Gunung Agung Meletus
Tremor Over Scale Kembali Terjadi di Gunung Agung Bali, Saat Ini Masih Berlangsung
Laporan terkini alat seismograf Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekam tremor over scale
TRIBUNJATENG.COM - Laporan terkini dari Pos Pantau Gunung Api Agung di Desa/Kecamatan Rendang, alat seismograf Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekam tremor over scale atau tremor dengan amplitudo melebihi alat ukur seismograf, Rabu (29/11/2017).
Menurut laporan PVMBG, tremor over scale tersebut terjadi sejak pukul 17.25 Wita.
Hingga berita ini diposting, tremor over scale dilaporkan masih berlangsung di Gunung Agung.
"Kami kembali rekam tremor overscale selama 20 menit dan masih berkangsung," jelas Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana.
Sebelumnya, kemarin (28/11/2017) sekitar pukul 13.30 Wita, alat seismograf PVMBG juga merekam tremor over scale dengan amplitudo maksimum 23 mm.
Tremor over scale tersebut terjadi sekitar pukul 13.30 Wita hingga 14.00 Wita.
"Tremor overscale ini menandakan ada volume material yang sangat besar, dan berusaha keluar untuk memenuhi kawah," jelas Kepala Bidang Mitigasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi I Gede Suantika, Selasa (28/11/2017).
Fase Kritis Gunung Agung, Ini Penjelasan PVMBG
Tremor ini menandakan gunung Agung memasuki fase kritis menuju letusan yang lebih besar.
"Tremor overscale ini menandakan ada volume material yang sangat besar, dan berusaha keluar untuk memenuhi kawah," kata Suantika kepada awak media di Pos Pantau Gunung Api Agung, kemarin.
Tremor overscale terus menerus tersebut, kata Suantika, mengindikasikan Tohlangkir --sebutan orang Bali untuk Gunung Agung-- tak lama lagi bakal mengalami letusan besar.
“Hanya kita belum tahu kapan. Indikasinya untuk terjadi letusan yang lebih besar sudah kuat. Jika terjadi letusan, volume yang keluar lebih besar,” jelasnya.
Ada dua letusan yang kemungkinan akan terjadi, pertama letusan efusif yang mana magma cepat memenuhi kawah dan meluber keluar gunung menjadi lahar panas dan diikuti dengan awan panas guguran.
Sementara kemungkinan kedua terjadi letusan eksplosif yakni letusan besar mengelontarkan material disertai awan panas.
"Ini yang kita takuti tadi. Kita khawatir magma sudah dangkal di kawah, tiba-tiba ada jumlah magma dengan volume besar keluar secara barengan. Ini yang nanti jadi eksplosif. Ini yang tadi bikin kami (PVMBG) agak panik, sehingga kami minta warga menjauh dari pos pantau," kata Suantika, ahli vulkanologi asal Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Kabupaten Buleleng.
Gunung Agung memiliki dua karakter atau tipe letusan, eksplosif dan efusif.
Hal ini mengacu pada letusan tahun 1963, yang berlangsung hampir setahun sejak 16 Februari 1963 hingga 27 Januari 1964 dengan ditandai dua kali letusan dahsyat.
Suantika pun menyebut letusan selama setahun seperti tahun 1963 ini pun sangat berpotensi kembali terulang tahun ini.
"Sangat ada kemungkinan jika erupsi berlangsung selama setahun dengan mengacu riwayat letusan tahun 1963," tandasnya.
Tim PVMBG pun akan mempertimbangkan perluasan zona bahaya.
Saat ini zona bahaya berada di radius 8-10 kilometer.
Kemungkinan akan diperluas sampai radius 9-12 kilometer.
"Melihat kondisi Gunung Agung saat ini, saya kira impact-nya akan luas. Kita lihat perkembangan dulu, nanti kita akan pertimbangkan perluasan zona bahaya," jelas Suantika.
Pejabat Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho sebelumnya menyebut potensi letusan Gunung Agung yang lebih besar segera terjadi.
Potensi ini teramati dari peningkatan status Gunung Agung dari Siaga menjadi Awas. (tribunbali/Eka Mita Suputra)