Mardani Protes Judul ILC, Reaksi Karni Ilyas Bikin Penonton di Studio Riuh
Politisi PKS, Mardani Ali Sera memprotes judul Indonesia Lawyer Club (ILC). Reaksi Karni Ilyas bikin penonton riuh.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Politisi PKS, Mardani Ali Sera memprotes judul Indonesia Lawyer Club (ILC).
Dilihat TribunJateng.com, melalui akun Youtube Indonesia Lawyers Club pada Selasa (12/3/19).
Mardani menyebut bahwa judul ILC kurang tepat.
Menurutnya, tim Prabowo bukan mencurigai Daftar Pemilih Tetap (DPT), namun tim-nya memperbaiki DPT.
"Bang Karni saya mau protes judulnya bukan kubu 02 mencurigai DPT, yang benar kubu 02 bekerja keras memperbaiki kualitas DPT pemilu 2019," ujar Mardani Ali Sera.
• Romahurmuziy Kena OTT KPK, Mahfud MD: Seperti yang Saya Bilang Dulu
• HEBOH! Siang-siang Mobil Bergoyang di Parkiran Kantor Bupati Gegerkan PNS!
• Buka-bukaan Lucinta Luna kepada Hotman Paris: Rutin Menstruasi Setiap Tanggal 5
• Viral Meme Tuman di Medsos, Begini Asal Muasalnya
• Jawaban Pak Ndul Intinya Inti Ahlinya Ahli Core of the Core Bikin Sule Emosi di Ini Talkshow
Tampak Karni Ilyas yang mendengar protes Mardani Ali Sera tersebut tersenyum.
Momen tersebut membuat penonton bertepuk tangan.
Setelah itu, Mardani Ali Sera melanjutkan pendapatkan.
"Nanti Bang Karni boleh cek itu kepada KPU atau Bawaslu, siapa paling perhatian, siapa yang paling serius, 01 nggak ada, 02 terus, ini tanggungjawab kita bersama, tidak ada pemilu yang bersih kecuali hulu-nya DPT yang bersih, dan itu dilakukan oleh 02, kita jihad soal ini Bang Karni," ujar Mardani yang disambut tepuk tangan penonton.
Mardani lantas menyebut bahwa kubu Prabowo-Sandi tidak mencurigai, namun banyak data menurut mereka ada banyak cacatan soal DPT di Indonesia.
"Kami bukan suudzon, namun faktanya banyak catatan soal DPT kita ini," ujar Mardani.
Mardani menyebut bahwa tim Gerindra bekerja keras untuk memperbaiki DPT.
"Kita rapiin data dari KPU, kemudian muncul beberapa data dan kita komunikasikan kepada KPU, karena kami cinta kepada KPU," ujarnya.
Mardani Ali Sera lantas menyebutkan data yang timnya bawa tidak asal ngomong.
"Tidak mudah untuk mendapatkan DPT Final ini, dari DP 4 DPS, DPT hasil perbaikan 1, DPT hasil perbaikan 2, DPT Final yang 190 juta lebih, itu kita cermati selalu, karena kita memahami sistem kependudukan kita berubah-ubah, dulu zaman bu Husnul 2004, KPU yang menetapkan jumlah DPT, tapi kemendagri juga pernah menetapkan, sekarang DP 4-nya dari Kemendagri, makanya tidak ada di DP 4 nya Kemendagri tidak ada WNA masuk DPT, tidak ada, karena sudah tersaring dari 1300-an, tapi faktanya masih ada 307 sekarang yang tercantum dalam DPT, 307 ini tidak layak karena WNA, karena ada WNA yang masuk DPT, angkanya kecil tapi untuk supremasi dan kedaulatan ini luar biasa, kalau kita ceroboh hal besar juga bisa terjadi," ujar Mardani.
Diketahui, Sejumlah petinggi Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendatangi kantor Komisi Pemilihan Umum ( KPU), Senin (11/3/2019).
Kehadiran mereka untuk mempertanyakan dugaan data tidak wajar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.
Menurut hasil pencermatan tim IT BPN, ada sekitar 17,5 juta data pemilih yang diduga tak wajar. Pencermatan dilakukan tim BPN berdasar DPT hasil perbaikan II (DPThp) yang dirilis KPU 15 Desember 2018.
