Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang: Orang Dengan Gangguan Jiwa di Semarang Capai 2 Persen

Sementara itu, sekitar 2.832 jiwa penduduk kota Semarang merupakan penderita orang dengan gangguan jiwa berat

Editor: muslimah
Rahmi Hayati
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Widoyono saat menghadiri Seminar Hari Kesehatan Jiwa di Aula Dekanat Fakultas Psikologi Undip Jumat, (12/10/2018) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Widoyono menyampaikan kondisi kesehatan jiwa masyarakat Semarang dalam Seminar Hari Kesehatan Jiwa  bertema Self Esteem: Love Yourself yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Jumat (12/10/2018).

Widoyono menyampaikan ada sekitar 1.99% atau sebanyak 33.186 penduduk Kota Semarang termasuk kedalam orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dari 1.667.131 jiwa total seluruh penduduk Kota Semarang.

“Kalau di kota Semarang tahun 2018 dari data yang kita kumpulkan orang dengan gangguan jiwa itu mencapai hampir 2% dari penduduk kota Semarang,” ujarnya.

Sementara itu, sekitar 2.832 jiwa penduduk kota Semarang merupakan penderita orang dengan gangguan jiwa berat. Namun hanya 716 orang diantaranya yang mengunjungi puskesmas untuk mendapatkan perawatan.

“Akan tetapi orang dengan gangguan jiwa berat itu sampai September tahun 2018 ini hanya 716 orang ditemukan di Puskesmas, sisanya gatau kemana. Ada yang dijalan, ada yang kunci di kamar, dan ada yang dipasung,” sambungnya.

Widoyono mengungkapkan jenis gangguan jiwa terbanyak di Kota Semarang per September 2018 adalah gangguan Psikotik/Skizofrenia sebanyak 750 jiwa, gangguan Psikotik Akut sebanyak 276 jiwa, gangguan depresi sebanyak 96 jiwa dan gangguan bipolar sebanyak 23 jiwa.

Dirinya juga menyebutkan bahwa pemerintah kota Semarang sudah melakukan berbagai kegiatan terkait dengan masalah kesehatan mental, diantaranya deteksi ini Keswa (Kesehatan Jiwa) di Puskesmas, kesehatan jiwa di keluarga dan masyarakat dan juga sosialisasi program Keswa lintas sektor.

Sementara untuk pelayanan kesehatan ODGJB (orang dengan gangguan jiwa berat) pihak pemerintah juga telah melakukan berbagai cara melalui kerjasama lintas sektor, pemberian obat di Puskesmas dan juga promosi stigma di masyarakat.

“Apa yang kita lakukan dalam menghadapi orang dengan gangguan jiwa berat, kerjasama lintas sektor, kemudian pemberian obat, kemudian juga promosi di instansi-instansi dalam masyarakat,” Widoyono menambahkan.

Widoyono juga menyampaikan beberapa faktor resiko dari gangguan jiwa yaitu faktor genetik seperti perubahan struktur otak dan keseimbangan kimia otak, faktor psikologi seperti tipe keperibadian (dependen, perfeksionis, introvert) dan juga faktor sosial seperti relasi interpersonal yang kurang baik (disharmonisasi keluarga), stress yang lama juga kurangnya dukungan keluarga dan lingkungan.

Dalam kesempatan yang sama Widoyono juga memberikan data terkait adanya keterkaitan antara masalah kesehatan jiwa dan juga kesehatan fisik. Hal ini diungkapkan melalui beberapa data mulai dari depresi terdapat pada 20% - 30% pasien dengan penyakit fisik kronis, orang yang mengalami penyakit fisik kronis 2-3 kali lebih sering mengalami gangguan depresi dan juga 2/3 dari orang yang mengalami depresi lebih tinggi kemungkinan untk timbul penyakit fisik kronis.

Sementara itu menurut Dr. Phil. Dian Veronika Sakti K, S.Psi, M.Psi, Psikolog, dosen Psikologi Universitas Diponegoro seseorang bisa dikatakan sehat secara mental ketika mereka mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya dan juga mampu menjalankan berbagai fungsi dalam kehidupan sehari – hari.

“Orang yang sehat secara mental adalah orang yang terpenuhi kebutuhan dia baik secara fisik, kemudian kebutuhan dia secara sosial dan juga kebutuhan dia secara emosi. Dia mampu befungsi, memainkan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari seperti fungsi sosial, apakah dia punya relasi yang positif. Banyak sekali indikator-indikator untuk seseorang bisa dikatakan sehat secara mental,” jelas Vero.

Vero juga menjelaskan bahwa menurut penelitian usia yang rentan menderita gangguan kejiwaan adalah pada usia remaja. Dirinya juga menyampaikan WHO mencanangkan tahun ini sebagai tahun kesehatan mental remaja. Hal in berkaitan dnegan peringatan Hari Kesehatan Mental Dunia pada tanggal 10 Oktober lalu.

“Jadi dari 16% populasi di dunia yang mengalami gangguan kesehatan mental itu adalah remaja. Dan reseach-research itu membuktikan bahwa awal mula seseorang menderita gangguan mental itu dimulai dari usia 14 tahun sampai usia 24 tahun. Rentang usia tersebut merupakan usia yang beresiko, rentan sekali terkena gangguan kejiwaan,” ujar Vero.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved