Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Wali Kota Semarang Sebut Penetapan UMK Berdasarkan Aturan

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, keputusan penetapan besaran UMK tidak diputuskan sendiri olehnya.

Penulis: m zaenal arifin | Editor: suharno
TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Zainal Arifin

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Para buruh menggelar aksi damai menuntut penetapan Upah Minimum Kota (UMK) di Semarang pada 2019 mendatang naik 25 persen dari Rp 2,31 juta menjadi Rp 2,89 juta.

Kenaikan tersebut berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL) 2018 ini.

Terkait tuntutan buruh, Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, keputusan penetapan besaran UMK tidak diputuskan sendiri olehnya.

Akan tetapi, penetapan UMK sudah diatur dalam peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat.

"Itu kan sudah jelas aturannya ada di PP, nanti juga disahkan oleh Gubernur, kalau tiba-tiba saya iseng memutuskan sendiri nanti ada sanksi,” kata Hendi, sapaannya, Jumat (2/11/2018).

Baca: Ini Cara Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi Tanggapi Komentar Nyinyir di Akun Media Sosialnya

Di sisi lain, dalam penetapannya kemudian juga dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah.

Hendi mengaku tidak bisa berbuat banyak berkaitan dengan besaran pengupahan tersebut.

Lebih lanjut, Hendi mengimbau kepada para buruh untuk menyampaikan keinginannya langsung pada lembaga dan pengambil kebijakan terkait.

Menurutnya, melakukan aksi demo tidak cukup baik ditimbang dari segala sisinya.

“Kita tidak tinggal di wilayah yang bebas melakukan apa saja, misalnya (buruh) mau menuntut tentang UMK ya itu bisa dikomunikasikan kepada pihak-pihak dalam hal ini sebagai decision maker nya,” terangnya.

Baca: Kurangi Polusi Udara, Wali Kota Semarang Ingin Perbaiki Fasilitas Umum dan Kurangi Kendaraan Pribadi

Politisi PDI Perjuangan itu menjelaskan, dalam hal bernegara, banyak hal yang harus diikuti oleh masyarakat sebagai warga negara.

Terkait dengan Peraturan Presiden, Hendi mengatakan para buruh bisa berkomunikasi langsung kepada Kepala Negara.

Sedangkan, terkait dengan penentuan pengupahan ditingkat Provinsi, para buruh bisa melakukan komunikasi langsung dengan Gubernur Jateng.

Hendi menilai, penyampaian tuntutan melalui cara demo tidak terlalu efektif.

Namun demikian, Hendi mendukung para buruh untuk memperjuangkan tuntutannya.

Hanya saja, cara yang dilakukan harus secara kelembagaan dan secara ketentuan.

“Menurut saya, perjuangkan aja. Secara kelembagaan dan secara ketentuan, bersuara pada tempat yang tepat, yang kemudian bisa didengar oleh pengambil kebijakan itu menurut saya lebih baik,” pungkasnya.

Sebelumnya, ratusan perwakilan buruh di Kota Semarang menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Balai Kota Semarang.

Dalam tuntutannya, perwakilan buruh menolak PP Nomor 78/3015 sebagai dasar usulan UMK tahun 2019.

Mereka juga menolak penerapan Surat Edaran dari Menteri Tenaga Kerja (Menaker) No:B.240/M-NAKER//PHIJSK-UPAH/X/2018 tertanggal 15 Oktober 2018 tentang penyampaian data tingkat inflasi nasional dan pertumbuhan domestik bruto yang juga digunakan dalam perhitungan usulan UMK.

"Aksi kami, ingin menyampaikan bahwa kami menolak surat edaran dari Menaker. Menurut dugaan kami, ada ancaman kepada Bupati dan Wali Kota yang tidak menggunakan SK akan dicopot jabatannya," kata perwakilan buruh, Aulia Hakim. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved