Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Menelusuri Jejak Suku Pedalaman Manusia Kerdil 'Mante' Yang Hebohkan Media Sosial

Heboh manusia kerdil yang menghadang pengendara sepeda motor trail di pedalaman Aceh telah beredar di media sosial.

TRIBUNJATENG.COM, BANDA ACEH -- Heboh manusia kerdil yang menghadang pengendara sepeda motor trail di pedalaman Aceh telah beredar di media sosial.

Penampakan manusia kecil yang diduga Suku Mante itu diunggah di YouTube oleh akun bernama HZTN.

Dalam video tersebut, seorang pengendara motor trail sedang menyusuri hutan pedalaman Aceh tiba-tiba dikejutkan oleh sesosok manusia pendek sedang berlari sambil membawa kayu.

Makhluk tersebut kemudian dikejar, namun menghilang di balik ilalang. Para pemotor trail kemudian mencarinya namun tak berhasil.

Sejumlah informasi di internet menyebutkan, manusia kerdil itu adalah Suku Mante, suku yang hampir punah dan tinggal di gua-gua dan pinggir sungai di pedalaman Aceh.

Harian Kompas sempat menulis artikel mengenai keberadaan suku tersebut pada 18 Desember 1987 silam dengan judul 'Ditemukan Lagi, Suku Mante di Daerah Pedalaman Aceh'.

Seorang pawang hutan, Gusnar Effendy, menemukan Suku Mante hidup di belantara pedalaman Lokop, Kabupaten Aceh Timur.

Dia juga pernah bertemu dengan suku tersebut di hutan-hutan Oneng, Pintu Rimba, Rikit Gaib di Kabupaten Aceh Tengah dan Aceh Tenggara.

"Umumnya tinggal di gua-gua, celah gunung. Kalau siang hari berada di alur-alur sungai dalam lembah," kata Gusnar dikutip Harian Kompas, edisi 18 Desember 1987.

Beberapa gua yang kerap ditinggali suku terasing ini antara lain Gua Bete, Jambur Atang, Jambur Ketibung, Jambur Ratu dan Jambur Situpang.

Suku Mante ini memiliki ciri-ciri tubuh kerdil dengan ketinggian sekitar satu meter. Rambut terurai panjang hingga pantat. Sebagian dari mereka bertelanjang.

Mereka memiliki kulit cerah, tubuh berotot dan kasar serta wajah bersegi dengan dahi sempit. Kedua alis mata mereka bertemu di pangkal hidung yang tampak pesek.

Dikutip Wikipedia, Suku Mante adalah salah satu etnis terawal dan pembentuk etnik-etnik di Aceh. Suku ini bersama suku lainnya, yakni Lanun, Sakai, Jakun, Senoi dan Semang, merupakan cikal bakal suku-suku yang ada saat ini di Aceh.

Istilah "Mante"

Harian Kompas menyebutkan, nama Mante pertama kali diperkenalkan oleh Dr Snouck Hurgronje dalam bukunya, De Atjehers. Dia mengartikan Mante adalah istilah untuk tingkah kebodoh-bodohan dan kekanak-kanakan. Snouck sendiri mengaku belum pernah bertemu dengan Suku Mante.

Namun dalam kamus Gayo-Belanda karangan Prof Ibrahim Alfian, Mante dipakai untuk sekelompok masyarakat liar yang tinggal di hutan. Kamus lain, Gayo-Indonesia tulisan antropolog Nelalatua, Mante diartikan kelompok suku terasing.

Snouck dalam bukunya juga menyebut Mante adalah orang Mantran yang tinggal di perbukitan Mukim XXII.

Dijelaskan, pada abad XVIII, sepasang warga Suku Mante ditangkap lalu dibawa ke Sultan Aceh. Mereka tidak mau berbicara dan makan ataupun minum. 

Sepasang suami-istri orang Mante ini pernah tertangkap dan dihadapkan kepada Sultan Aceh, yang terjadi pada masa kakek mereka.

Namun kemudian, mereka mati kelaparan karena menolak untuk berbicara atau makan meskipun telah dibujuk dengan segala upaya.

