Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Akhirnya Warga Kabupaten Semarang Ini Mendapat e-KTP Bertulis Kepercayaan Terhadap Tuhan YME

Adi Sutikno (41), warga Legowo, Desa Duren, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang miliki E-KTP bertuliskan kepercayaan sesuai yang ia yakini.

Penulis: amanda rizqyana | Editor: suharno
Istimewa
Adi Sutikno (41) menunjukkan KTP Elektronik, Kartu Keluarga, hingga Akta Kematian para penganut penghayat yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Semarang. 

TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Adi Sutikno (41), warga Legowo, Desa Duren, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang akhirnya dapat memiliki KTP Elektronik (E-KTP) yang bertuliskan kepercayaan sesuai yang ia yakini.

Pasalnya, selama ini ia hanya menuliskan tanda strip (-) pada kolom agama.

Hal tersebut kadang tidak bisa diterima oleh sejumlah instansi ketika ia melakukan kepengurusan identitas.

Bahkan ia pun merasakan ketika sekolah diminta mengikuti satu dari agama yang diberikan saat sekolah.

Kini, ia bisa bernafas lega karena kepercayaan yang ia yakini telah diakomodasi oleh negara dan diakui.

Ia dapat mengisi kolom Agama menjadi Kepercayaan dengan keterangan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME.

"Kami menyambut positif terbitnya KTP, KK, Akta Kelahiran, hingga Akta Kematian bagi penganut Kepercayaan. Akhirnya apa yang kami yakini diakui dan difasilitasi oleh negara," ujar Adi.

Belum Ada Sarjana Aliran Kepercayaan, Dua Guru di Kabupaten Semarang Ajarkan Pendidikan Kepercayaan

Selain memberikan jaminan pada kepercayaan yang ia yakini, Adi pun bersiap menggunakan KTP Elektronik yang ia terima untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) April mendatang.

Ia berharap, melalui penerbitan dokumen kependudukan semua pelayanan publik bagi para penghayat di segala bidang dapat dilayani dengan baik.

Adi pun bercerita bahwa kedua orang tuanya merupakan penganut penghayat.

Sejak kecil hingga usia sekolah, Adi mengaku menjalani kehidupan biasa dan normal

Namun setelah masuk SD, Adi merasakan diskriminasi. Ketika SD, SMP, dan SMK, ia diwajibkan mengikuti pelajaran agama di sekolah agar mendapatkan nilai.

Awalnya ia menolak karena ia tidak mengerti materi pelajaran agama yang akan dipilih dan nantinya ia harus menghadapi ujian tersebut.

"Jadi di sekolah belajar agama, di rumah sebagai penghayat. Saya mengalami gejolak jiwa yang tidak nyaman selama bertahun-tahun di masa sekolah saya," terang Adi.

Ia pun merasakan pergaulan dengan rekan terasa berbeda karena adanya pandangan bahwa penganut penghayat dianggap klenik, atheis, dan sebagainya.

Saat masa remaja dan masa pacaran setelah mengetahui ia merupakan penganut penghayat, perlahan pergi.

"Ya nasib ya...," kelakarnya.

44 Orang Penganut Aliran Kepercayaan di Kota Tegal Segera Miliki e-KTP

Hingga setelah ia bertemu jodoh dan menigah, ia memiliki kekasih yang kemudian menjadi istrinya merupakan penganut penghayat.

Ia menikah secara kepercayaan Sapta Darma tahun 2000, mengurus administrasi yang menurutnya sulit dan berbelit sampai akhirnya ia harus melobi ke Bupati Semarang.

Akhirnya ia pun diperbolehkan menikah dengan mencatatkan perkawinan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) dengan syarat Dispensasi Pengadilan Negeri.

"Jadi mau nikah laksana narapidana yang menjalani sidang dan mengeluarkan banyak mengeluarkan banyak biaya," tuturnya.

Ia pun baru bisa mencatatkan perkawinan pada 2001. Menurut informasi yang ia peroleh, penganut kepercayaan yang belum mendapat KTP Elektronik ialah warga di Kecamatan Getasan dan Kecamatan Kaliwungu.

Adi mengaku setelah mendapat KTP Elektronik, ia semakin bersemangat. Ia bahkan optimis menyongsong Pemilu April besok.

Selain Adi, Surani (32) pun bersyukur dengan adanya peraturan tentang administasi kependudukan bagi para penganut penghayat.

Ia pun sempat merasakan harus memilih satu agama ketika sedang menempuh pendidikan dasar.

Meskipun menimbulkan pertentangan batin, akhirnya ia bisa menerima.

Dengan adanya aturan baru ini, ia pun berharap kedua anaknya dapat mendapatkan hak sesuai dengan kepercayaan yang dianut.

"Semoga anak kami bisa mendapatkan pelayanan seperti masyarakat pada umumnya," cerita Surani.

Ia pun ingin masyarakat agar tidak memunculkan prasangka bahwa penggantian kolom Agama menjadi Kepercayaan bagi penghayat bukanlah upaya menghapus agama di KTP Elektronik oleh pemerintah.

Keterangan tersebut merupakan wujud fasilitasi pemerintah untuknya dan penganut kepercayaan lain akan jaminan perlindungan negera sesuai dengan Undang-Undang Dasar

"Akhirnya kami memiliki kewajiban dan hak kami dilindungi oleh negara," ujarnya.

Budi Kristiono, Kepala Dispendukcapil Kabupaten Semarang menyatakan, 571 warga penghayat di Kabupaten Semarang telah mendapatkan hak kependudukannya berupa KTP, KK, Akta Kelahiran, dan Akta Kematian.

"Bila terdapat warga yang belum mendapat KTP Elektronik namun sudah melakukan perekaman, dapat segera menghubungi kantor kecamatan untuk dicetakkan blanko KTP Elektronik," ujarnya. (arh)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved