FAKTA TERBARU: Legiman Pengemis 1 Miliar, Dari Pemilik Kontrakan hingga Rebin Sang Adik
Kabar pengemis terjaring razia oleh Satpol PP Kabupaten Pati, Jawa Tengah, membuat heboh netizen.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Catur waskito Edy
Karena suatu persoalan yang tidak diketahui Rebin, Legiman dan ibunya kemudian pergi dari rumah kakak perempuannya dan menempati sebuah rumah kosong.
Di sana ibunya mulai sakit-sakitan.
Entah ada persoalan apa, kakak perempuannya jarang menjenguk.
Rebin mengaku tidak mengetahui permasalahan apa yang ada di antara kakak perempuan dan ibunya.
“Mungkin dari situ dia (Legiman) berpikir untuk mengemis. Ibunya sakit, kakak perempuannya kurang perhatian. Sedangkan dia sendiri butuh makan,” ujarnya.
Hari pertama mengemis di Kalimantan, jelas Rebin berdasarkan keterangan tetangga di sana, Legiman pergi tanpa pamit.
Hari itu ia pulang sore, sekira pukul 17.00, membawa uang Rp 10 ribu hasil mengemis.
Setelah satu bulan menderita sakit, ibu Rebin meninggal dunia.
Rebin pun kemudian menyusul ke Kalimantan.
Ia berniat menjemput Legiman.
“Kakak perempuan saya sudah tua. Gampangnya, dia sudah tidak sanggup merawat kakak laki-laki saya.
Maka dari itu saya bawa Mas Legiman ke Pati untuk saya rawat di sini. Setelah dari Kalimantan, baru sekira dua tahun dia di Pati,” tuturnya.
Sampai di Pati, Rebin mengontrakkan sebuah rumah di Perumahan Gunung Bedah untuk ditempati Legiman.
Dia menghindari kemungkinan ada hal-hal kurang menyenangkan yang terjadi jika Legiman tinggal bersama ia dan istrinya.
Rebin mengaku membayar kontrakan dengan uang pribadinya.
Dia sedikit pun tidak mengusik hasil mengemis Legiman.
Bahkan, ia mengaku berkali-kali meminta Legiman untuk diam di rumah saja.
Tidak meneruskan kebiasaan mengemis.
“Sudah saya belikan rice cooker. Beras dan lauk juga saya bersedia menyediakan,” jelasnya.
Rebin menjelaskan, mulanya Legiman bersedia tidak mengemis lagi.
Namun, suatu hari ia mencuri kesempatan.
Seharian ia tidak pulang.
Keterangan tetangga, ia naik angkot ke arah Selatan.
Sore harinya, Legiman baru pulang.
Ia membawa sejumlah uang.
Itulah hari pertama Legiman mengemis di Pati.
“Berkali-kali saya suruh berhenti, terlebih setelah ditangkap Satpol PP. Tapi dia bersikeras tidak mau hidup hanya mengandalkan bantuan saya.
Dia bilang, 'Aku yang ngemis saja tidak malu, kenapa kamu yang malu?’ Akhirnya, daripada terus-terusan bertengkar, dia saya biarkan mengemis,” ujar Rebin.
Rebin menceritakan, ia bahkan pernah mengancam Legiman, jika sampai ketahuan mengemis lagi akan ia kembalikan ke Kalimantan.
Namun, sang kakak tetap saja mengemis.
Ditanya apakah Legiman memiliki keterbelakangan mental, Rebin menegaskan bahwa kakaknya normal.
“Kalau mentalnya normal, mana mungkin dia punya keinginan mandiri, kan? Ya, meski cara dia seperti itu sih,” ujarnya pelan.
Rebin menjelaskan, hanya kemampuan fisik Legiman yang terbatas.
Kondisi itu telah ia alami sejak lahir.
“Jalannya sulit, bicara juga sulit. Pelo. Tapi, kalau saya ya bisa paham seluruh perkataannya,” tambahnya.
Bagaimana erolehan mengemis Legiman yang pernah dihitung Satpol PP Pati senilai Rp 1.043.000?
Menurut Rebin itu karena momen tahun baru.
Terlebih, kata Rebin, ketika itu Legiman dua hari mengemis tanpa pulang.
“Dia itu nggak setiap hari berangkat. Serius. Biasanya setiap Sabtu berangkat. Kadang Jumat,” tuturnya.
Secara khusus, Rebin kemudian meminta maaf kepada Kades Sokokulon, Masrikan.
Ia meminta permakluman terhadap kondisi kakaknya.
Sekaligus berjanji akan kembali mengingatkan kakaknya untuk berhenti mengemis.
Mendengar penuturan Rebin, Kades Sokokulon, Masrikan mengingatkannya akan Perda nomor 7 tahun 2018.
“Ingat, yang memberi maupun yang diberi kena denda Rp 1 juta. Tolong nanti kakaknya diberi tahu, jangan sampai mengulang lagi. Ditekan terus supaya berhenti,” ujarnya.
Menurut Masrikan, jika Legiman terus mengemis, pada akhirnya citra Desa Sokokulon akan menjadi buruk.
Satpol PP : Pengemis Punya Banyak Trik
Terpisah, Sekretaris Satpol PP, Imam Rifa’i mengaku sudah hafal dengan trik-trik pengemis beroperasi.
“Memang, dari pengalaman beberapa kali razia, pengemis-pengemis ini punya trik untuk mengelabui petugas.
Trik tersebut antara lain pura-pura cacat, pura-pura gila, alamat pindah-pindah, pengakuan berubah-ubah. Intinya kami sudah sering diakali,” ujarnya.
Mengenai keterangan yang diberikan Legiman ketika terjaring razia, Imam menilainya cukup valid.
Sebab Legiman bercerita dengan tidak berada di bawah tekanan.
“Ada indikasi kuat pernyataannya benar. Kalau dikonfirmasi keluarga, dia tidak mengakui, kemungkinan dia membuat alibi,” tambah Imam.
Ketika disinggung mengenai adanya rumor yang beredar bahwa Legiman dieksploitasi adik kandungnya, Imam menjelaskan bahwa kewenangan Satpol PP hanya sebatas administratif.
Pihaknya berlandaskan pada Perda mengenai ketertiban umum.
Jika perda tersebut sudah diterapkan secara maksimal, hasil mengemis akan disita.
Selain itu, pihak yang memberi maupun yang diberi akan dikenakan denda Rp 1 juta.
“Kalau ada dugaan dia dieksploitasi, itu perkara pidana, satpol tidak punya kewenangan sampai situ,” ujarnya.
Imam menegaskan, permasalahan mengenai pengemis ini memang butuh penanganan khusus.
Sebab masalah ini cukup kompleks.
“Bahkan kami pernah menemukan kos-kosan yang dihuni para pengemis. Bagi mereka mengemis adalah profesi. Di antara mereka, ada koordinatornya. Ada yang bergerak sendiri-sendiri,” ujarnya.
Agar kasus pengemis yang kembali beraksi setelah ditangkap tidak terulang, Imam menjelaskan pihaknya akan mencarikan formulasi yang tepat.
Rencananya, Satpol PP akan berkoordinasi dengan para kepala desa untuk turut memberikan pengawasan.
“Kalau pengemis yang bolak-balik tertangkap ini masih sulit dihentikan, karena sudah ada peraturan yang mengatur, nanti kita bawa ke panti sosial. Nanti dinas sosial juga kami ajak berkoordinasi,” pungkasnya. (*)