Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Desa Wisata Cempaka Tegal, Soko Guru Perekonomian Warga Lokal, Puluhan Pemuda Tak Merantau Lagi

Sejak digagas satu tahun yang lalu, desa wisata yang terletak di Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, itu mengalami perkembangan pesat

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muslimah
Tribunjateng.com/Mamdukh Adi Priyanto
Sejumlah fotografer tengah memotret model di objek wisata Tuk Mudal Desa Wisata Cempaka Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal. 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto

TRIBUNJATENG.COM,SLAWI - Desa Wisata Cempaka tidak hanya memberikan nuansa pedesaan yang khas dan asri kepada pengunjung, tapi juga mampu memulangkan para pemuda kembali ke desa dari perantauan.

Sejak digagas satu tahun yang lalu, desa wisata yang terletak di Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, itu mengalami perkembangan pesat.

Mulai dari penambahan wahana wisata yang ada hingga peningkatan jumlah pengunjung setiap harinya.

Saat ini, desa tersebut mempunyai desa wisata yang sudah digenjot secara maksimal yakni Tuk Mudal dan Pasar Slumpring.

Masih ada objek wisata yang belum dikenalkan secara masif, semisal Bukit Brongkol, Bukit di Atas Awan, dan Bukit Bulak. Semuanya menawarkan keindahan alam pegunungan.

Dari tangan dingin pemerintah desa dan kelompok sadar wisata (pokdarwis) desa setempat mampu mengubah potensi alam yang ada menjadi daya tarik destinasi wisata.

Dari lokasi yang awalnya hanya tempat biasa, kini jadi magnet untuk wisatawan. Misalnya Pasar Slumpring.

Lokasi itu tadinya hanya areal kebun bambu yang lebat. Saat ini, diubah menjadi pasar dengan konsep wisata kuliner tempo dulu dengan pembayaran menggunakan koin bambu.

Semua makanan dan minuman yang dijual di pasar murni hasil kreasi warga lokal yang diperdayakan.

"Awalnya, ini hanya sebuah papringan atau hutan pring (bambu). Dianggap masyarakat sebagai kebun biasa. Lalu kami melihat referensi daya tariknya, makanya dibuatlah seperti sekarang ini," kata Kepala Desa Cempaka, Abdul Khayyi.

Desa wisata dengan andalan kuliner lawasan tersebut dikembangkan sejak 2017 untuk upaya revitalisasi.

Letaknya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Tegal, yakni berjarak 19 kilometer dari Alun Alun Kabupaten Tegal atau dapat ditempuh satu jam perjalanan ke arah selatan.

Khayyi dan beberapa orang yang menjadi pelopor terbentuknya pokdarwis desa setempat lantas mengedukasi masyarakat untuk menyulap kebun bambu menjadi tempat pelancongan.

Tujuannya, meningkatkan taraf hidup masyarakat dan membentuk wilayah konservasi.

Masyarakat digandeng untuk mengubah hutan menjadi pasar rakyat bertema bambu. Konsep yang diusung adalah pasar tempo dulu yang menyajikan kuliner masa lampau.

Pedagangnya 100 persen masyarakat setempat. Bahan utama makanan juga dari komoditas yang ada di desa itu. Contohnya, ketela, jagung, singkong, dan bermacam- macam sayuran yang tumbuh subur di daerah itu.

"Awalnya, 12 orang yang jualan, sekarang sudah ada 50 penjual yang semuanya warga lokal. Setengah hari berjualan, setidaknya mereka mendapatkan income dari berjualan," kata Khayyi.

Bagaimana pendapatan yang diperoleh? Khayyi menuturkan untuk pedagang serabi saja bisa mendapatkan uang hingga Rp 600 ribu dalam setengah hari berjualan.

Pasar Slumpring buka hanya pada Minggu dari pukul 07.00-12.00 WIB. Pada hari biasa, Desa Wisata Cempaka menawarkan objek wisata alam lain.

"Warga bisa merasakan langsung adanya Pasar Slumpring dan objek wisata lain. Produktivitas pemuda yang dulu kerja di perantauan juga kini mereka kembali untuk membangun desanya dan meningkatkan kesejahteraan dirinya di sini," tuturnya.

Ia menyatakan tidak mendapatkan dana anggaran dari Pemerintah Kabupaten Tegal. Untuk pengembangan desa wisata, pihaknya menggunakan anggaran dana desa secara bertahap.

Pada 2019 mendatang, desa menganggarkan dana sekitar Rp 200 juta. Sedangkan untuk 2018 ini, desa tidak ada anggaran untuk desa wisata lantaran digunakan alokasi lainnya.

"Tidak ada suntikan dana dari pemkab. Untuk pengembangan diambil dari dana desa. Kemudian, untuk operasional dan yang lainnya diambil dari penjualan koin bambu Pasar Slumpring dan retribusi parkir," jelas Khayyi.

Dari penukaran koin bambu, pokdarwis mengambil untung Rp 500 perkoin yang dijual Rp 2.500 perkoin.

Terpisah, Sekda Kabupaten Tegal, Widodo Joko Mulyono, menuturkan pemerintah sengaja tidak memberikan dana segar untuk mengembangkan desa wisata.

"Biarkan pokdarwis mengembangkan dan mengelolanya secara mandiri. Pemerintah hanya memberikan dana yang sifatnya stimulan, kalau pokdarwis meminta karena sudah terpepet tidak ada anggaran, baru kami beri," kata sekda.

Pemkab Tegal akan mengembangkan hal serupa di beberapa desa yang memiliki potensi wisata.

Dengan harapan, masyarakat desa bisa meningkatkan perekonomian secara mandiri, tanpa perlu pergi merantau ke kota.

"Buktinya, Desa Cempaka itu yang sudah menghidupi puluhan warga setempat. Mereka menggantungkan hidupnya dari objek wisata di desa," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved