Inilah Penyebab Wilayah Sayung Sering Kena Banjir
Daerah kawasan Sayung, Kabupaten Demak memang merupakan daerah yang banyak persoalan, khususnya banjir.
Penulis: hesty imaniar | Editor: bakti buwono budiasto
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Hesty Imaniar
TRIBUNJATENG.COM, DEMAK – Daerah kawasan Sayung, Kabupaten Demak memang merupakan daerah yang banyak persoalan, khususnya banjir.
Lurah Sayung, Munawir menyebut bahwa hidup di daerah perbatasan dengan Semarang sedikit banyak mempengaruhi pola pikir masyarakat di Sayung.
Sehingga banyak masyarakat Sayung yang berpola pikir moderen, seperti daerah di Kota Semarang.
“Selain itu, Sayung juga berada di lingkungan industri, dimana dampak lingkungan serta pendidikan perusahaan yang kurang mendidik di masyarakat dampaknya terasa sekali. Kurang mecerdaskan masyarakat saya,” jelasnya Minggu (26/11/2017).
Baca: Daniele De Rossi Dikartu Merah, AS Roma Imbang 1-1 Atas Genoa
Selain itu, Munawir juga mengatakan, bahwa Sayung merupakan daerah rawan bencana, misalnya banjir.
Secara geografis Sayung merupakan daerah cekung, sehingga daerah ini rawan akan bencana banjir.
“Bencana banjir biasanya datang dari Sungai Sayung-Dombo, dimana air itu berasal dari Ungaran yang muaranya ke Sayung. Adapun juga bencana banjir dari air pasang laut. Keduanya berdampak pada potensi alam yang melemah, ketahanan ekonomi masyarakat melemah,” bebernya.
Baca: Malas Cuci Sepatu? Bawa ke 2Cleaning Dijamin Bersih
Ia mengatakan sungai di wilayahnya merupakan sungai buangan dari air yang datang dari berbagai daerah.
"tidak hanya Ungaran saja, melainkan juga dari Pucang Gading, dan Kaligawe Semarang,” paparnya.
Sementara itu, Pakar Hidrologi Undip Semarang, Nelwan Diple HE menjelaskan, bahwa penyebab banjir hampir sama dengan daerah atau sungai yang ada di Semarang Timur.
Penanganan yang berkonsep tidak benar, seperti menutup muara-muara kali juga menjadi masalah.
“Memang tujuannya supaya air laut tidak masuk, tapi hanya mengandalkan kekuatan pompa. Hal itu tidak ada dalam ilmu pengairan, jika muara sungai ditutup tidak benar jika hal itu mampu menyelasaikan masalah banjir, tidak hanya di Sayung, tapi juga deaerah lainnya. Selama dari jaman Belanda selalu di kasih pintu klap yang bisa buka tutup,” imbuhnya.
Baca: DPD KNPI Kota Semarang Beri Pelatihan Marketing Online ke Pemuda Karang Malang
Sungai Sayung yang dekat dengan jembatan mestinya ada klap, yang bisa gerak sendiri bila air laut pasang, maka akan menutup sendiri serta sebaliknya.
Saat ini kondisinya rusak semua karena konsep penanganan keliru.
kemudian ada juga faktor penurunan muka tanah.
“Memang harus ada solusi, misalnya untuk jangka pendek pakai bendung karet, fungsinya menahan rob atau pasang dari air laut. Proses pembuatannya lebih cepat dan ekonomis. Seperti di Kalijajar dan Kali Welayahan sudah ada bikinan jaman Soeharto dulu,” jelasnya.
Sementara itu, untuk solusi jangka panjang, satu pemeliharaan agar endapan tidak menumpuk di sungai sehingga perlu pengerukan berkala.
Pengaturan tata ruang wilayah sehingga tidak mengakitbkan penuruna muka tanah yang terlalu cepat.
“Ini saya lihat daerah Sayung laku sekali jadi daerah industri. Itu boleh-boleh saja tapi harus dipikirkan dong, industri kan perlu air tanah kalau nyedot dari bumi maka penurunan muka tanah bisa cepat. Tanah di situ merupakan lahan tambak sekarang industri,” pungkasnya.(*)