hati.
Hal tersebut dibuktikan dengan sambutan yang diberikan oleh Presiden Soeharto sekalugus rakyat Indonesia yang sangat baik terhadap Raja Faisal. Kisah-kisah semacam ini merupakan cara Indonesia memberikan lungguh yang nyaman kepada Raja Salman.
Hal lain yang dapat dengan mudah dilihat oleh mata kepala adalah upaya Indonesia dalam memberi berbagai kenyamanan Raja Salman dalam beragam aktivitas. Salah satu bentuk fasilitas kenyamanan yang diupayakan adalah menyiapkan lift baru dan satu kamar mandi khusus VIP untuk Raja Salman di masjid Istiqlal. Cara seperti ini merupakan upaya Indonesia dalam memuliakan tamu dengan cara memberikan lungguh yang nyaman.
Terakhir suguh. Masyarakat Jawa memberikan suguh kepada tamu-tamunya berarti memberikan sambutan dengan berbagai hidangan yang lezat. Dalam menerima kunjungan Rasa Salman, Indonesia juga telah memberikan suguh yang baik.
Selain di berikan suguhan makanan, Raja Salman dan rombongan mendapatkan suguhan yang sangat istimewa di Indonesia. Bagaimanapun, Indonesia bagi orang-orang Arab adalah pancaran surga, karena di dalamnya terdapat pohon-pohon yang indah, sungai-sungai, hingga pantai yang elok rupawan. Semua ini hanyalah hayalan bagi masyarakat Arab karena di sana hanya ada gurun pasir.
Upaya memberikan kemuliaan kepada tamu negara yang datang kali ini merupakan langkah yang sangat positif, baik dilihat dari kacamata agama, tradisi ketimuran, maupun langkah-langkah praktis di masa mendatang. Dengan sikap positif yang ditunjukkan bangsa Indonesia, terbukti memberikan peluang bekerja sama dalam berbagai bidang.
Pandangan positif ke depan semacam ini tentu hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang selalu khusnuzan upaya positif bersama. Berbeda dengan kelompok yang selalu suuzan, tidak mustahil jika mereka selalu berkatanyinyirdi setiap tempat dan waktu.Wallahu a’lam.
Anton Prasetyo S Sos I
Pemertahi Sosial, Tinggal di Yogyakarta (*)