Sementara itu, terkait keberadaan Suku Mante di Aceh, hingga hari ini tak ada yang mampu mengonfirmasi kebenaran cerita tersebut. Suku Mante masih tetap misterius.

Ketika Snouck di Aceh, banyak beredar cerita mengenai Mante, yang tanpa dapat memberikan suatu penjelasan.

Ketahanan hidup (eksistensi) mereka, sebut Snouck dalam De Atjèhers, mungkin sekali tetap, sesuai apa yang diceritakan orang Kalimantan padanya.

Namun mereka tampaknya selalu tinggal di daerah yang jaraknya sehari perjalanan lebih jauh ke pedalaman.

Orang Mante ini diperkirakan tanpa busana dan tubuh mereka berambut tebal. Dan dikabarkan orang Mante mendiami pegunungan di Mukim XXII.

Menurut Hugronye, dalam tulisannya di daerah dataran rendah, perkataan ini pula dipakai untuk memberi julukan kepada penduduk dataran tinggi, di mana di mata mereka dianggap kurang beradab. Dalam arti yang sama juga diterapkan orang daratan tinggi pada penduduk pantai barat yang berdarah campuran.

Beberapa waktu yang lalu, seorang warga Kala Empo, Kecamatan Linge, Aceh Tengah, M Yusuf Aman Darma, mengaku sering bertemu dengan Mante, yang oleh masyarakat Gayo dikenal dengan sebutan Manti.

Aman Darma mengaku beberapa kali berjumpa dengan makhluk ini, secara tidak sengaja, ketika ia pergi berburu ke hutan atau pergi menjala ikan di hutan kawasan hutan Linge, Aceh Tengah. Manti yang pernah dilihatnya sangat liar, seperti kijang berlari dengan sangat cepat.

Manti memiliki kepekaan yang luar biasa tajam terhadap kehadiran manusia biasa didekatnya. Karenanya dia akan segera menghindar, berlari dengan kecepatan luar biasa, menghilang, hingga tidak dapat terlihat bagaimana makhluk tersebut berpindah tempat ditengah rimbunan hutan.

“Sulit untuk mendeteksi tempat persembunyiannya,” ungkap Aman Darma kepada Munawardi dari LintasGayo.

Kisah Aman Darma,  Suku Mante yang ditemukannya ada dua sosok, dengan tubuh ditutupi bulu. Hanya saja tidak diketahui secara persis, apakah Manti yang ditemukan itu sepasangan atau tidak. Karena tidak dapat dipastikan apakah Manti itu berlainan jenis atau tidak, karena sulit menngetahui jenis kelaminnya.

Aman Darma bahkan mengaku pernah mengikuti makhluk tersebut saat bertemu. Hanya saja, ketika mencoba mengikuti arahnya, mahluk itu seakan berlari mundur ke belakang. Sehingga, hanya jejak kaki yang tertinggal. Jekak tapak kaki itu mirip jejak kaki manusia usia anak-anak.

Bagi masyarakat Gayo, manusia misterius ini ada dua jenis, yaitu Manti dan Kumen. Sekilas keduanya merupakan makhluk yang sama, namun yang membedakan kedua jenis ini adalah pada kakinya, pada sosok yang dinamakan “Kumen” memiliki postur kaki yang tidak biasa, yaitu kaki terbalik kebelakang, dengan posisi tumit menghadap ke bagian depan tubuh.

Sedangkan, Manti di Gayo merupakan makhluk yang sangat mirip dengan manusia, hanya saja berperawakan kecil, ukuran badannya hanya setinggi anak-anak umur tujuh tahun, tidak mengenal penutup badan atau pakaian, diperkirakan tinggal di dalam hutan belantara Gayo, wilayah Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan sekitarnya. Terbilang sangat langka orang yang pernah bertemu dengan sosok makhluk ini.

Pun begitu, berdasarkan keterangan beberapa sumber, terdapat perbedaan pendapat, bagaimana wujud Manti dan seperti apa pula Kumen.

Tertangkap di Kungke

Warga Pegasing, Siswandi juga membenarkan adanya keberadaan makhluk yang dinamakan dengan Manti tersebut di hutan belantara Gayo.

