Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Gempa Donggala

BERITA LENGKAP: Alasan Kenapa Tsunami Palu Tak Terdeteksi? Inilah Masalahnya

Dua hari terakhir, banyak orang mengungkapkan keheranannya soal peringatan dini dan penanganan bencana.

ISTIMEWA
gempa dan tsunami donggala palu 

TRIBUNJATENG.COM -- Dua hari terakhir, banyak orang mengungkapkan keheranannya soal peringatan dini dan penanganan bencana.

"Kok bisa tsunami Palu enggak tahu?" "Memang kita enggak punya peta hazard sampai enggak tahu?"

Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Z Abidin mengungkapkan keruwetan masalah yang dihadapi saat gempa Donggala yang diikuti tsunami Palu.

Ia menjelaskan, BIG sebenarnya mengelola satu stasiun pasang surut di dermaga Kota Palu. Dalam stasiun itu terdapat alat pengukur pasang surut yang berfungsi mendeteksi tsunami.

Didukung dengan daya listrik, stasiun akan meneruskan data pasang surut ke pemangku kepentingan seperti BIG dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

"Stasiunnya persis di pinggir laut. Online pakai listrik. Sebelum gempa sebenarnya berfungsi tetapi begitu gempa komunikasi listrik mati," jelasnya.

Hasan menambahkan, dia sendiri tak tahu nasib stasiun pasang surut, apakah hancur akibat gempa dan tsunami atau masih berdiri.

Baca: UPDATE: 832 Orang Tewas Korban Gempa Donggala dan Tsunami Palu dan Diprediksi Terus Bertambah

"Yang jelas begitu listrik mati, data berhenti mengalir. Inilah tantangannya kalau alat tergantung listrik. Kita mengandalkan baterai cadangan tetapi ternyata juga tidak berfungsi," ungkapnya.

Ketika stasiun pasang surut tak berfungsi, sebenarnya masih ada satu harapan: buoy tsunami yang biasanya dipasang di lepas pantai.

"Tapi yang saya tahu kita tidak punya buoy tsunami di Palu. Buoy tsunami juga punya masalah. Banyak yang hilang dicuri," ungkap Hasan.

Gempa palu, kata hasan, punya pelajaran penting soal perlunya infrastruktur peringatan dini gempa dan tsunami.

"Kita perlu buoy tsunami dan back up jika satu tidak berfungsi. Termasuk soal stasiun pasang surut, bagaimana bisa tetap beroperasi dengan baterai cadangan," katanya.

"Kita pun harus berpikir soal listrik yang tahan gempa. Setiap kali gempa listrik mati," imbuhnya ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (30/9/2018).

Baca: KISAH PILU: Korban Selamat Tsunami Palu Ini Bertahan Hidup dengan Separuh Badan Terendam Air

Penjelasan Ahli tentang Viral Video Tanah Bergerak Pasca Gempa Donggala

Sebuah video yang menunjukkan munculnya lumpur mengalir di bawah rumah warga menjadi viral setelah gempa yang mengguncang wilayah Sulawesi Tengah.

Dalam video berdurasi dua menit tersebut terlihat rumah dan pepohonan seolah hanyut. Video tersebut langsung mendapat perhatian dari banyak warganet. Tapi apa sebenarnya fenomena tersebut?

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam akun twitternya menyebut hal ini merupakan fenomena likuifaksi.

"Likuifaksi adalah tanah berubah menjadi lumpur seperti cairan dan kehilangan kekuatan," tulis Sutopo. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Rovicky Dwi Putrohari, ahli geologi dan anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia.

Menurut Rovicky, yang terjadi dalam video tersebut adalah likuifaksi yang memicu longsoran. "Likuifaksi hanya satu dugaan," kata Rovicky.

"Gempa menyebabkan kekuatan lapisan tanah menghilang dan tidak bisa menahan yang di atasnya. Likuifaksi atau tanah yang tergetarkan ini kemudian membuat longsoran," imbuhnya.

Baca: Adelia Pasha, Istri Pasha Ungu Tidur di Tenda Pengungsian

Rovicky juga mengatakan, lapisan tanah yang tergetarkan ini adalah lapisan batu pasir.

"Ini terjadi segera setelah gempa, kemungkinan gejala likuifaksi, yaitu adanya lapisan batu pasir yang berubah perilakunya akibat getaran, menjadi seperti likuida. Gejala ini menyebabkan lapisan di atasnya 'tergelincir' dan bergerak meluncur," tegasnya.

Likuifaksi dapat terjadi jika terdapat material lepas berupa pasir dan lanau yang berada di bawah muka air tanah yang memungkinkan ruang pori antar butir terisi air.

Baca: Pasha Unggu Ungkap Perasaannya Soal Gempa dan Tsunami di Palu, dari Tangisan hingga Rasa Syukur

Tanah yang terlikuifaksi tidak dapat menahan berat apapun yang berada di atasnya, baik itu berupa lapisan batuan di atasnya maupun bangunan yang akhirnya mengakibatkan hilangnya daya dukung pada pondasi bangunan.

Artinya, apa yang terjadi dalam video tersebut berupa longsoran sehingga rumah pepohonan terlihat mengalir.

Baca: Inilah Live Streaming MNC TV, Timnas U-16 Indonesia vs Australia Hari Ini

Korban Tewas Jadi 832 Orang

Korban tewas akibat gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah bertambah jadi 832 Orang. Informasi terbaru tersebut disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho Minggu (30/09/2018) siang.

"Update dampak bencana jumlah korban jiwa sampai siang ini pukul 13.00, total 832 orang meninggal dunia terdiri di Kota Palu 821 orang dan Donggala 11 orang," kata Sutopo.

Korban tewas akibat tertimpa bangunan dan diterjang tsunami.

Baca: Ekspor Teh Indonesia Meroket • Periode Januari-Agustus Catatkan Kenaikan hingga 130,85%

Sutopo mengatakan, jumlah korban kemungkinan masih akan terus bertambah karena pencarian dan evakuasi terus dilakukan. Proses pencarian dan evakuasi korban hari ini fokus di Hotel Roa Roa yang runtuh, Ramayana, Pantai Talise, hingga perumahan Balaroa.

"Di Hotel Roa Roa diperkirakan ada 50-an orang korban," lanjutnya.

Baca: Presiden Jokowi Membuka Pintu Bantuan dari Internasional untuk Palu dan Donggala

Baca: Presiden Jokowi Minta Prioritaskan Tiga Hal Penanganan Pasca-gempa dan Tsunami di Palu

Sutopo mengatakan, operasi SAR tidak mudah karena terkendala listrik padam, minimnya fasilitas alat berat, hingga terputusnya akses menuju lokasi.

Sebelumnya, gempa berkekuatan magnitudo 7,4 dan tsunami terjadi di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kok Bisa-bisanya Tsunami Palu Tak Terdeteksi? BIG Beberkan Masalahnya"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved