Cerita Sosok Penjaga Pos Pengamat Gunung Anak Krakatau, Ternyata Ada Yang Unik
Ketua Tim Tanggap Darurat di Pos Pantau Gunung Anak Krakatau, Kushendratno mengaku mendapatkan pengalaman yang berkesan
TRIBUNJATENG.COM -- Ketua Tim Tanggap Darurat di Pos Pantau Gunung Anak Krakatau, Kushendratno mengaku mendapatkan pengalaman yang berkesan selama bertugas memantau aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau. Selama 12 tahun bekerja di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, baru kali ini diminta untuk memantau gunung yang memiliki keunikan tersendiri.
Ditemui Tribun di Pos Pantau Anak Krakatau, Carita, Banten, Sabtu (29/12), Kushendratno mengungkapkan selama bertugas melakukan pemantauan di berbagai gunung berapi di Indonesia, hanya Gunung Anak Krakatau yang dipantau dari jarak yang sangat jauh.
Setidaknya, beberapa gunung yang masih aktif, rata-rata jarak pantau hanya 10 Kilometer dari pos pantau. Sementara untuk Gunung Anak Krakatau jarak pantaunya sampai 42 Kilometer dari pos pemantauan.
Berikut petikan wawancara Tribun dengan Kushendratno:
Selama bertugas di Gunung Anak Krakatau, ada kesulitan?
Kami didukung alat-alat untuk merekam gempa. Jadi, aktivitas gunung, bisa kami lihat juga dari rekaman yang setiap saat terus berjalan. Kami juga bisa melihat pemantauan langsung meski jauh. Ini sebenarnya susah, tapi Alhamdulillah dia (Gunung Anak Krakatau) kalau aktif itu meletus, jadi kelihatan.
Ada karakter pembeda dari Anak Krakatau dengan gunung berapi lainnya?
Letusan tipe Sutseyan ini yang paling baru, gunung yang memiliki kawah yang berada dekat dengan air laut, sehingga yang memicu bukan hanya magma yang di dalam kawah, tetapi juga air laut, ini baru menurut saya. Hanya di Gunung Krakatau juga yang kita punya visual bagus saat meletus.
Mana yang paling unik dari seluruh gunung berapi di Indonesia?
Ya gunung ini. Anak Krakatau ini yang paling menarik. Biasa naik gunung susah, sekarang menyeberang yang susah. Naik gunung susah, bisa istirahat, kalau menyeberang susah, dipaksakan kita tenggelam. Sampai sana, buat camping enak, suasana pantai enak, tapi gunungnya aktif sekali. Tiap tahun meletus, tapi di balik itu kami jadi punya visual malam yang begitu indah dan ini satu-satunya gunung yang kawahnya hilang.
Apa kawah Gunung Anak Krakatau hilang baru terjadi sejak awal letusan disertai saat tsunami atau sejak kapan?
Kemarin Jumat (28/12), pukul 14.18 WIB, saya baru menemukannya. Tiba-tiba ada yang teriak, kok awannya putus? Saya langsung lihat, saya ke depan, dalam hati, 'Kenapa gunungnya hilang?' Saya langsung minta teropong, akhirnya dapat. Kami analisis, ternyata hilang gunungnya. Ini sesuatu hal yang luar biasa. Setelah itu, air laut masuk ke kawah, jadi awannya sempat terputus.
Apakah akan muncul anak gunung lagi, karena kemarin rata-rata peningkatan 4-6 meter per tahun?
Kalau masih aktif, akan tetap meningkat lagi. Mungkin sama seperti dia (Gunung Anak Krakatau) baru lahir 1929. Hanya saja sekarang sudah di 100 meter, sebelum kemarin sempat 338 meter. Mungkin akan terulang lagi sejarah lahirnya Anak Krakatau, lahir dan tumbuh besar.
Dalam waktu dekat, ada yang masih perlu dikhawatirkan dari aktivitas Anak Krakatau?
Relatif sangat kecil. Hari ini boleh dibilang, hari pertama penurunan aktivitas Anak Krakatau dan landai. Kalaupun ada gelombang laut, tidak akan setinggi tsunami kemarin. Yang terkena dampak paling hanya lokasi di sekitar gunung saja.
Apakah dalam melaksanakan tugas pengamatan harus dilakukan selama 24 jam setiap harinya?
Saya dibantu tiga orang pengamat gunung bekerja secara bergantian. Saya juga biasa tidur jam 12 malam, minimal itu jam 11 malam. Kemarin ini lagi sibuk-sibuknya, saya bisa tidur jam 2 pagi. Jadi, kalau jam 12 malam itu, aktivitas di sini masih ramai lah.
Sebenarnya aktivitas seperti apa yang membuat status Gunung Anak Krakatau meningkat dari level Waspada ke Siaga?
Kalau dilihat dari Seismograf, letusan menurun tetapi ada tambahan potensi bahaya. Tadinya hanya abu vulkanik, sekarang ada lava pijar dan awan panas yang keluar. Kecepatan bisa 200 Kilometer per jam. Takutnya nanti ada nelayan yang mancing dan terkena awan, jadi kami naikkan statusnya dan diperluas jarak amannya.
Apa para warga dan nelayan mengikuti imbauan atas peningkatan status tersebut?
Biasanya mereka mengikuti ya. Mereka takut sama bunyi letusan Anak Krakatau. Mereka juga awam juga, jadi mereka ikut yang kami informasikan. Jarak 5 Kilometer sudah tidak boleh lagi ada aktivitas warga.
Dengan masih adanya aktivitas Gunung Anak Krakatau, para pengamat di pos belum bisa mengajukan cuti?
Itu penugasan saja lah. Nanti pimpinan kantor juga akan bilang, 'Kemarin kan sudah Pak Kus dikorbankan'. Kalau nanti saya lagi-saya lagi, saya yang nanya ke kantor. Hehehe. (*)