Era Digital, Penjual Buku Bekas di Pasar Sore Alun-alun Tegal Masih Optimistis
Semakin sore kios-kios buku di Pasar Sore Alun-alun Kota Tegal semakin banyak yang dibuka oleh pemiliknya.
Penulis: Bare Kingkin Kinamu | Editor: galih permadi
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Bare Kingkin Kinamu
TRIBUNJATENG.COM, TEGAL - Semakin sore kios-kios buku di Pasar Sore Alun-alun Kota Tegal semakin banyak yang dibuka oleh pemiliknya.
Aroma kertas menguar ketika beberapa penjaga kios mulai merapikan beberapa buku.
Terletak di Pasar Sore Alun-alun Kota Tegal, penjual buku bekas di komplek kios ini optimistis banyak pembeli.
Seperti cerita pemilik satu di antara beberapa kios buku bekas asal Sumatera Barat ini, Abu Jundi.
"Saya sudah 10 tahun membuka kios di Pasar sore Alun-alun Kota Tegal. Sejak kios-kios buku di Kwitang, Jakarta, digusur saya dan istri pindah ke Kota Tegal," terang Abu Jundi, pemilik kios buku bekas di Pasar Sore Alun-alun Kota Tegal, kepada Tribunjateng.com, Senin (19/3/2018).
Abu Jundi beristerikan perempuan asal Kota Tegal yang menjadi guru PAUD di Adiwerna Kabupaten Tegal.
Dari keterangan Jundi, ia pertama kali menemukan tambatan hatinya saat sama-sama merantau ke Ibu Kota Indonesia dan akhirnya menikah pada tahun 1998.
Sehari-hari ia membuka kios usai adzan dhuhur dan tutup sekitar pukul 21.00 WIB.
Meski demikian Jundi tetap optimistis terus berusaha sebagai penjual buku bekas.
Ada lalu-lalang orang yang singgah di kosnya sore ini.
"Pak, ada majalah National Geographic?" tanya pembeli ini.
Terlihat ada beberapa tumpukan majalah National Geographic dari berbagai tahun. Harga resminya di tahun 2007-2008 yakni Rp 50 ribu/ majalah. Karena bekas, harga di tahun 2018 turun.
"Ditawar bisa Pak?" tutur pembeli ini.
Akhirnya harga permajalah dibeki dengan harga Rp 20 ribu saja.
Abu Jandi mengaku tak pernah mempersulit pembelinya untuk bisa membaca.
Terlihat banyak sekali tumpukan buku-buku dari berbagai tahun. Ada yang warna kertasnya berwarna coklat dan ada juga yang masih putih.
"Biasanya sehari ada yang beli, yaa saya suka dengan pekerjaan saya ini jadi tidak masalah," terang Jundi.
Saat ditanya seberapa besar pendapatannya ia tidak menjawab gamblang, ia justru menceritakan kisah anak-anaknya yang telah sekolah menengah pertama.
"Ya bisa menyekolahkan anak saja sudah cukup. Sekarang sekolah anak saya gratis ya buat tambah-tambahlah tetap berjualan buku ini. Saya juga menggarap sawah," jelasnya.
Tidak ada nada khawatir dalam penjelasan Jundi, meski waktu telah menunjukkan pukul 17.15 WIB baru satu pembeli.
Dari keterangan Jundi, biasanya di saat mendekati ujian banyak para mahasiswa mencari beberapa buku acuan untuk belajar.
"Ya buku-buku ini saya dapat dari Semarang dan ada yang dari Kwitang. Tidak apa-apa sehari laku satu-dua yang penting bermanfaat," imbuhnya.(*)