Meneguk Kehangatan Bajigur Pegadaian Comal Pemalang
Hampir semua penduduk Comal dan sekitarnya mengenal kedai ini sebagai warung "bajigur pegadaian".
Penulis: ponco wiyono | Editor: galih permadi
Laporan wartawan Tribun Jateng, Ponco Wiyono
TRIBUNJATENG.COM, PEMALANG - Hampir semua penduduk Comal dan sekitarnya mengenal kedai ini sebagai warung "bajigur pegadaian".
Seperti sudah jadi brand, kantor Pegadaian di belakang memang lebih sering disebut dibandingkan nama aslinya, Kios Wedang Bajigur Manyir.
Senin (26/2/2018) malam udara di kawasan Comal Kabupaten Pemalang tak terasa gerah lantaran musim hujan belum sepenuhnya usai.
Suasana semakin sejuk, begitu jarum jam menunjukkan pukul 20.00.
Di salah satu sudut sisi barat pasar bagian selatan, satu kios masih tampak sibuk sementara pedagang kedai-kedai di sekitarnya sedang berbenah meringkasi dagangan.

Tenda hijau mengelilingi kios berukuran 3 meter persegi itu tersebut, sementara nama Manyir tertulis lebih kecil dibandingkan kata bajigur, seolah-olah ingin menekankan dagangan utama kedai itu.
Manyir, singkatan dari manis lan nglinyir (manis dan berminyak-red) dipakai agar tampak lebih resmi dibandingkan nama populernya. Beberapa pembeli, di antaranya dua orang pemuda sedang sibuk bercengkerama satu sama lain.
"Saya lupa tepatnya kapan pertama kali ke sini. Yang jelas saya diajak ayah saya, mungkin TK atau SD. Sampai sekarang saya masih sering ke sini, tapi tidak lagi dengan ayah melainkan kawan-kawan," ujar salah satu pemuda, Syaiful Bahri (33) membuka percakapan dengan Tribun.
Pemuda asal Desa Pendawa Kecamatan Bodeh itu memilih melepas malam sambil mereguk segelas bajigur bersama kawannya, Wayitno (31).
Keduanya memesan dua gelas bajigur berukuran sedang, ditemani beberapa potong aneka kue kering yang tersaji sesuai macamnya.
Pengakuan Syaiful dibenarkan si pemilik kios, Kusrini (53). Tidak hanya Syaiful, pecinta bajigur pegadaian disebut Kusrini kerap datang jauh-jauh hanya untuk menikmati segarnya minuman berbahan rempah-rempah khas Jawa itu.
"Kalau daerah seperti Pekalongan sampai Tegal itu sudah biasa. Sesekali ada yang dari luar Jawa, ada orang sini yang pindah ke luar Jawa dan 25 tahun kemudian ke sini lagi dan dia kaget karena memang kami tak pernah pindah," aku Kusrini.
Satu gelas sedang bajigur dihargai Rp 3 ribu, sementara dengan gelas kecil harganya lebih murah 500 rupiah.
Pengunjung juga bisa membawa pulang sebotol bajigur seharga Rp 10 ribu.
Aneka kudapan pelengkap seperti kue kering dan gorengan dihargai masing-masing Rp 500.
Kios Wedang Bajigur Manyir bermula pada tahun 1968 saat ayah Kusrini yang bernama Ruslani menjajal usaha baru setelah bertahun-tahun merantau ke Jawa Barat.
Kusrini mengisahkan, Ruslani yang sudah meninggal dunia delapan tahun silam saat di perantauan sempat belajar membuat bajigur dengan ramuan berupa gula pasir, vanili, daun pandan, santan, dan coklat.
Tidak dinyana, resep tersebut ampuh dan disukai banyak orang. Ruslani pun menekuni usaha tersebut ditemani sang istri, Casmiah yang kini sedang menjalani kehidupan di usia senja.
Selepas generasi pertama mentas, pasangan Kusrini dan Fatoni (65) kemudian menjadi penerus usaha tersebut sampai saat ini.
"Kami tak pernah benar-benar pindah atau tutup. Hanya geser-geser sedikit, dan sejak tahun 1985 kami mapan di trotoar depan pegadaian ini," sambung Kusrini.
Selain Syaiful, ada serombongan lain yang datang menikmati bajigur malam itu. Mereka adalah keluarga Latifah (40), yang sejumlah enam orang dan sengaja datang dari Pekalongan.
Rombongan tersebut memesan beberapa gelas untuk diminum di tempat, serta beberapa botol untuk dibawa pulang.
Ada yang unik dari pelayanan bajigur Manyir ini, yakni pemesanan menggunakan plastik tidak dilayani.
Pembeli yang menginginkan minumannya dibawa pulang, harus membawa thermos sendiri atau menggunakan botol bekas sirup yang sudah disiapkan sang penjual.
Sebagian masyarakat setempat mengira ada alasan berbau klenik dari pelarangan bungkus plastik di kedai itu, namun Kusrini menampiknya.
Menurut Kusrini, bungkus plastik akan membuat citarasa bajigurnya berkurang.
"Sebab saya pakai gula murni, bukan bibit. Juga tidak ada bahan kimia di bajigur saya, semua alami dan turun temurun dari ayah," tegas Kusrini yang beralamat di Kelurahan Purwoharjo ini.
Pengunjung dari arah Jakarta atau Semarang bisa mendapati kios ini, dengan mengambil arah Watukumpul dari pertigaan Blandong sekitar satu kilometer ke arah selatan.
Kemudian di pertigaan pos polisi Pasar Comal, belok ke kanan sekitar 300 meter. Kios Wedang Bajigur Manyir berada di sisi kiri jalan, dan buka sejak pukul 16.00 hingga pukul 24.00.(*)