"Kami temukan ya, ada yang enggak wajar itu 17,5 juta (data) itu, di antaranya bertanggal lahir 1 Juli (jumlahnya) 9,8 juta (pemilih). Ada yang lahir 31 Desember (jumlahnya) 3 juta sekian, yang lahir tanggal 1 bulan Januari (jumlahnya) 2,3 juta sekian. Ini yang kami anggap tidak wajar," kata Juru Kampanye BPN, Ahmad Riza Patria, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019) yang dilansir dari Kompas.com.
"Karena menurut grafik yang lain-lain itu kurang lebih berkisar 400-500 ribu. Ini ada lompatan yang luar biasa sampai 10 kali, bahkan 20 kali," sambungnya.
Dari penjelasan KPU, kata Riza, angka pemilih berdasarkan tanggal lahir tersebut didapat dari Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Selian itu, BPN juga menemukan data tidak wajar berupa 300 ribu orang yang berusia di atas 90 tahun yang masuk DPT.
Menurut BPN, jumlah ini tidak wajar karena terlalu besar.
Ada pula 20.475 pemilih berusia di bawah 17 tahun yang masuk DPT.
Data ini juga dinilai tak wajar.
BPN bahkan menemukan 775.248 data ganda dalam DPT. Atas temuan tersebut, kata Riza, KPU berjanji untuk memperbaiki DPT pemilu.
"KPU janji akan perbaiki, revisi dan perbaiki. Kami harap semua masyarakat sama-sama kawal dan pastikan agar DPT bersih, nggak ada manipulasi ganda dan kesalahan lain sehingga pemilu berkualitas," ujar Riza.
Dalam waktu dekat, BPN juga berencana untuk melalukan pertemuan dengan Ditjen Dukcapil untuk mengklarifikasi data tak wajar tersebut.
Ke depannya, BPN akan terus melakukan penyisiran data hingga medekati hari pemungutan suara.
"Hari ini kami akan menetapkan sampling titik-titik, daerah-daerah, nama-nama, yang akan ditelusuri di bawah. Nanti seminggu ke depan kita akan sama-sama turun ke bawah untuk memastikan mudah-mudahan hasilnya baik bagi kita semua," ujar Riza.
Selain Riza, hadir sebagai perwakilan BPN, Direktur Komunikasi dan Media BPN, Hashim Djojohadikusumo.
Hadir pula Wakil Ketua BPN Hinca Pandjaitan, serta Juru Bicara BPN Habiburokhman.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) selesai melakukan penyusunan DPT Pemilu 2019 pada 15 Desember 2018.
Berdasarkan hasil rekapitulasi, jumlah pemilih mencapai 192.828.520 orang yang terdiri dari 96.271.476 laki laki dan 96.557.044 perempuan.
Sementara itu, - Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh angkat bicara.
Menurut Zudan, temuan itu justru merupakan sesuatu yang wajar. "Kebijakan tentang tanggal lahir 31 Desember sudah berlangsung lama, semenjak Kemendagri menggunakan SIMDUK (Sistem Informasi Manajemen Kependudukan)," ujar Zudan melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (11/3/2019).
Ketika Dukcapil Kemendagri menggunakan SIMDUK, sebelum tahun 2004, seluruh penduduk di Indonesia yang lupa atau tidak tahu akan tanggal lahirnya, akan dituliskan lahir pada tanggal 31 Desember pada kartu identitasnya.
Kemudian, pada 2004, Dukcapil menggunakan (SIAK) Sistem Informasi Kependudukan dalam pengelolaan data base warga negara Indonesia.
Sejak menggunakan SIAK, warga negara tang tak mengetahui atau lupa akan tanggal lahirnya, akan ditulis lahir pada 1 Juli. "Bila dia tidak ingat tanggal, tapi ingat bulannya, maka ditulis tanggal 15 dengan bulan lahir yang dia ingat," papar Zudan.
Kebijakan tersebut kemudian diperkuat kembali menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
"Dengan demikian, kita sekarang bisa mengetahui mengapa banyak orang Indonesia bertanggal lahir 1 Juli, 31 Desember atau tanggal 15 ya," ujar Zudan. (TribunJateng.com/Woro Seto)