Demi Indonesia, Ismangil Rela 3 Bulan Tak Ganti Baju, Ini Curahan Hatinya Kini
Setebal apapun pakaian itu, jika dipakai berbulan-bulan untuk bertempur, pastilah hancur
Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Kemerdekaan tidak turun begitu saja dari langit. Untuk menjadi negara berdaulat, para pahlawan memperjuangkannya dengan kucuran keringat dan darah. Penghargaan terhadap jasa para pejuang karena itu mesti ditinggikan.
Saat generasi sekarang tinggal menikmati kemerdekaan itu dengan hidup enak, sebagian pejuang yang memperjuangkannya justru bernasib memprihatinkan.
Setelah kemerdekaan direngkuh, mereka harus masih harus berjuang melawan kemiskinan dan kegetiran hidup.
Seperti nasib sebagian veteran di Kabupaten Banjarnegara. Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Banjarnegara Ismangil menyebut, sekitar 40 persen dari total 183 veteran di Kabupaten Banjarnegara kondisinya memprihatinkan.
Di antara mereka ada yang tidak memiliki rumah, atau memiliki rumah namun tidak layak huni. Ada juga veteran yang harus berjuang melawan penyakit.
"Ada yang tidak punya rumah. Ada yang rumahnya tidak layak, ada yang tergeletak sakit,"katanya
Pihaknya bahkan pernah mengusulkan 5 rumah veteran di Kecamatan Susukan dan Mandiraja untuk mendapatkan bantuan renovasi karena dianggap tidak layak huni.
Meski prihatin terhadap kondisi sebagian veteran yang hidup di bawah garis kemiskinan, Ismangil tetap mengapresiasi pemerintah yang mulai memperhatikan kesejahteraan para veteran.
Mereka mendapat dana kehormatan dan tunjangan untuk veteran yang sedikit membantu perekonomian keluarga.
"Kabarnya nanti juga akan dinaikkan tunjangannya. Kami harap begitu,"katanya
Ismangil merasakan sendiri beratnya perjuangan mempertahankan keutuhan NKRI hingga banyak temannya yang berguguran di medan perang.
Ismangil adalah veteran pembela Seroja. Dia ikut terlibat dalam operasi militer Seroja tahun 1975 di usianya ke 23 tahun kala itu.
Suatu hari di tahun 1975, ia dan ribuan prajurit TNI lain hendak memulai operasi dengan menumpang kapal menuju Timor Timur.
Sesampai di pelabuhan, kapal ditambatkan. Rombongan turun untuk bergabung dengan prajurit lain di pulau itu.
Tetapi baru beberapa langkah kaki mereka menginjak tanah, mereka langsung dihujani tembakan mortir dari musuh.
Serangan tak terduga itu pun membuat mereka kalang kabut. Ismangil dan teman-temannya seketika berlari mencari perlindungan.
"Saat itu musuh tidak jelas, tembakan darimana. Akhirnya kami cari perlindungan, ya di balik tembok atau pohon besar. Apalagi saat itu baru pertama kali saya bertempur,"katanya
Kota Dili saat itu telah dikuasai Fretilin, gerakan pertahanan yang berjuang untuk kemerdekaan Timor Timur.
Hingga hari gelap dan musuh telah bergerak mundur, mereka merapat dan menyusun strategi menyerang untuk keesokan hari.
Sejak saat itu, hari-hari diwarnai pertempuran. Karena kegentingan itu, Ismangil sampai tak sempat ganti pakaian selama tiga bulan lebih.
Hanya saat menjumpai mata air atau sungai, ada kesempatan bagi mereka melucuti baju. Lalu menguceknya dengan air hingga endapan keringat dan kotoran yang menempel di pakaian luruh.
Setebal apapun pakaian itu, jika dipakai berbulan-bulan untuk bertempur, pastilah hancur.
"Pakaian sampai rusak karena gak sempat ganti. Kalau ketemu sungai paling diperas lalu dipakai lagi,"katanya
Selama berbulan-bulan, Ismangil merasakan tak pernah nyenyak tidur. Bukan karena tanah yang kerap menjadi alas tidurnya, tapi ancaman musuh yang selalu mengintai keberadaan mereka.
Sedikit lengah saja, pertahanan mereka bisa kocar kacir.
Tetapi para tentara, kata Ismangil, sedikit lega lantaran memiliki kekuatan lebih dibanding musuh. Kemenangan di depan mata. Meski untuk mendapatkannya, ribuan anggota TNI harus berkorban nyawa.
Para prajurit Indonesia terus bergerak maju, hingga pasukan musuh terdesak, dan kota Dili berhasil diduduki.
Timor Timur kemudian menjadi bagian dari Indonesia dan dinyatakan sebagai provinsi ke 27 dengan Dili sebagai ibu kotanya pada 1976.
Tetapi beberapa dekade kemudian, tahun 2002, Timor Timur meraih kemerdekaan melalui proses referendum pada 1999 menjadi Timor Leste, dengan Dili sebagai ibukotanya.
"Ya sangat disayangkan, karena sudah banyak korban tentara kita yang gugur,"katanya. (*)