Aria Bima Sebut Jokowi Kerap Difitnah, Najwa Shihab Mendadak Potong Pembicaraan
Arya Bima mengatakan bahwa Jokowi kerap difitnah dan mendadak Najwa Shihab potong pembicaraan.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Anggota Tim Kampanye Nasional ( TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Arya Bima mengatakan bahwa Jokowi kerap difitnah dan mendadak Najwa Shihab potong pembicaraan.
Hal tersebut berlangsung di acara Mata Najwa bertajuk "Jelang Ronde Pertama" yang tayang live di Trans7, Rabu (9/1/2019) malam.
Mulanya, tim Jokowi, Arsul Sani yang pertama diminta Najwa untuk memaparkan terobosan Jokowi di bidang hukum sesuai dengan orasi Arsul sani.
Arsul Sani lantas membahas soal sejumlah keberhasilan calon presiden petahana Joko Widodo ( Jokowi) selama empat tahun masa pemerintahan.
• Karni Ilyas Terkejut, Rocky Gerung Kritik Keras Acara ILC hingga Penonton Terdiam
• Polemik Posisi Jaksa Agung, Arsul Sani Tantang Dahnil Anzar, Penonton Langsung Riuh
• Bahas Kasus EKTP Setnov, Arsul Sani dan Tim Prabowo Debat Sengit, Penonton Riuh
"Kita sudah melihat dalam empat tahun pemerintahan Pak Jokowi, ada beberapa terobosan. Pertama terkait pembersihan aparatur pemerintahan dengan pembentukan penegak hukum, tim cyber pungli," ujarnya.
Arsul Sani juga memberikan contoh keberhasilan lainnya.
"Kedua, yang paling penting dalam proses hukum tidak boleh ada intervensi. Dan pemerintahan pak Jokowi sudah membuktikan."
"Kita sama-sama sudah tahu, misalnya dalam kasus Tipikor E-KTP. Yang kena adalah Ketua DPR (Setya Novanto) sekaligus dari partai pendukung pak Jokowi. Tapi presiden tidak melakukan intervensi," papar Arsul Sani.
Setelah itu, Najwa Shihab memberikan pertanyaan kepada Ferry Mursyidan Baldan untuk menjelaskan agenda kongkret pembersihan lembaga penegakan hukum.
Ferry Mursyidan Baldan pembersihan lembaga penegakan hukum dimulai dari rancangan undag-undang hukum acara pidana.
Ferry Mursyidan Baldan menyebut regulasi tersebut saling tumpang tindih.
"Persoalan kepastian dan penegakan hukum adalah persoalan keteladanan dan ketaatan yang dimulai dari penyelenggara hukum negara.
"Tadi disampaikan, dari presiden tidak intervensi, harusnya presiden itu bisa mencegah. Bukan masalah intervensi orang yang sudah terkena masalah hukum," kata Ferry.
"Pertanyaannya mengapa aparatur justru menjadi contoh pelaku pelanggaran? Maka saya katakan bahwa proses reformasi hukum adalah soal rasa keadilan dan itu menyangkut mindset kita," paparnya kemudian.
Ferry menuturkan, ketika kandidat capres-cawapresnya nanti memiliki amanat untuk memimpin negara, maka pihaknya akan melakukan proses penanaman adanya proses keadilan dari seluruh penegak hukum.
Sedikit menanggapi, Najwa pun memberikan sentilan.
"Apa sekarang belum ada yang seperti itu?" kata Najwa.
"Sekarang ada, sedikit bener," ucap Ferry.
Arsul Sani pun langsung memotong pembicaraan.
• Bahas Kriminalisasi, Arsul Sani Beri Data, Kubu Prabowo Malah Tertawa Hingga Najwa Shihab Melerai
• Polemik Posisi Jaksa Agung, Arsul Sani Tantang Dahnil Anzar, Penonton Langsung Riuh
• Agnez Mo Beri Tahu Cara Mendukungnya di Ajang IHeart Radio Music Awards 2019
• Alasan Wakil Ketua Satgas Antimafia Bola Jenguk Striker Mojokerto Putra Yang Kecelakaan
"Saya kira sedikit itu karena malu mengakui ada banyak," ucapnya yang kemudian disambut tawa oleh Anggota TKN lainnya yang juga hadir di acara itu.
"Jadi saya katakan, kalau misal presiden itu harusnya mencegah, pada kasus e-ktp, itu terjadi pada jaman pemimpinnya sebelum pak Jokowi (Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY)."
"Bagaimana pak Jokowi bisa mencegah? Anda ini bicara pada presiden saat itu yang saat ini berada di kubu Anda," ujar Arsul Sani.
Merasa tak terima, Ferry lantas meminta agar TKN tak melempar kesalahan pada pemimpin terdahulu.
"Janganlah melempar, hari ini kondisi 4 tahun ya 4 tahun, jangan melempar ke belakang, kalau ada kegagalan. Pemimpin harus mampu ambil resiko. Harus memiliki keberanian untuk mengambil resiko 'Hari ini saya pemimpin."
"Persoalan negara siapapun pemimpin sebelumnya, hari ini harus saya emban'. Itu yang namanya presiden.
Bukan memilah-milah," tegasnya yang kemudian disambut riuh tepuk tangan penonton di studio.
Ferry berpendapat, saat ini ada inkonsistensi pada regulasi hukum.
"Misalnya saja bagaimana kontrol terhadap perda-perda itu menjadi sesuatu yang carut marut. Karena ketiadaan penegakan hukum dan ketiadaan visi yang kuat tentang tegaknya hukum di negeri ini," paparnya.
lantas, Arul Sani menyahut dan memaparkan pendapatnya.
"Anda bisa mengatakan bagaimana kontrol itu menjadi carut marut? Kalau kita lihat penataan regulasi dan deregulasi yang dilakukan oleh pemerintahan ini," ungkap Arsul Sani.
Ia lantas memaparkan, saat ini pemerintah telah memangkas 1472 dari 2407 peraturan setingkat menteri yang membuat peringkat ease of doing business Indonesia naik.
"Pada 2014 saat tahunnya pak SBY, berada di peringkat 120. Di tahun 2018 ini ada di 78. Naik 42 peringkat," ungkapnya.
Penonton yang berada di studio lantas bertepuk tangan.
Kemudian, Najwa Shihab melempar kesempatan untuk pembicara yang lain memberikan tanggapan.
Lantas, Nasir Jamil dari tim Prabowo mengambil kesempatan berbicara.
"Sebenarnya kalau kita lihat penegakan hukum, cerminnya adalah index penegakan hukum, pada tahun 2017 nilainya cukup, kalau cukup itu berarti berapa, bisa dikatakan meningkat tapi tidak signifikan," ujar Nasir Jamil.
Apalagi kalau kita melihat pendekatan hukum, cenderung ada kriminalisasi, ketika masyarakat memperjuangkan hak-haknya justru ada kriminalisasi, mislanya kebebasan beragama, kebebasan berkeyakinan, kebebasan bereskpresi, justru itu dihukum, ini persoalan menurut saya," ungkap Nasir Jamil.
Arsul Sani lantas memberi bantahan.
"Tadi kita berbicara index, saya ingin menbgutip hasil survei litbang kompas, kepuasan publik terhadap institusi kepolisian sebagai penegak hukum, pada tahun 2016 belum capai 60, sementara di pemerintahan Jokowi 2016 63,2 persen, lalu 2017 70, 2 persen, kemudian, 2018, 82,9 persen, anda minta index, saya kasih index," ujar Arsul.
Tampak Nasir Jamil menggeram dan tertawa mendengar pendapat Arsul Sani.
"Tapi survei itu tidak mencerminkan keseluruhan, tidak mencerminkan apa yang ada dilapangan, apalagi survei itu tidak indepen, saya ingin katakan di lapangan tidak seperti yang bang Arsul katakan," ujar Nasir Jamil.
Lantas, Arsul sani membantah.
"kalau untuk satu atau dua kasus emang iya," ujar Arsul.
Lantas, Nasir Jamil tampak tak terima.
"Kok satu dua kasus, ini beberapa kasus," ujar Nasir Jamil.
Najwa Shihab tampak melerai keduanya.
Lantas, Aria Bima dari Tim Jokowi mengatakan bahwa menyangkut masalah hukum.
"Hukum yang tegak bukan karena hukum yang tegak, karena ada penegak hukum, satu hal yang dilihat dari presiden adalah orang yang mampu memberikan keteladanan dari penegak hukum, saya sangat yakin Jokowi menjunjung tinggi supremasi hukum," ujar Aria Bima.
"Pak Jokowi tidak semena-mena, selama ini difitnah, diolok-olok, berbagai hal yang menyangkut ujaran kebencian, Pak Jokowi selalu dilaksanakan dengan proses hukum, terkait hak menyatakan pendapat, berdemokrasi, semua harus berpondasi konstitusi, ideologi pancasila, selama itu memperkuat pondasi pancasila dan NKRI, itu tidakmasalah, kalau tidak memperkuat pondasi pancasila dan NKRI harus kita libas," ujar Arya Bima.
Najwa Shihab lantas berusaha memotong Arya Bima lantaran durasi Arya Bima untuk berbicara sudah terlalu lama.
Setelah itu, Najwa Shihab memberikan waktu untuk Dahnil Anzar berbicara terkait hukum dan keadilan.
Dahnil lantas mengungkapkan pendapatnya.
"Mbak Nana, Abuse of power itu tidak hanya menyalahgunakan kekuasaan, Abuse of power bermakna seseorang itu berkuasa tapi mengabaikan ketidakadilan di tengah masyarakat," ujarnya.
Lantas, Dahnil mengkritik terkait pengangkatan Jaksa Agung yang berasal dari partai politik.
Dahnil mengeaskan, jika Prabowo-Sandiaga terpilih, maka penunjukkan Jaksa Agung berasal dari orang yang independen dan berintegritas.
"Kedua, Abuse of power itu terjadi ketika keadilan hukum bercampur baur dengan intervensi politik, kalau Prabowo-Sandi menjadi presiden dan wapres, Jaksa agung itu tidak dari partai politik, harus dipastikan Jaksa agung independen dan berintegritas, ketika jaksa agung dari partai politik, tidak bisa dinafikkan ada upaya- upaya intervensi hukum yang bisa saja terjadi kapan pun, dan ini berbahaya untuk penegakkan hukum kita," ujarnya.
Dahnil kemudian menyebutkan contoh kasus kriminalisasi.
"Fakta kriminalisasi di tengah-tengah kita itu banyak, sebut saja petani Kendeng yang berusaha membela hak-hak tanah mereka, petani Karawang yang membela tanah mereka, mereka yang berjuang tetapi mereka yang dipersalahkan, sebutlah teman-teman di Papua, yang memperjuangkan hak-hak mereka dan mereka berhadapan dengan korporasi dan mereka tidak mampu menghadapi itu karena tidak mampu membayar pengacara dan sebagainya, negara harus hadir ketika ketidakadilan itu hadir," ujar Dahnil yang disambut tepuk tangan penonton.
(TribunJateng.com/Woro Seto)