Forum Mahasiswa
Sengkarut Megaproyek e-KTP
Dalam sejarahnya, KTP di Indonesia mempunyai regulasi secara jelas baru pada tahun 2006, 61 setelah bangsa ini merdeka.
TRIBUNJATENG.COM -- “Namun, kenyataannya, sistem identitas tunggal, yang adalah tujuan program KTP-el, belum juga selesai dibangun. “Sekarang jadi bubrah semua gara-gara anggaran dikorupsi. Habis hampir Rp 6 triliun, jadinya KTP yang dulu kertas, sekarang jadi plastik. Hanya itu saja. Sistemnya juga belum benar,” ujar Jokowi”. (Kompas,12/3/2017).
Kasus korupsi e-KTP sungguh mencemaskan. Pasalnya, kegaduhan politik muncul menyusul sidang perdana, dalam dakwaan jaksa tersaji nama-nama besar yang disebut-sebut sebagai menerima kucuran dana proyek tersebut.
Dalam sejarahnya, KTP di Indonesia mempunyai regulasi secara jelas baru pada tahun 2006, 61 setelah bangsa ini merdeka. Yakni tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Padahal seharusnya Indonesia harus sudah mempunyai regulasi kependudukan pasca kemerdekaan.
Jauh sebelum regulasi itu ada, pengaturan Administrasi Kependudukan (termasuk KTP) diatur oleh peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda (Staatblad) dan setara Peraturan Menteri. Namuin regulasi tersebut sangat triskan, pasalnya banyak masyarakat bisa dengan mudah membuat KTP ganda dan KTP palsu.
Kondisi ini masih terus berjalan sampai dengan tahun 2009, meskipun setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 diterbitkan. Kemudian ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya yaitu antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008, tetapi hal-hal mendasar dalam Administrasi Kependudukan belum dapat terimplementasi secara benar dan baik.
Baru setelah Kabinet Indonesia Bersatu II Tahun 2009 Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memahami kekurangan dan kerugian tersebut memberanikan diri mengajukan usulan tiga Program Strategis Nasional meliputi: Pemutakhiran data kependudukan, penerbitan Nomor Induk Kependudukan, dan Penerapan e-KTP Dan tiga program itu berjalan mulus di Kursi DPR.
Untuk e-KTP-el sendiri Mendagri mematok akan selesai dalam kurun waktu tiga tahun (2011-2013). Hal itu dikarenakan pemerintah tidak ingin berlama-lama mengalami kerugian atas sistem lama. Perlaksanaan programn e-KTl didukung dengan anggaran sebesar 5,9 triliun. Ada tiga komitmen utama pemerintah pada proyek tersebut, yaitu program e=KTP harus sukses, tidak boleh ada kerugian keuangan Negara yang ditimbulkan, dan dalam pelaksanaannya tidak boleh terjado pelanggaran terhadap hukum atau ketentuan yang berlaku.
Kini megaproyek e-KTP menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat. Dengan dana yang cukup besar, proyek yang seharusnya rampung dalam kurun waktu tiga tahun tersebut hingga kini masih terkatung-katung dan banyak sekali masyarakat yang belum memiliki e-KTP. Meskipun banyak warga yang sudah melakukan perekaman data, namun harus menunggu berbulan-bulan karena blangko yang tak tersedia.
Pengalaman selama ini, setiap kasus korupsi besar dibongkar, perlawanan biasanya gencar dilancarkan. Apabila itu terjadi, bukan mustahil pengungkapan kasus korupsi ini tidak akan tuntas sampai akar-akarnya. Padahal kasus megakorupsi ini sungguh menciderai keadilan. Uang rakyat yang cukup besar itu dijarah oleh segelintir orang.
Seharusnya dalam megaproyek pengadaan KTP-el sejak awal harus mengedepankan transaparansi. Jadi, seluruh proses megaproyek tersebut seharusnya bisa dilihat dan dikawal langsung oleh masyarakat. kini semua telah terjadi, megakorupsi membuat hancurnya niat pemerintah dalam membuat pelayanan administrasi kependudukan tunggal.
Dengan demikian, sikap presiden tidak boleh hanya sekedar netral atau menyerahkan pada proses hukum, melainkan harus benar-benar hadir untuk memberikan dukungan kepada aparatur hukum untuk membuktikan siapa saja yang ditengarai menerima dana tersebut.
Kepada KPK, KPK harus segera mengungkap siapa aktor utama kasus ini, karena sidang perkara ini tidak boleh disiarkan langsung oleh televisi. Ketertutupan sidang bisa membuat publik tak bisa mengawal kasus ini. Jangan sampai kasus ini dibiarkan begitu saja, karena bisa jadi masyarakat kehabisan kesabaran dan berbuat dengan cara-caranya sendiri. Rakyat sebagai pemberi mandat tidak akan lagi percaya kepada orang-orang yang mereka pilih sebagai pemimpin.
Yang terpenting juga, jangan sampai muncul kesan bahwa nama-nama yang dicurigai terlibat kasus tersebut sebagai korban kriminalisasi. Mereka bisa saja melaporkan balik penyidik atas tuduhan yang mereka terima. Maka dari itu, KPK tidak bisa dibiarkan berjalan sendirian dalam memberantas korupsi. Karena sebagian besar kasus korupsi berbau politik, termasuk e-KTP.
Di negeri yang sedang mamang menjalankan demokrasinya ini, sebenarnya masyarakat sangat merindukan pemimpin yang tidak memanipulasi “kegeraman” rakyat demi kekuasaan sektarian. Kita merindukan keteladanan etika pemimpin, juga kita merindukan hadirnya pemimpin-pemimpin yang menjadi pemersatu di tengah-tengah kegaduhan ini. Namun sayangnya hal itu sulit dijumpai di negeri ini, hari ini.
Jadi, setelah nanti kasus ini terbongkar dan selesai, langkah yang perlu dilakukan Mendagri adalah berganti mitra kerja dalam pengadaan proyek ini. Jangan sampai gegabah dalam menentukan langkah memilih mitra kerja. Kalau memang dibutuhkan, pemerintah bisa membuat peraturan tambahan agar megaproyek ini benar-benar memberi keuntungan dan kemudahan bagi masyarakat.
Akhirnya, kini kita berharap kasus megaproyek e-KTP ini secepatnya terselesaikan dan menemuai titiik terang. Mari kita kawal proses hukum ini, agar bangsa kita semakin bersih dari perampok-perampok aset bangsa.
Faqih Mansyur Hidayat
Mahasiswa Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam STAIN Kudus, bergiat di Paradigma Institute Kudus
(*)