TOKO Roti Panggang Tertua di Indonesia Ada di Purwokerto, Berdiri Sejak 1898 makin Eksis
TOKO Roti Panggang Tertua di Indonesia Ada di Purwokerto, Berdiri Sejak 1898 makin Eksis hingga kini
Penulis: khoirul muzaki | Editor: iswidodo
Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Seorang pekerja mengangkat roti dari oven tradisional menggunakan batang kayu panjang. Aroma roti panggang yang khas langsung menyeruak ke hidung saat roti matang itu ditarik keluar oven.
Beberapa pekerja lain berbagi tugas mengemas roti hingga menyajikannya di etalasi toko di ruang depan. Di ruang toko, puluhan pelanggan telah mengantre untuk membeli roti yang selalu disajikan segar tersebut.

Oven yang dipakai untuk memproduksi roti ini bukanlah oven biasa. Meski telah digunakan selama ratusan tahun, sejak Toko Roti Go itu berdiri, tahun 1898, oven berbahan batu bata ini masih kokoh dan tak berubah bentuk.
Pemilik masih mempertahankannya sebagai mesin utama untuk memproduksi roti tradisional hingga sekarang. Pemanas oven masih menggunakan bahan kayu bakar hingga mempengaruhi cita rasa roti.
Dari oven legendaris ini, bermacam jenis roti tradisional dinantaranya roti sobek, roti manis dan pastry setiap hari tercetak dan dijual di Toko Roti Go yang beralamat di Jalan Jenderal Soedirman Nomor 724 Purwokerto.
"Pengolahan roti ini masih pakai cara tradisional. Roti tradisionalnya juga tidak berubah sejak dulu,"kata Rosani Wiogo, generasi ketiga pemilik toko roti Go, Selasa (19/12)
Toko Roti Go disebut-sebut sebagai toko roti tertua di Indonesia yang masih bertahan hingga kini.
Rosani merupakan generasi ketiga penerus usaha yang didirikan oleh kakek neneknya, The Pake Nio bersama suaminya Go Kwee Ka pada 1989.
Ia bersama suaminya FX Pararto Widjaja meneruskan usaha itu setelah orang tuanya meninggal. Merek toko ini diambil dari nama marga pemilik pertama, Go Kwee Ka.

Bukan hanya alat produksi yang dipertahankan, usaha keluarga ini tetap mempertahankan resep roti yang diturunkan leluhur. Keluarga ini tetap menggunakan bibit (biang) yang diwariskan turun temurun selama seratusan tahun.
Pemilik memilih tidak menambahkan bahan kimia yang kini banyak dipakai produsen roti, semisal pengawet atau pengembang. Meski Rosani sadar, tanpa campuran bahan kimia itu, roti buatannya tak mampu bertahan lama.
Melalui pengolahan tradisional, roti Go hanya bertahan sampai sekitar tiga hari.
Karena itu, Rosani selalu membatasi jumlah produksi rotinya. Jangan sampai, produksi berlebih namun pada akhirnya sisa hingga ia menanggung rugi.
"Lebih baik kurang, daripada sisa. Sisa berarti rugi karena harus dibuang, tak mungkin dijual lagi," katanya.