Sambil Tertawa Najwa Shihab Ucap Oknum Mendadak Santri Demi Meraup Suara, Penonton Riuh
Pernyatan Najwa Shihab membuat para penonton riuh ramai soal mendadak santri di tahun politik. Najwa Sambil tertawa terbahak-bahak
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
"Kalau santri konvensional biasanya saat taat dengan kyai-nya,' ujarnya.
• Polisi Ledakan Bungkusan Mencurigakan, Ternyata Isinya Handuk
• Bertaruh Nyawa di Balik Manisnya Industri Gula Kelapa
• Kereta Semi Cepat 2020, Wilayah Kabupaten Tegal akan Banyak Gunakan Model Rel Underpass
Lantas Ustadz Quraish Shihab menjelaskna biasanya santri jika tidak sepakat dengan Kyai-nya, mereka akan melempar pertanyaan dengan bahasa yang halus.
Santri sangat hormat kepada kyai-nya.
"Santri ideal adalah santri yang taat dan kritis," ujar Ustadz Quraish Shihab.
Setelah itu Ustadz Quraish Shihab mendapatkan pertanyaan dari seorang santri tentang kiat-kiat gemar membaca.
habiburrahman el shirazy lantas memberikan jawaban bahwa sesuatu yang kita cintai jika tahu manfaatnya.
Sebelumnya, Ustadz Quraish Shihab enggan bercerita soal kehidupan dirinya ketika menjadi santri di Malang Jawa Timur.
Quraish Shihab menolak bercerita dengan kelakar waktunya tidak akan cukup.
"Abi kan nyantri sejak SMP ya Bi, SMP di Malang, jadi kita mau tau ceritanya waktu jaman Abi nyantri dulu?," ujar Najwa.
"Enggak cukup waktunya untuk menceritakan semuanya," jawab Quraish Shihab menolah bercerita secara panjang soal pengalamannya nyanti ketika SMP.
Jawaban Quraish Shihab pun mendapatkan gelak tawa dari para hadirin dan juga narasumber yang lain.
"Yang paling seru aja Bi," kata Najwa.
• Berakhir Hari Ini, Petisi Tolak Rosa Meldianti Jadi Artis Ditandatangani 31 Ribu Orang
• Isinya Menyita Perhatian, Ini Lirik Lagu Jangan Gitu Dong Ayu Ting Ting, Diciptakan tuk Haters
• Bertaruh Nyawa di Balik Manisnya Industri Gula Kelapa
Quraish Shihab pun bercerita soal pengalaman paling seru dirinya ketika nyanti di Malang.
"Yang paling seru, saya mendapat pelajaran yang sangat berharga, dalam hal-hal kecil yang terjadi di pesantren. Ada dua hal."
"Yang pertama makan kita itu sangat sederhana, satu piring dikasi nasi, sedikit daging, kecap dan tempe, ada teman yang tak senang tempe jadi bagaimana caranya bertukar di situ kita belajar untuk saling memahami," kata pendakwah tersebut.
"Yang kedua yang saya ingin garis bawahi bahwa selama saya nyantri di Malang sekitar dua tahun, apa yang saya peroleh di sana lebih berharga dari belasan tahun belajar di Al Azhar, itu disebabkan karena Kiai saya sangat memperhatikan santrinya tidak membeda-bedakan," tambahnya. (TribunJateng.com/Woro Seto)