Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Museum Gambang Waluh Semarang Simpan Buku-buku Koleksi Berbahasa Belanda Milik Suster Moest Alt

Museum Gambang Waluh berada di Desa Kebonagung, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang Jawa Tengah.

Penulis: suharno | Editor: galih permadi
TRIBUN JATENG/SUHARNO
Pengunjung melihat-lihat koleksi di Museum Dusun Gambang Waluh, Desa Kebonagung, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Kamis (1/11/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Suharno

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Museum Gambang Waluh berada di Desa Kebonagung, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang Jawa Tengah.

Untuk mencapai Museum Gambang Waluh Desa Kebonagung, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang Jawa Tengah bisa diakses melalui Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.

Ke lokasi Museum Gambang Waluh juga bisa dari BSB City, Kota Semarang melalui jalur Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal.

Sesampainya di pertigaan Pasar Sumowono, pengunjung kemudian diarahkan ke jalan menuju Kabupaten Temanggung.

Dari pertigaan Pasar Sumowono ini, letak Desa Kebonagung sudah tidak terlalu jauh sekitar dua kilometer. Hanya saja untuk menuju ke Kanthil View, pengunjung harus masuk lebih ke dalam hingga ujung desa.

Menurut pendamping desa wisata setempat, Abi Supratman, Kebonagung nantinya akan diperkenalkan sebagai argowisata selain menawarkan keindahan alamnya. Selain itu, juga ada wisata edukasi.

Hal ini lantaran warga Desa Kebonagung khususnya Dusun Gambang Waluh juga memiliki museum tentang sejarah dusun mereka. Sejarah ini berisikan foto-foto tempo dulu, dimana Suster Moest Alt mendirikan gereja serta panti asuhan.

Bangunan museum ini dahulunya gereja yang dibangun oleh Moest Alt. Namun, karena sejak tahun 2016, warga Gambang Waluh telah mendirikan gereja yang baru tepat di sebelah gereja lama, akhirnya bangunan gereja lama ini digunakan sebagai museum.

Tidak hanya, foto tentang Moest Alt atau Desa Kebonagung zaman dulu, museum ini juga berisikan sejumlah buku berbahasa Belanda. Ada pula buku tentang Dusun Gambang Waluh yang berbahasa Belanda hingga yang sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.

Selain itu, juga ada ada lonceng besar yang dahulu digunakan sebagai tanda peribadatan. "Lonceng ini dulunya bisa terdengar hingga satu desa bahkan lebih. Lalu karena sempat jatuh hingga akhirnya pecah sehingga sudah tidak nyaring lagi bunyinya meski sudah dilas. Hingga akhirnya tidak terpakai lagi," tandas Abi.

Di awal tahun 1900-an tepatnya tahun 1920, ada keluarga Belanda yang datang ke Dusun Gambang Waluh. Mereka mendirikan tempat tinggal serta pabrik kopi.

"Jadi rumah sama pabrik kopi bersebelahan. Ada 1.000 hektare lahan kopi yang dikelola. Saya lupa nama keluarganya. Kini lahannya sudah dikelola warga," ujar pendamping desa wisata Kebonagung di Dusun Gambang Waluh, Abi Supratman.

Sebelum keluarga tersebut datang, Abi menceritakan ada rohaniawan asal Belanda bernama Suster Moest Alt yang datang terlebih dahulu. Selain membawa misi rohani, Moest Alt membawa misi sosial dengan mendirikan panti asuhan.

"Dulu ceritanya Suster Moest Alt datang ke daerah yang jauh dari Semarang karena untuk terapi penyakit malaria yang dideritanya. Meski sedang sakit, dia aktif kegiatan sosial untuk membantu warga sekitar bahkan meski harus memakai tandu, saat sudah tidak bisa berjalan," sambung Abi.

Hal tersebut yang menginspirasi warga setempat menciptakan kopi Alt. "Selain berasal dari nama Suster Moest Alt, kami juga menciptakan kepanjangan dari Alt yakni asli lezat tenan," ujarnya.

Abi juga menuturkan ada cara yang nikmat untuk menikmati kopi Alt. Cara tersebut yakni menyeruput kopi sembari melihat sunset di Bukit Kanthil, Dusun Gambang Wuluh, Desa Kebonagung. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved