Prof Dr JA Katili: Lebih Lama Gunung Api Beristirahat Akan Lebih Dahsyat Letusannya
Prof Dr JA Katili mengatakan bahwa para pakar sepakat, tidak ada gunung api mati. Kebanyakan adalah gunung api yang istirahat dan tidur.
TRIBUNJATENG.COM - Tsunami Banten dan Lampung diperkirakan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) terjadi akibat longsor bawah laut karena pengaruh dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
Gunung Anak Krakatau terbentuk setelah letusan dahsyat Gunung Krakatau pada 1883 silam.
Jauh-jauh hari, pada 1992, Prof Dr JA Katili memperingatkan untuk tidak gegabah menentukan watak sebuah gunung berapi; apakah gunung itu sudah mati atau masih hidup.
Dengan tegas mantan Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral ini mengatakan bahwa para pakar sepakat, tidak ada gunung api mati.
Kebanyakan adalah gunung api yang istirahat dan tidur.
• Film Krakatoa The Last Days Kisahkan Gunung Krakatau Meletus 1883, Letusan Dahsyat Sebelum Tsunami
• Letusan Gunung Krakatau 1883 Bisa Jadi Kunci Jawaban Lenyapnya Benua Atlantis
• Lukisan The Scream yang Tersohor itu Ungkap Kedahsyatan Gunung Krakatau Meletus 1883
• Kesaksian Pejabat Hindia Belanda Tentang Gunung Krakatau Meletus 1883, Sebabkan Tsunami
Menurut Katili, bisa saja tidurnya hanya puluhan tahun, beberapa ratus tahun, tapi tak sedikit yang ribuan tahun.
Semakin lama gunung itu tidur, semakin berbahaya kalau meletus.
Salah satu contoh adalah Gunung Krakatau di Selat Sunda dan Gunung Tambora di Sumbawa.
Krakatau yang meletus pada 1883 membuat hanya sebagian saja dari gunung itu tersisa.
Guncangannya dirasakan di seluruh dunia.
Debu menutupi kawasan sekitar 827.000 km persegi dan berlangsung hampir setahun.
Gelombang air laut mengempaskan kapal-kapal dan rumah penduduk dalam radius 50-60 km dari pusat letusan.
Terlebih lagi, letusan Krakatau di penghujung abad ke-19 itu juga menelan 36.417 jiwa meninggal.
Enampuluh delapan tahun sebelumnya, Gunung Tambora meletus dan menewaskan sekitar 10.000 jiwa meninggal.
Letusannya terdengar hingga Jakarta dan Maluku Utara.