Berita Lengkap : Polisi Tahan Tiga Emak-emak Penyebar Nggak Bakal Ada Adzan Bila Jokowi Menang
Tiga ibu atau dikenal emak-emak itu diketahui bagian dari relawan pemenangan Capres-cawapres Prabowo - Sandi atau PEPES.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Polisi menetapkan tersangka dan menahan tiga ibu asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang diduga menyebarkan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan fitnah terhadap calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo.
Tiga ibu atau dikenal emak-emak itu diketahui bagian dari relawan pemenangan Capres-cawapres Prabowo - Sandi atau PEPES.
"Hasil pemeriksaan memang benar, yang bersangkutan relawan emak-emak yang tergabung dalam Partai Emak-emak Prabowo - Sandiaga (Pepes)," ujar Direktur Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Samudi via ponselnya, Selasa (26/2).
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menyampaikan tiga ibu tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Minggu (24/2) malam.
Ketiganya yakni Enggay Sugiyanti (ES), Ika Peranika (IP) dan Citra Widaningsih (CW) langsung dilakukan penahanan di Mapolres Karawang, Jabar, untuk kepentingan penyidikan.
"Untuk penahanan dilakukan di Polres Karawang, penyidikan juga di Karawang. Namun tetap di-back up oleh Polda Jabar," jelasnya.
Polisi menjerat ketiganya dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-undang Nomor Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE); dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Pasal 28 ayat (2) UU ITE berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."
Pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946 ayat (1) berbunyi, "Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun."
Ayat (2) berbunyi, "Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun."
Juru bicara (Jubir) tim Prabowo - Sandiaga, Andre Rosiade membenarkan bahwa ketiga emak-emak yang ditangkap oleh pihak kepolisian itu bagian dari relawan yang tergabung dalam PEPES.
"Informasi, tiga orang ini memang bagian dari relawan PEPES. Tapi, kami akan uji kebenaran apa yang terjadi karena selama ini relawan Pepes fokus sosialisasikan program Pak Prabowo-Sandi soal ekonomi, lapangan pekerjaan, sembako murah dan itu ternyata efektif. Nah tiba-tiba ada video viral itu, ini mengagetkan karena itu bukan cara kerja tim kami," ujar Andre, lusa lalu.
Pihaknya menyayangkan terjadinya kasus itu. Tim Prabowo mengakui ada program sosialisasi door to door ke rumah warga, menyampaikan program Prabowo-Sandi.
"Tapi tidak pernah memerintahkan untuk sosialisasi seperti itu. Tentu kami sangat menyayangkan sekali," ujarnya.
Sebelumnya, ES, IP dan CW diciduk polisi dari kediaman masing-masing di Karawang Jawa Barat pada Minggu malam, setelah viralnya video yang memuat konten kampanye door to door yang dilakukan ketiga emak tersebut di media sosial.
Dalam video tersebut, dua orang emak-emak berdialog dengan bahasa Sunda dan mengajak seorang kakek untuk tidak memilih capres Jokowi pada Pilpres April mendatang. Alasan mereka, karena tidak akan ada lagi adzan dan disahkannya pernikahan sejenis jika Jokowi terpilih kembali menjadi presiden.
Citra Wida dengan akun @citrawida5 disebut sebagai pengunggah pertama video tersebut oleh akun el-diablo @MemeTanpaHurufK. Akun ini kemudian menyebut si pengunggah beralamat di Perum Gading Elok 1, Blok 14O Nomor 12A.
"Moal aya deui sora azan, moal aya deui nu make tiyung. Awewe jeung awewe meunang kawin, lalaki jeung lalaki meunang kawin (Tidak ada lagi suara azan, tidak ada lagi yang memakai kerudung. Perempuan sama perempuan boleh menikah, laki-laki sama laki-laki boleh menikah," kata perempuan dalam video tersebut.
Alamat pengunggah berhasil ditelusuri. Namun, sebagian tetangga hingga Ketua RT setempat mengaku tidak kenal dengan laki-laki dan perempuan di foto yang beredar itu. Perempuan yang disebut sebagai Citra juga bukanlah pemilik rumah tersebut.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat menyatakan ketiga emak-emak yang diduga lakukan kampanye hitam tidak penuhi unsur tindak pidana pemilu. Mereka disebut tak penuhi unsur Pasal 280 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilu.
Di dalamnya disebutkan larangan dalam kampanye. Isinya, pelaksana, peserta dan tim kampanye dilarang menghina seseorang dari agama, suku, ras, golongan, calon dan atau peserta pemilu yang lain.
Sedangkan dalam kasus emak-emak ini, ditemukan bahwa ketiganya tidak masuk dalam struktur pelaksana kampanye, melainkan hanya relawan.
Jokowi: Ini kebangetan!
Presiden Joko Widodo selaku pihak yang dituduh menyampaikan kegeramannya atas kampanye hitam yang dilakukan oleh emak-emak di Karawang.
"Ada katanya nanti kalau Presiden Jokowi menang enggak boleh azan. Wah ini kan kebangetan," kata Jokowi saat berpidato dalam acara penyerahan sertifikat tanah di Cilacap, Jawa Tengah, Senin (25/2).
Selain itu, Jokowi kembali menyinggung fitnah yang selama ini dituduhkan kepadanya, seperti terlibat PKI dan anti-ulama. Padahal, kata Jokowi, dirinya setiap hari bersama ulama dan sering mengunjungi pondok pesantren.
Kepada warga, Jokowi mengingatkan agar tidak menyebarkan kabar bohong atau fitnah hanya karena pemilu. Pesan lain, jangan ada perpecahan hanya karena perbedaan pilihan calon pemimpin. "Karena modal kita, aset terbesar kita, persatuan," ucap Jokowi.
Cawapres nomor urut 01 pendamping Jokowi, Ma'ruf Amin, mengatakan kampanye yang dilakukan oleh emak-emak di Karawang bahwa tidak akan ada lagi suara adzan dan dilegalkannya pernikahan sejenis adalah fitnah. "Saya ini kiai tukang azan, betul atau tidak? Kok malah enggak ada azan? Itu bohong, itu fitnah," ujar Ma'ruf.
Ia mendesak polisi untuk segera menuntaskan kasus itu dan mencari aktor intelektual di balik kampanye hitam yang dilakukan emak-emak dengan cara door to door tersebut. "Sebab kalau tidak ini bakal ada lagi keluar," ujarnya.
Mantan Rais Aam PB NU itu khawatir dengan maraknya kampanye hitam saat momen pilpres aaat ini dapat menimbulkan konflik di tengah masyarakat. "Ini sangat berbahaya bagi demokrasi penegakan demokrasi dan keutuhan bangsa ini," ucapnya.
Hentikan Kampanye Hitam
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin meminta agar kampanye hitam dihentikan.
Juru bicara TKN, Lena Maryana Mukti menyinggung soal kasus kampanye hitam yang dilakukan ibu-ibu anggota Partai Emak-Emak Pendukung Prabowo-Sandi (PEPES) di karawang, Jawa Barat.
Lena menjelaskan, dalam setiap kampanye seharusnya rekam jejak dan programlah yang harus dititikberatkan.
"Tidak perlu menjelek-jelekkan yang lain karena kampanye hitam kan dilarang," kata Lena saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (26/2/2019).
Lena berharap kasus itu murni akibat ketidaktahuan dan tidak ada kaitannya dengan politik. Menurut Lena, di TKN harus berkampanye dengan menyampaikan rekam jejak, dan program pasangan calon, bukan saling menyebarkan kejelekkan para kandidat.
"Kami juga mengingatkan secara internal di TKN, ketika kampenye tidak perlu menjelek-jelekkan lawan, tetapi sampaikan program-program yang diusung oleh pasangan calon yang kita dukung," kata Lena.
Sementara itu, Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mengamini pernyataan Lena, bahwa kampanye ibu-ibu di Karawang itu tidak berdasar dan hanya bertujuan untuk merusak citra pasangan calon nomor urut 01.
"Itu fitnah dan kampanye hitam yang keji menurut saya. Siapa pun yang melakukan kampanye hitam itu layak dikutuk ramai-ramai. Pasangan mana pun," ujarnya.
Jika benar PEPES merupakan bagian dari BPN Prabowo-Sandi, Adi berpendapat, kubu Prabowo-Sandi seharusnya bertanggung jawab dengan mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada publik.
"Harus punya kerendahan hati untuk mengakui, minta maaf. Karena itu kesalahan yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Kecuali ini memang disengaja, itu tidak bisa dimaafkan," ujar Adi.
Di pihak lain, Adi menyarankan TKN untuk memaafkan perbuatan emak-emak ini untuk sedikit mendinginkan suasana.
"Saya kira TKN sebagai pihak yang terzalimi, harus memulai, bahwa sekalipun disakiti tetap harus memaafkan. Siapa tahu dengan kedewasaan berpolitik seperti itu justru simpatik itu akan semakin mengalir," tutup Ad
Pengamat: Langkah Polisi Patut Dicermati
Pengamat politik, Ray Rangkuti, menilai langkah kepolisian mengamankan 3 ibu-ibu yang diduga melakukan kampanye hitam kepada paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, patut untuk dicermati.
Alasannya, Ray melihat jika jenis pelanggaran yang dilakukan oleh ibu-ibu itu dimaksudkan adalah kategori kampanye hitam, sejatinya hal itu harus terlebih dahulu ditangani oleh Bawaslu.
Bila pihak Gakkumdu menetapkan mereka melakukan kampanye hitam barulah polisi dapat menangani atau menahan para pelakunya.
"Dari Bawaslu diserahkan ke gakumdu untuk ditetapkan jenis pelanggarannya apakah administratif atau pidana. Jika gakumdu menetapkan bahwa 3 ibu-ibu tersebut diduga melakukan kampanye hitam, barulah kasusnya diserahkan kepada kepolisian. Di wilayah ini, polisi bisa menggunakan kewenangannya untuk menahan atau tidak orang yang dimaksud," ujar Ray, dalam keterangan tertulis, Selasa (26/2/2019).
Ia kemudian menyinggung posisi Jokowi adalah sebagai capres dan bukan presiden. Sehingga dengan begitu, menurutnya kewenangan untuk melakukan penindakan hukumnya tetap berada di tangan Bawaslu.
"Dan sepanjang yang saya perhatikan, ibu-ibu yang dimaksud hanyalah menyebut rencana program yang akan dilakukan oleh capres Pak Jokowi jika kembali terpilih. Dan memang program dimaksud jelas tidak tertuang dalam visi-misi capres 01. Oleh karena itu, kasus ini sejatinya berada di ruang pelanggaran pemilu, bukan pidana umum," kata dia.
Di sisi lain, ia mengatakan polisi langsung bisa mengamankan ibu-ibu yang dimaksud jika kepolisian melihat ada unsur melakukan penghinaan terhadap presiden.
Akan tetapi untuk lebih terangnya, lanjut Ray, baiknya kepolisian segera menjelaskan alasan hukum mengamankan ibu-ibu yang dimaksud.
"Dengan begitu kita semua dapat kejelasan apakah ibu-ibu dimaksud melakukan pelanggaran pidana umum atau melakukan kegiatan yang dilarang dalam kampanye," tukasnya. (tribun network/uma/kcm/coz)