Kisah Rochy Putiray Kibuli Mafia Bola Tetap Sikat Rp 50 Juta Tapi Tetap Cetak Gol
Rochy Putiray (48) menjadi salah satu sosok yang mengungkap adanya pengaturan pertandingan oleh mafia dalam sepak bola Indonesia
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Legenda Timnas Indonesia, Rochy Putiray (48) menjadi salah satu sosok yang mengungkap adanya pengaturan pertandingan oleh mafia dalam sepak bola Indonesia. Hal itu disampaikannya dalam perbincangan dengan Anton Sanjoyo lewat kanal Asumsi di Youtube berjudul "Pangeran, Mingguan - BLAK-BLAKKAN SOAL PSSI" pada Minggu, 2 Desember 2018.
Rochy menyatakan dengan yakin mengatakan juara Liga 1 2018 sudah diatur. Menurutnya Persija Jakarta lah yang akan mengangkat trofi juara di akhir musim. Menurutnya, menonton sepak bola di Indonesia hanya buang-buang waktu, karena “sudah ketahuan juga siapa yang menang."
Menurutnya, pengaturan pertandingan sudah jelas terlihat dari pertandingan klub-klub sepakbola di Indonesia. Sebagai contoh, Persib Bandung dinilai punya peluang untuk juara tahun ini. Tapi, dari awal terus ‘digembosin’.
Saat ini, Polri telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Sepak Bola yang mengusut dugaan pidana dalam pertandingan sepak bola di Tanah Air. Sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka, mulai wasit hingga anggota Exco PSSI.
Ditemui Tribun usai melatih tim sepak bola junior, Gelora Putra FC, di GOR Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan pada Minggu (13/1), Rochy berbagi pengalamannya saat berhadapan dengan mafia bola.
Dalam pengakuannya, Rochy menyebut pernah tiga kali ditawari uang agar timnya kalah saat bertanding. Tawaran terbesar yakni Rp 50 juta.
Meski begitu, Rochy mengaku hanya sekali mengambil uang dari pihak mafia bola itu. Namun, saat itu juga ia mengerjai mafia tersebut.
Berikut petikan wawancara dengan Rochy Putiray:
Sebagai pemain yang sudah berkecimpung lama di dunia sepakbola, Anda pernah ditawari uang atau bentuk lain oleh mafia sepak bola terkait pengaturan pertandingan?
Saya pernah ditawari sama Andi Ahmad. Memang dia yang suka mendatangi pemain-pemain. Terakhir info yang saya dapat itu, dia menjadi manajernya Mojokerto Putra.
Berapa kali ditawari?
Jadi, memang kalau hal seperti memang cuma dia yang pernah datangi saya sebanyak tiga kali. Saat saya main di Arseto Solo (1987-1999), Persija (Jakarta) Timur (1999 - 2000) dan PSPS Pekanbaru (2005).
Bagaimana proses dia menawarkannya?
Ya ketemu, ngobrol biasa begini sambil menawarkan.
Kejadiannya tahun berapa?
Sudah lupa, itu saya waktu masih di Arseto, Persija (Jakarta) Timur, dan PSPS Pekanbaru.
Saat Anda bermain di tingkat timnas, apa pernah ditawari juga?
Mereka (mafia bola) tidak pernah mendatangi (saya) karena saya memang tidak pernah terima telpon dari orang yang saya nggak kenal. Wartawan saja telpon saya misalnya mau wawancara, selama saya aktif bermain, pada saat dia telpon 'Halo siapa nih? Wartawan, Mas. Mau bicara dengan siapa? Dengan Rochy. Oh Rochy-nya lagi keluar.' Padahal saya yang angkat telepon itu.
Sebanyak tiga kali ditawarkan itu berupa apa?
Duit.
Berapa banyak duit yang ditawarkan?
Yang pertama, dia nawar masih lebih kecil dari gaji saya. Yang kedua, dia nawar Rp 50 juta karena memang itu gaji saya Rp 50 juta di Persija (Jakarta) Timur. Dan itu tiga bulan belum dibayar. Lalu, saya ambil dan saya bilang ke Bang Zein kebetulan jadi manajer tim Persijatim. 'Bang saya ambil uang ini karena memang ini gaji saya yang belum dibayar. Kalau main saya jelek, kalau saya nggak bikin gol, semua sanksi saya terima.'
Lalu apa yang Anda lakukan?
Saya bikin dua gol, PSM Makassar nggak lolos.
Penawaran berikutnya seperti apa?
Dan yang ketiga ditawarin, saya cuma bilang, 'kamu nggak kapok duitnya Rp 50 juta nya saya bawa?' Terus dia pergi.
Pernah dengar cerita dari rekan sesama pemain soal mafia-mafia itu?
Saya dengar cerita dari senior. Itu sih bukan hal yang baru. Tapi ya sudah, karena saya juga nggak punya bukti, saya juga nggak pernah ceritain ke orang. Yang saya ceritain itu ada, karena saya sendiri pernah mengalami.
Apakah tawarannya itu selalu berupa uang?
Kalau saya berupa uang. Tapi, kalau yang lain saya nggak tahu.
Pernah dengar ada yang ditawarkan perempuan?
Oh, nggak.
Pada saat dulu ditawarkan uang oleh mafia, apa yang harus dilakukan setelah menerima itu?
Kalau (saat di Persijatim) yang lawan PSM Makassar, saya diminta nggak boleh buat gol. Itu karena mereka cuma butuh seri untuk lolos ke 8 besar. Terus, saat (Arseto Solo) yang lawan Barito, saya juga nggak boleh buat gol karena Barito memang dalam kondisi untuk degradasi. Sama saat di PSPS Pekanbaru juga, karena Pelita (Tangerang) mau lolos ke 8 besar. Jadi, memang di putaran 8 besar kita mulai (ditawarkan).
Keseluruhan tawarannya memang tidak boleh buat gol?
Ya.
Pernah dengar cerita ada pemain lain yang disuruh selain itu?
Kalau yang lain pokoknya saya bilang, selama saya bermain, saya tidak pernah lihat, bukan tidak pernah lihat, lihat iya, dengar iya, tapi saya nggak punya bukti. Makanya saya nggak bilang si pemain ini enggak. Tapi, yang saya tahu dengar selentingan banyak. Tapi, saya nggak bisa bilang siapa. Tapi, saya akan cerita ke orang semua peristiwa yang saya alami. Kejadian yang saya alami.
Jadi paling besar Rp 50 juta tawaran itu?
Ya.
Apa harapan ke depannya terhadap sepak bola Indonesia, terlebih kepolisian telah membentuk Satgas Antimafia Sepak Bola?
Buat saya sih amin kalau itu memang trigger-nya, sekarang jadi ada Satgas. Mudah-mudahan, saya berharap juga ada mantan pemain, wasit, manajer, dan mungkin pemain yang saat ini masih bermain juga ketangkap. Itu akan buat sepak bola kita menjadi lebih menarik.
(tribun network/git/coz)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/rochy-putiray.jpg)