Dimana, pada tahun 1983 silam, Manti pernah tertangkap di daerah Kungke, Aceh Tenggara yang kini termasuk dalam wilayah Kecamatan Puteri Betung, Kabupaten Gayo Lues.

Satu makhluk Manti, berperawakan kecil, sekilas terlihat seperti seumuran anak sekolah TK, tinggi tubuhnya hanya sekitar 60 cm, dengan penampilan bentuk kaki yang aneh, kaki terbalik, bagian tumit berada di depan, sedangkan jari-jari kaki menghadap kebelakang.

Makluk ini tertangkap secara tidak sengaja oleh Siswandi bersama beberapa rekan kerjanya, yang pada saat itu sedang bertugas di Dinas Kehutanan setempat.

Dimana, saat itu Siswandi bersama rekannya melintas dengan mobil di daerah Kungke pada malam hari, tiba-tiba dihadapan mereka terlihat tiga Manti terkena sorotan lampu mobil yang mereka tumpangi.

Setelah mereka keluar dan mencoba mengikuti ketiga Manti tersebut, dua Manti berhasil kabur dan menghilang di tengah hutan dan gelapnya malam.

Sementara satu Manti, terpojok dan tertinggal dibawah sudut tebing, meringkuk, terlihat pasrah, karena sudah tidak berdaya menaiki tebing yang terbilang sangat tinggi, ditinggal lari oleh kedua Manti lainnya.

Diketahui satu Manti yang sempat tertangkap ini berjenis kelamin perempuan, kemudian dibawa ke Dinas Kehutanan setempat, dan ditempatkan di dalam kerangkeng.

Semenjak tertangkap, Manti ini tidak pernah memberikan reaksi apapun, seolah menunjukkan ekspresi malu sekaligus takut kepada manusia. Berbagai cara sudah ditempuh, agar makhluk tersebut merespon petugas kehutanan, termasuk memberikan makanan dan buah-buahan, namun makhluk ini tetap tidak bergeming.

Karena merasa kasihan, setelah dua hari sejak tertangkap, pihak Dinas Kehutanan akhirnya mengembalikan makhluk Manti ini ke tempatnya semula, di hutan. Dengan seketika setelah dilepaskan di hutan, makhluk ini berlari begitu kencangnya dan menghilang dengan cepat.

Pemerhati politik, sosial dan budaya asal Gayo yang kini menetap di Denmark, Yusra Habib Abdul Ghani, Sabtu 19 September 2015 di Takengon mengaku, Manti ini mirip dengan penemuan “Flores Man” yang dijuluki dengan “Hobbit” atau “Flo” pada tahun 2003 silam, di Flores Nusa Tanggara Timur.

Makhluk kerdil yang ditemukan kerangkanya tersebut oleh arkeolog, merupakan spesies endemik yang dinamai dengan “Homo floresiensis” atau “Flores Man” yang berarti “Manusia Flores”.

“Ukuran kerangka manusia flores ini ditemukan berukuran tinnggi hanya 1,1 meter, sehingga disebut sebagai manusia kerdil dari Flores,” jelas Yusra.

Ukuran tubuh suku Manti ini di luar lazimnya manusia biasa, karena suku Manti ini hanya berukuran kurang lebih semeter, alias bertubuh kerdil, atau kira-kira seukuran tubuh anak usia 6 tahun. Memiliki kulit berwarna hitam dan berambut ikal.

Ciri-ciri fisik seperti ini mengingatkan kita kepada suku Pigmi di Afrika. Tetapi suku Manti ini bukanlah ras negroid seperti Suku Pigmi, melainkan memiliki ras weddoid, seperti suku Kubu di Jambi, hanya saja berukuran tubuh kecil.

Dari berbagai literatur yang dihimpun LintasGayo, Manti ini sama halnya dengan sosok orang pendek yang ditemukan disejumlah daerah di Indonesia. Orang pendek adalah makhluk cryptozoology paling termashyur di Indonesia.

Konon menurut para saksi ia memiliki tubuh seperti kera, namun berjalan seperti manusia. Berbeda dengan Bigfoot di Amerika, maka Orang Pendek benar-benar sesuai dengan namanya. Makhluk ini hanya memiliki tinggi kurang dari satu meter. (Kompas.com/Tabloid LintasGAYO)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved